EditorialNews

Akhir Perjalanan Panjang Irwandi Yusuf Mencari Keadilan

SURAT bernomor perkara : 444/K/PID.SUS/2020, yang diunggah pada laman website mahkamahagung.go.id, Kamis, 13 Februari 2020, mengakhiri penantian mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, terkait dengan status hukumnya.
Irwandi Yusuf dikabarkan bebas, DPP PNA beri penjelasan
Irwandi Yusuf | Foto: Detik.com

SURAT bernomor perkara : 444/K/PID.SUS/2020, yang diunggah pada laman website mahkamahagung.go.id, Kamis, 13 Februari 2020, mengakhiri penantian mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, terkait dengan status hukumnya.

Hakim yudisial, Mahmakah Agung Ri, Prof Dr Mohammad Askin, SH, Prof DR Krina Harahap, SH, MH, dan Prof DR Surya Jaya, SH, M. Hum, menolak permohanan kasasi pembebasan, atas terdakwa Drh Irwandi Yusuf. Dan lembaga tertinggi peradilan di Indonesia tersebut, menghukum pidana penjara tujuh tahun, dan denda Rp300 juta, subsidair tiga bulan kurangan.

Tidak hanya itu, Mahkamah Agung RI, juga menguatkan hukum tambahan, berupa pencabutan hal politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun, sejak yang bersangkutan selesai menjalani masa hukuman.

Amar putusan MA tersebut, mengakhiri penantian panjang Irwandi Yusuf, dalam mencari keadilan. Sejak ditangkap oleh KPK RI, dalam suatu operasi tangkap tangan (OTT) pada medio 2018 silam. Usai di vonis tujuh tahun kurungan, denda Rp300 juta, dan hukuman tambahan, berupan pencabutan hak politik selama tiga tahun, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada April 2019, Irwandi Yusuf langsung mengajukan banding.

Namun malang, upaya banding Irwandi Yusuf, atas dakwaanya dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana otonomi khusus Aceh (DOKA), diperberat oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, dengan menerbitkan putusan, tanggal 14 Agustus 2019, dengan menambah hukuman mantan juru propaganda GAM tersesebut, menjadi delapan tahun, denda Rp300 juta, dengan hukuman tambahan, pencabutan hak politik selama lima tahun.

Tak puas atas putusan banding pada tingkat Pengadilan Tinggi (PT), Irwandi Yusuf, menempuh upaya kasasi ke Mahkamah Agung RI, dan Kamis, 13 Februari 2020, lembaga tersebut menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, dengan hukuman tujuh tahun kurungan, denda Rp300 juta, dan hukuman tambahan pencabutan hak politik selama lima tahun.

Baca: Mahmakah Agung Tolak Kasasi Irwandi Yusuf

Upaya hukum dari Irwandi Yusuf, sejak pembelaan di PN Jakarta Pusat, Banding di PT DKI, dan Kasasi di MA, merupakan proses dan perjuangan panjang dirinya mencari keadilan. Dan palu hakim sudah diketuk. Tentu, mantan Gubernur Aceh, tersebut, masih memiliki upaya hukum lain, yakni PK atau peninjauan kembali.

Terlepas dari pro dan kontra atas vonis tersebut, semua pihak, harus menghormati proses hukum, dan upaya hukum yang telah berlangsung selama ini. Tentu hukum tidak dapat memuaskan semua pihak.

Baca: Steffy Burase : Saya Semakin Mencintai Irwandi Yusuf

Putusan MA atas upaya kasasi tersebut, semestinya dapat dilihat dalam bingkai hukum, dan kemudian, mengakhiri proses politik di Aceh, yang selama ini, telah berbelah, sebagai akibat dari gejolak politik, yang terimbas dalam sistem pemerintahan usai KPK menangkap Tengku Agam, sapaan karib Irwandi Yusuf.

Hukum harus mengakhiri polemik yang ada, walau tentu saja, Irwandi Yusuf masih memiliki upaya PK, tapi, masa depan Aceh jauh lebih penting dari sekedar terus membangun narasi permusuhan dalam membangun daerah yang kita cintai bersama ini.

Banyak pihak yang ingin Irwandi dibebaskan, tapi hukum menjawab berbeda, dan tentu, saat ini, Nova Iriansyah, yang merupakan mitra Tengku Agam, pada awal pemerintahannya, suka tidak suka, harus didukung semua kalangan, sebab, beliau yang saat ini, mendapatkan legitimasi secara hukum dan peraturan yang ada.

Dan tentu, harapan kita semua, doa terbaik untuk Tengku Agam, sebab, bagaimanapun, beliau memiliki jasa dan kontrubusi besar, dalam pembangunan Aceh. (*RED)

Shares: