News

Meski Ditolak, Kopi Gayo Masih Berkualitas Terbaik di Internasional

Panen Kopi di Bener Meriah.

BANDA ACEH (popularitas.com) – Isu komoditi kopi Arabika Gayo yang dikabarkan ditolak oleh sejumlah negara Eropa melalui sejumlah buyer (pembeli), karena mengandung zat kimia, masih dalam lingkup kecil. Bukan secara keseluruhan.

Dimana sebelumnya, seorang eksportir kopi Gayo dari PT Ketiara mengatakan, ekspor kopi Gayo ke sejumlah negara ditolak karena zat kimia jenis Glyphosate, yang berasal dari obat semprotan beracun untuk mematikan tanaman seperti rumput, ilalang dan sejenisnya.

Namun, pernyataan itu kembali dipertanyakan oleh Anggota DPRA, Hendra Budian. Ia mempertanyakan apakah yang ditolak tersebut secara keseluruhan atau hanya komoditi milik PT Ketiara saja.

Sebab, kata dia belum ada hasil uji laboratorium terkait persoalan itu. “Pertanyaan pribadi saya apakah kopi yang di tolak itu merupakan keseluruhan kopi gayo atau hanya kopi beliau (PT Ketiara)? sebab sampai saat ini belum ada hasil uji laboratorium tentang hal itu yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata Hendra melalui keterangannya, Jumat, 11 Oktober 2019.

Untuk itu, ia mengharapkan kepada semua pihak tidak membesarkan isu tersebut, yang bisa berdampak pada petani kopi di Gayo. Ia meminta, agar ada investigasi terkait buyer dan pihak-pihak yang menolak kopi Arabika Gayo tersebut.

“Sebaiknya investigasi dulu kepada buyer dan pihak terkait, sebab bisa berimbas ke seluruh petani gayo di tiga kabupaten yang berjumlah 75.000 kepala keluarga, saya khawatir jika berita ini akan meluas ke mancanegara maka pihak buyer mengambil kesempatan, akan menurunkan harga bahkan tidak membeli kopi dari Gayo,” ujarnya.

Ia mencontohkan, jika pembeli mengambil kesempatan menurunkan harga Rp 15.000 perkilo dari estimasi jumlah produksi di tiga kabupaten sebanyak 70 juta perkilo dan pertahun, maka kerugian di tingkat petani mencapai sekitar Rp 1 triliun.

Ia berharap agar hal seperti ini tidak terjadi lagi dikemudian hari. Untuk itu, ia mengusulkan kepada pemerintah untuk mengatur regulasi tata niaga kopi. Jangan sampai, kata dia persaingan bisnis kopi berimbas buruk pada kepercayaan mancanegara yang selama ini telah mengakui kualitas Kopi Gayo.

“Selain merugikan petani, juga merugikan negara. contohnya, koperasi yang bekerja sama dengan buyer juga harus terbuka menyangkut soal Premium Fee untuk menjaga agar kopi tetap organic,” ujarnya.

Sementara itu, salah seorang mahasiswa Pertanian bagian teknologi hasil Pertanian Unsyiah, Auliadin mengatakan, ini merupakan bomerang bagi perekonomian petani di Gayo, jika kabar ditolaknya kopi Arabika Gayo oleh buyer di Eropa benar.

Pemerintah, kata dia sudah seharusnya memberi bimbingan kepada petani tentang dampak yang dihasilkan dari zat berbentuk cairan tersebut. Yang biasanya, digunakan untuk mematikan tanaman rumput dan sejenisnya. (C-007)

Shares: