HeadlineNews

DPRA Minta Trisno Riyanto Dicopot dari Kapolresta Banda Aceh

DPRA Minta Trisno Riyanto Dicopot dari Kapolresta Banda Aceh

BANDA ACEH (popularitas.com) – Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) secara kelembagaan meminta Kapolda Aceh untuk mencopot Kombes Pol Trisno Riyanto dari jabatan Kapolresta Banda Aceh. Tuntutan pencopotan tersebut disampaikan DPRA menyikapi pernyataan Kombes Pol Trisno Riyanto terhadap kasus pemukulan anggota DPRA Azhari saat aksi demonstrasi mahasiswa di gedung Wakil Rakyat pada Kamis, 15 Agustus 2019 siang.

“Kami Fraksi-fraksi yang ada di DPR Aceh dengan ini menyatakan sikap, yang pertama, mengecam serta mengutuk tindakan oknum polisi yang melakukan pemukulan dan atau penganiayaan terhadap Ketua Komisi I DPRA yaitu Teungku Azhari, SIP, yang sedang melaksanakan tugas sebagai anggota DPRA sesuai dengan perintah dari pimpinan DPRA untuk menangani dan menerima aspirasi yang akan disampaikan oleh peserta aksi mahasiswa ke DPRA,” kata Ketua DPR Aceh Muhammad Sulaiman dalam konferensi pers yang digelar di Ruang Badan Anggaran DPRA, Jumat, 16 Agustus 2019.

Selain Muhammad Sulaiman, hadir dalam konferensi pers tersebut diantaranya Wakil Ketua DPRA Sulaiman Abda, Ketua Fraksi Gerindra/PKS Abdurrahman Ahmad, Ketua Fraksi Partai Aceh Iskandar Usman Al Farlaky, Ketua Fraksi PAN Sulaiman, Ketua Fraksi Golkar M Saleh, Ketua Fraksi Nasdem Djasmi Has dan Ketua Komisi II Nurzahri.

Hadir juga beberapa anggota Badan Kehormatan dan anggota DPRA seperti Dr Mariati, Ummi Kalsum, Adly Tjalok, Ermiadi, Kautsar M Yus, dan beberapa anggota DPRA lainnya.

Selain mengutuk tindakan represif kepolisian tersebut, DPRA juga menyesalkan statemen Kapolresta Banda Aceh kepada media massa yang menyatakan tidak ada terjadinya kekerasan fisik terhadap Azhari. “Yang berlawanan dengan realitas yang terjadi di depan gedung DPR Aceh,” kata Muhammad Sulaiman.

DPRA Minta Trisno Riyanto Dicopot dari Kapolresta Banda Aceh

Baca: Kapolresta Banda Aceh Bantah Pemukulan Atas Azhari Cage

Lebih lanjut, berdasarkan kronologis peristiwa yang terjadi, maka DPRA berkesimpulan para oknum polisi pelaku kekerasan telah melampaui prinsip penggunaan kekuatan dalam pengendalian massa yang harus sesuai hukum, “memang perlu diambil tindakan lanjutan, prinsip proposionalitas, preventif yang masuk akal.”

Muhammad Sulaiman menegaskan anggota DPRA adalah wakil rakyat yang melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya telah diatur dengan undang-undang dan mempunyai hak imunitas dalam menyampaikan pendapatnya. “Termasuk dalam ruang lingkup tugas dan tanggung jawab anggota DPR Aceh adalah menerima aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat maupun kelompok masyarakat, yang seharusnya dilindungi dan diayomi oleh pihak oknum Polresta Banda Aceh sebagai abdi Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban umum,” katanya lagi.

“Kami fraksi-fraksi di DPR Aceh meminta kepada Kepala Kepolisian Daerah Aceh untuk mengambil tindakan hukum tegas lanjutan, sesuai dengan laporan polisi yang telah disampaikan oleh Azhari SIP, dengan bukti laporan polisi yang telah disampaikan oleh Azhari dengan bukti lapor LP/130/VIII/YAN 2.5/2019/SPKT tanggal 15 Agustus 2019 ke Direktorat Kriminal Umum Polda Aceh,” ujarnya membacakan pernyataan sikap yang turut ditandatangani oleh seluruh Ketua Fraksi di DPRA tersebut.

Seluruh Fraksi di DPRA Sepakat

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Fraksi Partai Aceh DPRA, Iskandar Usman Al Farlaky, menambahkan pihaknya turut menyesalkan apa yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian dalam aksi unjuk rasa mahasiswa di depan gedung DPRA. Dia mengatakan apa yang menimpa Azhari atau akrab disapa Cage tersebut jelas-jelas terekam dalam video dan kemudian viral di media sosial.

“Apa yang disampaikan oleh Kapolresta Banda Aceh bahwa tidak ada pemukulan terhadap Azhari Cage, adalah tidak benar. Dan video itu sendiri tadi siang sudah diserahkan kepada penyidik Polda Aceh, beberapa staf Komisi I juga sudah dimintai keterangan,” kata Iskandar.

Lihat: Video Pengeroyokan Anggota DPR Aceh Azhari Cage

Iskandar mengatakan dalam hal penanganan aksi mahasiswa maupun masyarakat di kepolisian biasanya berada di bawah tanggung jawab Unit Dalmas. Polisi menurutnya juga memiliki standar operasional prosedur sendiri. “Khusus di Polda Aceh, SOP penanganan unjuk rasa ini sudah ada, dari Mabes Polri juga sudah ada, jadi nanti proses penanganan kasus pemukulan ini akan kita serahkan kepada pihak Propam Polda Aceh,” ungkap Iskandar.

Politisi dari Aceh Timur ini juga menyebutkan fungsi DPRA sama halnya dengan anggota DPRD di provinsi lain di seluruh Indonesia, tetap melekat pada ketentuan perundang-undangan. Fungsi DPRA di Aceh juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 serta UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Apa yang dilakukan oleh rekan kami, Azhari Cage dalam menerima para mahasiswa itu adalah mewakili daripada pimpinan DPRA yang merupakan perintah resmi yang diterimanya melalui telepon,” kata Iskandar. Atas perintah tersebut, Azhari Cage yang menjabat sebagai Ketua Komisi I Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan DPR Aceh kemudian menindaklanjuti perintah tersebut untuk menerima pengunjuk rasa soal Bendera Aceh.

Dia menyebutkan apa yang dilakukan Azhari Cage dalam kasus tersebut merupakan tanggung jawabnya sebagai anggota DPR Aceh yang melekat. Iskandar kemudian merujuk Pasal 338 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, disebutkan bahwa, “anggota DPR Kabupaten/Kota tidak dapat dituntut di depan pengadilan, penyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis, di dalam rapat DPR Kabupaten/Kota atau di luar rapat DPR Kabupaten/Kota berkaitan dengan fungsi tugas dan kewenangan DPRK.”

“Merujuk hal ini, apa yang dilakukan oleh Azhari Cage sebagai Ketua Komisi I DPRA atau sebagai anggota Fraksi Partai Aceh sudah sangat tepat. Karena itu kami bersepakat seluruh lintas Ketua Fraksi DPRA meminta kearifan dari bapak Kapolda untuk menindak, mengusut secara tuntas, oknum-oknum kepolisian yang bertindak di luar prosedur penanganan aksi demonstrasi yang berakibat pada pemukulan terhadap Azhari Cage dan teman-teman mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi,” ujar Iskandar.

Hal senada disampaikan Ketua Komisi II DPRA, Nurzahri. Dia mengatakan kekerasan terhadap para demonstran oleh pihak kepolisian bukan kali pertama yang terjadi di Aceh. Dia mencontohkan penanganan demosntrasi terhadap PT EMM yang dilakukan mahasiswa beberapa waktu lalu. “Yang lebih menyakitkan lagi, seharusnya anggota DPR Aceh yang menjadi institusi tertinggi di Aceh yang seharusnya diamankan oleh Polresta Banda Aceh, malah dipukuli secara sporadis, dan ini tidak dilakukan oleh satu oknum. Dalam video yang beredar kita lihat beberapa oknum yang melakukan. Dan proses pemukulan itu dilakukan bukan pemukulan tanpa sengaja,” ungkap Nurzahri.

Atas hal tersebut, Nurzahri meminta Kapolda Aceh dan Kapolri untuk mengevaluasi kinerja Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Trisno Riyanto terkait pemukulan yang dilakukan anggotanya terhadap massa mahasiswa dan Azhari selaku anggota DPRA di lapangan. “Kalau bisa Kapolrestanya dicopot, karena pernyataan beliau kemarin yang menyatakan tidak ada pemukulan, tanpa ada proses penyelidikan terhadap kejadian yang sebenarnya itu adalah upaya melindungi bawahannya yang melakukan pelanggaran prosedur seperti yang telah ditetapkan oleh Mabes Polri,” tegas Nurzahri.

Dia kembali menegaskan pencopotan Kombes Pol Trisno Riyanto dari jabatannya sebagai Kapolresta Banda Aceh penting dilakukan agar prilaku kepolisian di ibukota provinsi ini tidak lagi melanggar SOP.

Kecaman serupa juga disampaikan oleh Fraksi Partai Golkar dan Ketua Fraksi Gerindra/PKS. Muhammad Saleh atas nama Fraksi Golkar menyebutkan, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia bahwa tidak ada ruang adanya pemukulan terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah oleh pihak kepolisian. Jikapun ada, menurut Muhammad Saleh, maka dapat diproses sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku. “Fenomena ini, fenomena yang tidak bagus dan dipertontonkan kepada masyarakat. Agar tidak berulang di kemudian hari, kami menyarankan oknum yang melakukan pelanggaran, pemukulan yang semena-mena ini supaya diberikan tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku. Seluruh anggota DPRA akan mengikuti proses hukum ini, hari demi hari, bahkan jam demi jam, kami ikuti,” kata Muhammad Saleh.

Dia mengatakan setiap tindakan yang dilakukan pihak kepolisian baik penanganan huru hara dan lainnya, seharusnya disesuaikan dengan Protap. Karenanya, dia meminta Kapolda Aceh untuk mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum kepolisian tersebut. “Supaya tidak terjadi lagi hal serupa kepada siapapun dan dimanapun, di Aceh ini, di kemudian hari,” kata Muhammad Saleh.

Lebih lanjut, Ketua Fraksi PAN DPRA, Sulaiman, juga mengecam tindakan yang dilakukan oknum kepolisian saat melakukan pengamanan demonstrasi di DPR Aceh pada Kamis, 15 Agustus 2019 kemarin. Dia mengatakan seharusnya pihak kepolisian dapat memahami apa yang disampaikan oleh para demonstran karena sejatinya mereka adalah penerus Aceh di masa mendatang. “Dan kami sangat menyayangkan insiden itu terjadi di rumah dewan perwakilan rakyat sendiri. Jadi tanpa tedeng aling-aling, melakukan tindakan represif terhadap seorang Ketua Komisi yang membidangi masalah Politik, Hukum dan Keamanan tanpa ada rasa bersalah atau diskusi terlebih dahulu. Padahal pada saat itu, Azhari sedang melakukan upaya pembelaan atau pencegahan supaya adik-adik mahasiswa yang sedang dipukuli itu tidak dipukul,” ungkap Sulaiman.

“Kami menyayangkan sikap represif ini dilakukan oleh penegak hukum,” tambahnya lagi.

Dia berharap semua pihak dapat menjaga situasi perdamaian ini termasuk pihak kepolisian dan penegak hukum lainnya. Untuk itu, Sulaiman meminta Kapolri dan Presiden melihat kasus ini dengan jernih tanpa menarik ulur kepentingan lain berdasarkan peraturan yang ada.

Sementara itu, Abdurrahman Ahmad selaku Ketua Fraksi Gerindra/PKS menekankan bahwa tugas kepolisian adalah mengayomi dan menjaga masyarakat. Bukan sebaliknya. “Oleh karena itu kita mintakan kepada Kapolda untuk mengusut tuntas prilaku oknum kepolisian yang melakukan penganiayaan terhadap Azhari selaku Ketua Komisi I DPRA dan mahasiswa. Kita khawatir, di depan gedung DPR saja, anggota DPR saja bisa (dipukuli) dilakukan tindakan-tindakan seperti itu, apalagi di tempat lain yang jauh dari gedung DPRA. Kami mendesak Kapolda Aceh untuk mengusut tuntas kasus ini, kami juga akan memantau proses hukum kasus ini dan berharap agar tidak berulang kasus serupa di kemudian hari,” pungkas Abdurrahman Ahmad.*(BNA)

Shares: