News

Sama-sama mengemban misi intelijen, ini perbedaan BIN dan BAIS TNI

Meski sama-sama mengemban misi intelijen, namun ada perbedaan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Lalu apa perbedaan antara kedua lembaga intelijen ini? Berikut ini penjelasannya.
Ilustrasi intelijen. (Daily Beast)

POPULARITAS.COM – Meski sama-sama mengemban misi intelijen, namun ada perbedaan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Lalu apa perbedaan antara kedua lembaga intelijen ini? Berikut ini penjelasannya.

Dalam UU No 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara yang dimaksud dengan intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.

Badan Intelijen Negara (BIN) BIN memiliki peran besar dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sejarah BIN berawal saat pemerintah Indonesia mendirikan badan intelijen untuk pertama kalinya Badan Istimewa (BI).

Kolonel Zulkifli Lubis ditunjuk memimpin lembaga ini bersama sekitar 40 mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang menjadi penyelidik militer khusus.

Dikutip dari lama resmi www.bin.go.id, para personel intelijen lembaga ini merupakan lulusan Sekolah Intelijen Militer Nakano, yang didirikan pendudukan Jepang pada 1943. Di mana Zulkifli Lubis merupakan lulusan sekaligus komandan Intelijen pertama.

Pada awal Mei 1946, dilakukan pelatihan khusus di daerah Ambarawa. 30 pemuda yang lulus kemudian menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI). Lembaga ini menjadi “payung” gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.

Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin kemudian membentuk “Badan Pertahanan B” yang dikepalai seorang mantan komisioner polisi pada Juli 1946. Kemudian dilakukan penyatuan seluruh seluruh badan Intelijen di bawah Menhan pada 30 April 1947.

BRANI menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B. Di awal 1952, Kepala Staf Angkatan Perang, T.B. Simatupang menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP).

Pada tahun yang sama, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menhan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima tawaran Central Intelligence Agency Amerika Serikat (CIA) untuk melatih calon-calon intel profesional Indonesia di Pulau Saipan, Filipina.

Sepanjang 1952-1958, seluruh angkatan dan Kepolisian memiliki badan Intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional yang solid. Maka 5 Desember 1958 Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) yang dipimpin Kolonel Laut Pirngadi sebagai Kepala.

Selanjutnya, 10 November 1959, BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang dikepalai DR Soebandrio. Setelah terjadi perubahan politik nasional pada 1965 dan pergantian kekuasaan, Soeharto yang mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Selanjutnya di seluruh daerah (Komando Daerah Militer/Kodam) dibentuk Satuan Tugas Intelijen (STI).

Pada 22 Agustus 1966, Soeharto mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) yang dipimpin Brigjen Yoga Sugomo sebagai Kepala. Kepala KIN dan bertanggung jawab langsung kepada Soeharto.

Sebagai lembaga intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki Operasi Khusus (Opsu) di bawah Letkol Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani dan Aloysius Sugiyanto. Kurang dari setahun, pada 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN).

Mayjen Soedirgo menjadi Kepala BAKIN pertama. Pada 1970 terjadi reorganisasi BAKIN. Pada 2000 di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) BAKIN diubah menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang. Saat ini BIN dipimpin oleh Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan.

Dengan demikian, sejak 1945 sampai dengan sekarang, organisasi Intelijen negara telah berganti nama sebanyak 6 kali yakni: BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia), BKI (Badan Koordinasi Intelijen), BPI (Badan Pusat Intelijen), KIN (Komando Intelijen Negara), BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara), dan BIN (Badan Intelijen Negara).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara Pasal 10 menyebutkan bahwa Badan Intelijen Negara merupakan alat Negara yang menyelenggarakan fungsi Intelijen Dalam dan Luar Negeri.

Dalam penjelasan atas UU tersebut khususnya pada bagian “Umum”, dijelaskan bahwa personel Intelijen Negara harus mempunyai sikap dan tindakan yang professional, objektif, dan netral.

Sikap dan tindakan tersebut mencerminkan Personel Intelijen Negara yang independen dan imparsial karena segala tindakan didasarkan pada fakta dan tidak terpengaruh pada kepentingan pribadi atau golongan serta tidak bergantung pada pihak lain, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan Negara.

BIN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas BIN berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara. Penyelenggara Intelijen Negara lainnya, yaitu Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian, Intelijen Kejaksaan dan Intelijen Kementerian/lembaga pemerintah non-Kementerian wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara.

Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI

Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI adalah organisasi yang khusus menangani intelijen kemiliteran dan berada di bawah komando Mabes TNI. BAIS bertugas menyuplai analisis intelijen dan strategis yang aktual maupun perkiraan ke depan biasa disebut jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang kepada Panglima TNI dan Kementerian Pertahanan (Kemhan).

BAIS berawal dari Pusat Psikologi Angkatan Darat (PSiAD) di bawah naungan Mabesad. Selanjutnya, pada masa Orde Baru (Orba), Dephankam mendirikan Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat) dengan anggota-anggota PSiAD.

Pusintelstrat dipimpin oleh Ketua G-I Hankam Brigjen L.B. Moerdani. Jabatan tersebut terus dipegang sampai L.B. Moerdani menjadi Panglima ABRI. Pada era ini, intelijen militer memiliki badan intelijen operasional yang bernama Satgas Intelijen Kopkamtib.

Pada 1980, Pusintelstrat dan Satgas Intel Kopkamtib dilebur menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA). Jabatan Kepala BIA dipegang oleh Panglima ABRI, sedangkan kegiatan operasional BIA dipimpin oleh Wakil Kepala.

Seiring perjalanan waktu, pada 1986 untuk menjawab tantangan keadaan BIA diubah menjadi BAIS. Perubahan ini berdampak kepada restrukturisasi organisasi yang harus mampu mencakup dan menganalisis semua aspek Strategis Pertahanan Keamanan dan Pembangunan Nasional.

Belum sempat melaksanakan restrukturisasi, terjadi lagi perubahan di mana BAIS dikembalikan menjadi BIA, yang artinya secara formal lembaga ini hanya melakukan operasi intelijen militer.

Jabatan Kepala BIA kemudian tidak lagi dirangkap oleh Panglima ABRI. Pasca Reformasi tepatnya pada 1999, BIA diubah kembali menjadi BAIS TNI.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 62 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No 10 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Badan Strategis TNI disebut BAIS TNI bertugas menyelenggarakan kegiatan dan operasi intelijen strategis serta pembinaan kekuatan dan kemampuan intelijen strategis dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.

BAIS dipimpin oleh Kepala BAIS TNI yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Panglima TNI dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Kepala Staf Umum (Kasum) TNI.

Saat ini, Kepala BAIS dipimpin oleh Letjen TNI Joni Suprianto. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala BAIS TNI dibantu oleh Wakil Kepala BAIS TNI yang kini dijabat oleh Marsekal Muda (Marsda) TNI Jemmy Trisonjaya, kemudian tujuh Direktur BAIS TNI, tiga Komandan Satuan (Dansat), Atase Pertahanan serta Penasihat Militer Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dikutip dari buku berjudul “Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan” yang ditulis pengamat militer dan intelijen Dr Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si menyebut, BIN dan BAIS memiliki perbedaan dalam kinerjanya.

”Jadi kalau BIN itu koordinator, single usernya Presiden. Personelnya terdiri dari TNI-Polri, dan PNS lulusan Seno dan Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN). BIN bisa meminta informasi penting dari BAIS. Sedangkan, BAIS ini murni institusi militer, personelnya militer semua. Informasi intelijennya untuk dijadikan modal keputusan Panglima TNI. BAIS itu intelnya Panglima TNI. Kalau perbandingan di Amerika Serikat ada Defense Inteligence Agency (DIA),” ujarnya. (Sindonews)

Shares: