News

Penguasaan Tanah Oleh WNA Marak di Sabang

Sabang. (net)

POPULARITAS.COM – Siapa tidak mengenal Sabang, suatu pulau yang berada di ujung Barat Indonesia yang memiliki keindahan alam pada sektor wisata bahari yang luar biasa. Tak heran banyak pelaku usaha yang ingin berinvestasi di lokasi tersebut. Hanya saja, akhir-akhir ini muncul fenomena warga asing yang menguasai berbagai lahan di wilayah itu untuk berinvestasi.

Penguasaan itu juga melibatkan orang lokal agar tidak terendus oleh instansi terkait. Praktik perjanjian pinjam nama kepemilikan tanah antara WNA sebagai pemilik asal dan warga lokal sebagai yang tercatat dalam sertifikat hak milik (SHM) juga sudah berlangsung sudah cukup lama.

Para WNA sebagai pengendali atas tanah itu, membangun berbagai insfrstruktur atau mereka berinvestasi tanpa mekanisme yang legal, sebagaimana aturan main di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang menyebutkan investasi asing harus tercatat di BKPM melalui Penanaman Modal Asing (PMA).

Namun, praktik perjanjian pinjam nama (nominee agreement) antara WNA dan warga lokal, membuat aturan yang telah disebutkan di atas dianggap oleh WNA tidak berlaku. Sebab, WNA menggunakan orang ketiga untuk melakukan investasi dan penguasaan tanah, sehingga menyulitkan instansi terkait untuk melakukan pendataan terhadap investasi warga asing di wilayah itu.

Penggunaan nama warga lokal tersebut juga sering dilakukan dengan cara mengatasnamakan saham atau tanah tersebut yang sebenarnya adalah milik WNA, ke atas nama istrinya yang ber kewarganegaraan Indonesia atau di atasnamakan ke atas nama orang kepercayaannya, dan sebagai “pengaman” bagi WNA tersebut.

Pihak warga lokal yang namanya digunakan sebagai orang yang secara hukum tanah tersebut menanda-tangani surat pernyataan pengakuan bahwa tanah/property tersebut bukanlah miliknya, dan namanya hanya “dipinjam”.

Perjanjian nominee agreement jelas merupakan suatu bentuk penyelundupan hukum untuk menghindari peraturan yang mengatur bahwa orang asing adalah tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang hak milik atas tanah di Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (1) UUPA.

Dimana disebutkan dengan jelas bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, serta dengan jelas mengatur bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hak milik.

Kepala Seksie Pendaftaran dan Penetapan Hak Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh, Pitra menyebutkan, warga negara asing hanya bisa menggunakan tanah dalam hal sebagai hak guna banugunan (HGB), hak guna usaha (HGU) dan hak pakai.

“Boleh, hanya untuk HGB, HGU dan hak pakai,” kata Pitra saat dikonfirmasi popularitas.com, Rabu (14/4/2021).

Namun, jika ada perjanjian antara kedua belah pihak (WNA dan WNI) itu juga harus mengacu pada pasal 1320 KUH Perdata kemudian untuk aturan kepemilikan tanah sudah ada ketentuan yang mengatur tentang itu.

Jika perjanjian tersebut melanggar ketentuan yang ada, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Jika mengarah ke pidana atau perdata, kata Pitra, maka sertifikat yang dikeluarkan menggunakan atas hak yang salah atau illegal.

“Maka sertifikat tersebut termasuk dalam kategori cacat administrasi, maka konsekuensinya sertifikat tersebut dapat dibatalkan,” ujar Pitra.

Kamuflase

Keberadaan investor asing yang menggunakan warga lokal untuk berinvestasi di Sabang bukan hal yang baru. Praktik ini memang sudah umum diketahui oleh warga sekitar.

Dengan menggunakan warga lokal sebagai ‘pengaman’ untuk berinvestasi, WNA bisa jauh lebih aman dan bakal tidak terganggu dengan aturan-aturan yang berlaku. Sebab yang mengajukan izin adalah badan usaha atau perseorangan lokal, maka dianggap sebagai penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Selama ada akte notaris, NPWP dan persyaratan lainnya dipenuhi maka negara juga mengakui bahwa usaha itu legal dengan pemilik usaha adalah yang memohon. Hanya saja hal itu tidak dibenarkan apabila investor asing menggunakan nama warga lokal untuk mengurus segala perizinan.

“Jika pemohon ini sebagai kamuflase dari investor asing, maka ada resiko bagi investor asing tersebut. Jika ada perselisihan, maka negara menganggap perusahaan/usaha tersebut milik pemohon (WNI yang mengajukan izin, namanya di akte notaris, NPWP),” kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Martunis kepada popularitas.com, Senin (14/4/2021).

Shares: