News

Pengadaan Benih dan Bibit di Aceh Diduga Bermasalah

BANDA ACEH (popularitas.com) – Pengadaan bantuan pemerintah selama beberapa tahun terakhir diduga kerap tumpang tindih dengan program yang ada di kabupaten dan kota di Aceh. Seperti halnya bantuan pengadaan benih dan bibit di empat SKPA yang ditelusuri oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) pada dua tahun terakhir.

“Khususnya pada empat dinas, dinas DLHK, Distanbun, Dinas Perikanan dan Peternakan. Di sana terdapat seribu sekian paket dengan anggaran Rp300 miliar lebih. Beberapa catatan dalam temuan itu, hampir rata-rata pengadaan yang dilakukan oleh empat dinas ini, jenisnya juga dilakukan pengadaan yang sama di kabupaten kota,” ungkap Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik MaTA, Hafidh, kepada awak media Selasa, 27 Agustus 2019 siang.

Berdasarkan temuan MaTA juga didapati adanya paket-paket kecil yang dipecah untuk menghindari pengadaan. MaTA menduga kebijakan tersebut berkaitan erat dengan keinginan para pihak untuk menghindari tender. “Dugaan kita ada potensi tumpang tindih yang besar antara kabupaten kota dengan provinsi. Nah, tidak hanya untuk kasus yang kita tracking dua tahun ini, kasus-kasus sebelumnya (juga sama) baik penerima bantuan rumah, penerima bantuan dhuafa, penerima bantuan boat, dari dulu juga (terindikasi hal serupa),” kata Hafidh.

Dia menyebutkan pihaknya kerap bersengketa saat hendak mengakses daftar penerima bantuan di beberapa dinas tersebut. Pihak dinas juga dinilai enggan untuk mempublikasi penerima bantuan tersebut. Belum lagi pengadaan jenis bibit dan benih yang sama juga dilakukan di kabupaten dan kota. “Ini yang menguatkan dugaan kita bahwa ada permainan dalam proses-proses penyaluran bantuan kepada masyarakat,” kata Hafidh.

Berdasarkan data yang diperoleh MaTA mencantumkan jumlah anggaran pengadaan benih atau bibit di empat dinas tersebut dalam dua tahun terakhir dirincikan, Dinas Lingkungan Hidup dengan jumlah paket mencapai 106 buah dan anggaran pengadaan mencapai Rp 22.678.340.000 selama dua tahun. Untuk tahun 2018, DLHK Aceh mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20.237.600.000,- atau sebesar 8,05% dari total belanja DLHK. Sebagai catatan, total belanja DLHK Aceh pada 2018 mencapai Rp 251.447.693.833.

Kemudian pada 2019, DLHK Aceh juga mengalokasikan anggaran pengadan benih/bibit sebesar Rp 2.440.740.000 atau sebesar 1,16% dari total belanja DLHK yang mencapai Rp 210.783.953.985,-. (Untuk alokasi anggaran menurut jenis dan wilayah lihat tabel di bawah).

Selanjutnya di Dinas Peternakan Aceh tercatat ada 16 paket pengadaan bibit ternak, dengan anggaran mencapai Rp 13.808.505.000. Jumlah ini terbagi ke dalam dua tahun anggaran, yang pada 2018 dialokasikan sebesar Rp 13.448.000.000. Alokasi anggaran ini merupakan 9,34 persen dari total belanja Dinas Peternakan Aceh pada 2018 yang mencapai Rp 143.920.586.375.

Sementara pada 2019, Dinas Peternakan Aceh juga mengalokasikan anggaran pengadaan bibit ternak sebesar Rp 360.500.000. Masih berdasarkan data yang diberikan MaTA, diketahui bibit ternak sapi merupakan pengadaan terbanyak selama dua tahun terakhir yang anggarannya mencapai Rp9,7 miliar. Jumlah ini jauh dari pengadaan bibit ternak kerbau dan kambing. (Lihat tabel)

Di Dinas Pertanian dan Perkebunan terdapat 202 paket dengan anggaran mencapai Rp 169.034.401.003 dalam dua tahun terakhir. Pada 2018, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh mengalokasikan anggaran sebesar Rp 97.449.931.003, dan pada 2019 dinas yang sama juga memplotkan anggaran untuk pengadaan benih sebesar Rp 71.584.470.000.

Masih menurut data MaTA, alokasi anggaran yang terindikasi korupsi juga berada di Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh. Di dinas ini terdapat 762 paket dengan anggaran mencapai Rp 129.965.324.777 pada tahun 2019. Jumlah anggaran itu diperuntukkan bagi pengadaan bibit Nila senilai Rp37,8 Miliar, kemudian benih bandeng sebesar Rp26,6 Miliar, serta pengadaan benih udang senilai Rp14,5 Miliar.

Dari lokasi anggaran diketahui Aceh Utara mendapatkan alokasi paling banyak yang mencapai Rp17,1 Miliar. Disusul kemudian Kabupaten Bireuen senilai Rp16,3 Miliar, serta Aceh Besar senilai Rp11 Miliar.

Dari empat dinas tersebut MaTA mencatat total anggaran pengadaan mencapai Rp 335.486.565.780,-

MaTA berharap pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dapat mempublikasikan daftar penerima manfaat serta lokasi penerima anggaran, yang dapat dilakukan di momentum perencanaan anggaran 2020. Hal ini menurut Hafidh penting karena masyarakat dapat langsung dapat memantau apakah penyaluran bantuan tersebut tepat sasaran.

“Sehingga alokasi anggaran yang dilakukan pemerintah Aceh atau kabupaten/kota dapat benar-benar berdampak bagi target pencapai yang dilakukan oleh pemerintah,” kata Hafidh seraya mendorong BPK RI Perwakilan Aceh untuk melakukan audit khusus terhadap penyaluran bantuan benih/bibit dari pemerintah Aceh.* (BNA)

Shares: