HeadlineIn-Depth

Meraup Untung di Tengah Pandemi (3)

Meraup Untung di Tengah Pandemi (3)
Truk yang hendak mengangkut sembako kepada warga terdampak Covid-19 di Aceh Tenggara. Foto Humas Pemerintah Aceh

BANDA ACEH (popularitas.com) – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga dugaan mark up harga barang sembako Pemerintah Aceh yang disalurkan kepada warga terdampak Covid-19 mencapai Rp 2 miliar lebih.

BACA JUGA: 

Meraup Untung di Tengah Pandemi (1)

Meraup Untung di Tengah Pandemi (2)

Hal tersebut berdasarkan kalkulasi harga bahan-bahan pokok pada paket yang diadakan Pemerintah Aceh, seperti gula pasir, minyak goreng merek sovia, sarden gaga, dan mi instan merek intermi.

Koordinator MaTA, Alfian HS mengatakan, berdasarkan investigasi yang mereka lakukan terhadap harga bahan-bahan sembako tersebut, per paket hanya menghabiskan anggaran Rp 153 ribu.

Sedangkan yang tertera dalam salinan pengadaan sembako oleh Pemerintah Aceh menghabiskan anggaran Rp 200 ribu per paket. Artinya, perbedaan harga Pemerintah Aceh dengan harga pasar mencapai Rp 47 ribu.

“Hasil dari empat item bahan pokok di luar beras, itu hasil dari investigasi kita, anggarannnya per paket 153 ribu. Sementara Pemerintah Aceh 200 ribu dengan pengadaan sebanyak 60 ribu paket,” kata Alfian saat ditemui di sekretariat MaTA di Banda Aceh, Kamis, 14 Mei 2020.

Apabila harga selisih Rp 47 ribu dikalikan dengan 60 ribu paket yang diadakan Pemerintah Aceh, maka hasilnya Rp 2.820.000.000 (dua miliar delapan ratus dua puluh juta rupiah).

“Kalau dikali dengan 60 ribu unit jadi potensi mark up itu Rp 2 miliar sekian. Belum lagi misalnya soal mekanisme pengadaan, misalnya gula ini langsung dibeli dinas sosial atau memang ada mekanisme pengadaannya. Ini wilayah ini juga sangat tertutup,” katanya.

Sedangkan berdasarkan harga hitungan yang dilakukan popularitas.com, harga per paket mencapai Rp 167 ribu. Hal ini juga mengalami perbedaan harga antara Pemerintah Aceh dengan harga pasar yang mencapai Rp 33 ribu.

Apabila harga selisih Rp 33 ribu dikalikan dengan 60 ribu yang pengadaannya dilakukan Pemerintah Aceh, maka total dugaan mark up mencapai Rp 1.980.000.000 (satu miliar sembilan ratus delapan puluh juta rupiah).

 

Karung Sembako yang Capai Rp 1,2 Miliar

MaTA juga menyoroti karung paket sembako yang pengadaannya mencapai Rp 1,2 miliar. Mereka mempertanyakan dimana lokasi percetakan karung paket tersebut. Seharusnya hal ini dijelaskan kepada publik.

“Apa urgensi kenapa harus dicetak karung ini, sementara katanya darurat. Ini juga patut dicurigai, bahwa ini memang akal-akalan dalam pengadaanya,” kata Alfian.

Alfian menduga pengadaan paket sembako tersebut lebih ke motif kepentingan ekonomi para penggagas bantuan. Mereka bahkan tidak memperhatikan bagaimana agar warga yang terdampak Covid-19 dapat terbantu dengan bantuan tersebut.

“Jadi ini lebih ke motif kepentingan ekonomi para penggagas ini, tidak mengefektifkan soal bantuan bagaimana korban, dampak para pendemi dapat menerima sembako secepatnya,” kata Alfian.

Selain biaya sembako dan karung, kata Alfian, MaTA juga mendapatkan informasi bahwa proses distribusi paket dari kabupaten/kota ke keluarga yang terdampak dibiayai Rp 5 ribu per paket. Sehingga, warga penerima bantuan tidak harus mengambil paket di kantor camat atau sebagainya.

“Publik penerima bantuan tidak tahu ini, bisa saja misalnya dari kepala desa disuruh datang ke sana ambil paket ini, sedangkan biayanya sudah ada, jadi pemerintah provinsi perlu bertanggung jawab soal memastikan distribusi ini, sehingga tidak disalahgunakan di level kabupaten/kota,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Alfian mengatakan bahwa MaTA juga mendapatkan informasi bahwa ada beberapa kabupaten/kota bantuan paket sembako tersebut belum disalurkan kepada penerima di setiap desa.

Ia khawatir sembako yang sudah disiapkan tersebut akan menjadi kadaluwarsa apabila dibiarkan terlalu lama. Secara akal sehat, bantuan yang bakal disalurkan tersebut juga tidak bisa dikatakan bantuan darurat lagi, karena penerima sudah menanti cukup lama.

“Artinya, kalau kita bicara rasionalisasi tentang ini darurat saya pikir tidak relevan lagi dengan proses-proses yang dilakukan pemerintah Aceh, termasuk saat launching, kita mendapat informasi bahwa truk-truk yang diparkir itu semua kosong, tidak ada bantuan apa-apa,” katanya.

 

Hormati Langkah Polda Aceh

Terhadap dugaan mark up pengadaan paket sembako tersebut, MaTA berharap Polda Aceh memberi respon cepat dan mengusut tuntas kasus tersebut apabila memang benar ada indikasi penggelubungan harga.

“Karena kita dengar juga Polda Aceh sedang melidik kasus ini, kalau memang Polda Aceh tidak ada target untuk mengungkapkan, saya pikir bisa diungkapkan ke publik. Kalau Polda Aceh tidak mampu mengungakkan ini saya pikir bisa melaporkan ke pemerintah pusat,” kata Alfian.

Kata Alfian, MaTA saat ini belum melaporkan dugaan mark up tersebut kepada penegak hukum manapun, karena masih menghormati langkah yang sedang dilakukan Polda Aceh.

“Presiden juga sudah mewanti-wanti bantuan pandemi ini akan ditindak tegas, harapan kita di Aceh Polda Aceh bisa mempercepat proses lidik ini,” ujar Alfian.[Tamat]

Reporter     : Muhammad Fadhil

Editor         : A.Acal

Shares: