News

Ribut dengan Tetangga, Satu Keluarga di Aceh Besar Diusir

Foto: Hamdan memperlihatkan bukti surat pengusiran dirinya kepada wartawan di Banda Aceh, Minggu, 19 Januari 2020. (Muhammad Fadhil/popularitas.com)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Kabar kurang sedap datang dari Gampong Meunasah Beutong, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Karena ribut dengan tetangga, salah satu keluarga yang menetap di desa tersebut diusir sepihak oleh kepala desa setempat.

Keluarga yang menjadi korban pengusiran itu adalah Hamdan (45), warga Gampong Lambaro Seubon, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Bersama istrinya Atriani, mereka sudah menetap di Gampong Meunasah Beutong belasan tahun lalu.

“Orang tua kami asli warga Gampong Meunasah Beutong, jadi rumah tersebut peninggalan orang tua kami, sejak sebelum tsunami kami sudah tinggal di sana,” kata Hamdan kepada wartawan di Banda Aceh, Minggu, 19 Januari 2020.

Hamdan menceritakan, pengusiran tersebut berawal dari pertikaian mereka dengan tetangga dua tahun lalu. Penyebabnya adalah gara-gara istrinya menegur agar memotong dahan pohon jambu yang mengarah ke atap rumahnya.

“Kami menegur baik-baik agar dahan jambu dipotong, karena hampir tiap tahun kami harus mengganti atap rumah yang rusak akibat dahan tersebut,” ujarnya.

Hamdan menilai teguran tersebut menyebabkan sang tetangga tersinggung sehingga melaporkan kejadian tersebut pada keluarganya. Tak lama berselang, keluarga sang tetangga datang ramai-ramai dan melakukan penyerangan terhadap rumah Hamdan.

Dalam penyerangan tersebut, kata Hamdan, jendela dan pintu rumah mereka mengalami kerusakan. Selain itu, sang istri Atriani juga menderita luka sobek di beberapa bagian.

Kejadian tersebut, lanjut Hamdan, dilaporkan ke pihak kepolisian dan berakhir di pengadilan. Dalam sidang putusan, pelaku hanya divonis beberapa bulan saja sebagai tahanan kota.

Hamdan menjelaskan, pasca kejadian tersebut, mereka terus mengalami hubungan tak harmonis dengan tetangga. Kendati tak mempermasalahkan persoalan tersebut, tetapi dia menyayangkan soal pengusiran yang dinilai sepihak.

“Selama ini kami tidak pernah dipanggil oleh Pak Keuchik, tiba-tiba sudah ada surat pengusiran,” kata Hamdan.

Hamdan mengaku tak bisa menerima soal pengusiran tersebut. Ia bahkan menyesalkan tidak profesionalnya pemimpin desa saat mengambil setiap kebijakan atau keputusan.

“Seharusnya persoalan yang terjadi di desa diselesaikan di desa dengan mufakat, bukan langsung mengusir,” pungkasnya.* (C-008)

Shares: