News

Peneliti ungkap fenomena alam terkait tsunami di Aceh 

Peneliti Jepang teliti tiga masa krisis di Aceh
Ilustrasi, pandangan dari udara memperlihatkan kota Banda Aceh yang hancur akibat tsunami Aceh, 28 Januari 2005. BNPB mencatat 166.080 orang tewas dan 6.245 lainnya hilang akibat disapu gelombang tsunami. REUTERS/Kimimasa Mayama

POPULARITAS.COM – Dua peneliti Universitas Syiah Kuala (USK) dan satu peneliti Universitas Samudera (Unsam) menganalisa parameter fisika pada tanah/batuan di bawah permukaan dengan metode geolistrik resistivitas. Mereka menemukan sedimen tsunami berpengaruh pada tumbuhan kebun warga.

Penelitian tersebut disponsori oleh eRispro LPDP dengan tema riset keilmuan. Peneliti ini diketuai Prof Muhammad Syukri, pakar geofisika lingkungan dari USK bersama Zul Fadhli dari Teknik Geofisika USK dan Sabrian Tri Anda dari prodi Fisika Unsam.

Penelitian tersebut dilakukan di sekitar pesisir Aceh Besar, kawasan Kecamatan Baitussalam. Untuk pembanding dan validasi data, lokasi penelitian juga dilakukan di kawasan tidak terdampak tsunami yaitu di daerah Kuta Baro, Blang Bintang.

Prof Muhammad Syukri mengatakan, peristiwa tsunami delapan belas tahun lalu, masih menyisakan banyak fenomen alam yang belum terungkap dalam ranah keilmuan. Salah satunya adalah pengaruh dari sedimen pada wilayah terdampak tsunami, terhadap tumbuhan-tumbuhan kebun.

“Banyak kebun mayarakat yang sebelumnya tumbuh normal di wilayah pesisir Aceh Besar dan Banda Aceh, tetapi menjadi terganggu bahkan tidak lagi tumbuh setelah peristiwa tsunami 2004,” kata Prof Muhammad Syukri, dalam keterangannya, Senin (8/8/2022).

Hal itu, menimbulkan rasa penasaran tim peneliti. Untuk menjawabnya, tim USK dan Unsam mencoba mencari akar masalah dan melakukan riset bersama. Ia mengungkapkan, hasil kajian menunjukkan bahwa wilayah yang terdampak tsunami, mempunyai nilai konduktivitas tanah yang relatif tinggi sekitar 2-10 Sm-1, serta kadar keasaman atau kebasaan (pH, potential hydrogen) tanah yang rendah.

Ini disebabkan terbawa dan terpengaruh oleh sedimen tsunami dari laut dengan nilai salinitas yang tinggi dan mempengruhi konsentrasi larutan dalam pori-pori batuan. Semakin tinggi konsentrasi larutan yang bersifat elektrolit akan menghasilkan konduktivitas yang tinggi pula, yang mempengaruhi daya serap air pada tumbuhan. Sebaliknya di wilayah tidak terdampak nilai konduktivitasnya berkisar antara 0.002–0.08 Sm-1.

“Pada daerah terdampak ini mengalami gangguan pada beberapa jenis tumbuhan pada kebun masyarakat. Ini disebabkan tumbuhan yang ditanam di daerah terdampak tsunami tumbuh dengan tidak efisien, dikarenakan air tidak mampu diserap secara sempurna oleh tumbuhan,” bebernya.

Di sisi lain, Zul Fadhli menerangkan, pergerakan air cenderung ditarik kembali ke tanah akibat efek dari salinitas konsentrai larutan yang tinggi, akibatnya penyerapan air atau masuknya air ke suatu zat melalui pori-pori tanah pada benih atau imbibisi (osmosis penyerapan air) menjadi terhambat, dan menggangu proses perkecambahan. Akibat dari tekanan osmosis medium tanah tinggi menyebabkan benih sulit berkecambah juga disebabkan konduktivitas listrik yang tinggi.

“Selain itu juga dipengaruhi oleh racun dari ionion penyusun garam pada media, dengan konduktivitas tinggi yang menyebabkan benih sulit berkecambah,” tutur Zul Fadhli.

Selain dengan parameter konduktivitas listrik, juga berkorelasi dengan pH, juga ditunjukkan dengan kadar keasaman atau kebasaan (pH, potential hydrogen) tanah yang lebih rendah. Pada tanah yang subur, biasa memiliki pH netral (6,5-7.0), hal ini akan mempengaruhi ketersediaan hara di dalam tanah.

Sementara itu, Sabrian Tri Anda menambahkan, pada kondisi pH netral maka tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara. Pada daerah terdampak, didapati nilai pH sekitar 5.0-6.4 yang dikategorikan daerah asam.

Hal ini menunjukkan gangguan karakteristik tanah menjadi kurang subur, berkaitan erat terhadap kandungan asam-asam organik, yaitu asam humat dan asam fulvat. Sebaliknya, terjadi di daerah tidak terdampak, didapati kadar pH sekitar 6.5-7.2, yang menunjukan kondisi tanah yang tidak terganggu.

“Para peneliti mencoba memberikan solusi pada dampak gangguan karakter tanah tersebut yang dapat ditanggulangi dengan perlakuan khusus yaitu dengan memberikan kapur, abu dan lumpur sungai secara periodik untuk meningkatkan kembali kadar basa tanah, sehingga tidak lagi terlalu asam,” beber Sabrian.

Shares: