HeadlineNews

Menimbang Hukum Kebiri Pelaku Kejahatan Seksual Anak Di Ujung Sumatera

Kasatreskrim Polresta Banda Aceh, AKP M Taufik, SIK, mengatakan, pihaknya sedang menimbang, untuk memberikan tuntutan hukuman tambahan terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak, berupa kebiri terhadap pelaku.

KAMIS, 27 Februari 2020, sosok pria berbaju orange, dengan mengenakan sebo, atau penutup muka dan kepala berwarna hitam, dihadirkan oleh Polresta Banda Aceh, dihadapan para kuli tinta, yang telah menunggu sejak pagi.

Sosok pria tersebut, dikenalkan oleh Kapolresta Banda Aceh, dengan inisial RR, 20 tahun, pelaku pencabulan terhadap ponakannya sendiri, anak dari abang kandungnya, dan perbuatan tersebut, telah dilakukannya sejak Juni 2019 terhadap, Mawar, 13 tahun.

Aksi bejat RR, baru terungkap Februari 2020, atau lebih dari 8 bulan, sejak lelaki yang berstatus mahasiswa itu melakukan perbuatan kejinya.

Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Trisno Riyanto SH, didampingi Kasat Reskrim AKP M Taufiq SIK,Kanit PPA Ipda Puti Rahmadiani, STrk dan Kasubbag Humas Iptu Hardi, SH, saat memberikan keterangan pers, terkait dengan kasus pencabulan yang dilakukan RR. FOTO : HUMAS Polresta Banda Aceh.

Perbuatan RR, menambah deretan kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur, yang terjadi wilayah hukum Polresta Banda Aceh. Kombes Pol Trisno Riyanto, Kapolresta Banda Aceh, mengungkapkan, dalam kurun dua bulan saja, ditahun ini, telah terjadi 6 kasus pencabulan anak.

Sementara, dari data yang masuk di Polresta Banda Aceh, berdasarkan laporan polisi, kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat. Pada 2018, terdapat 18 kasus, dan meningkat menjadi 20 kasus pada 2019. Dan itu hanya kasus yang dilaporkan, sebab, bisa jadi, banyak kasus yang tidak dilaporkan oleh warga, katanya.

Nevi Ariani, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) provinsi Aceh, mengatakan, berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, sepanjang tiga tahun terakhir, terdapat 225 kasus kekerasan terhadap anak berupa pemerkosaan yang terjadi di Provinsi Aceh.

Baca juga : Mengapa Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak Aceh Meningkat?

Menurut lembaga tersebut, kekerasan terhadap anak dalam bentuk pemerkosaan, pada 2016 sebanyak 27 kasus, kemudian pada 2017 tercatat sebanyak 102 kasus, dan sebanyak 96 kasus yang sama juga terjadi pada 2018.

Menurut Firdaus Nyak Din, dari Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA), yang dikutip dari Kantor Berita Antara, meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak, setiap tahunnya, dikarenakan ringannya hukuman terhadap pelaku, dan bahkan, ada aksi kekerasan tidak melewati proses hukum, dan mirisnya, masih adanya ruang perdamaian terhadap para pelaku tersebut.

Komisioner KPPAA Firdaus D Nyak Idin di Banda Aceh, Senin (10/2/2020). (ANTARA/Khalis)

Ia juga menyebutkan setahun terakhir ini juga ada kasus kekerasan seksual terhadap anak yang pelakunya tidak dihukum, karena tidak memiliki saksi. Maka, kata dia, itu juga tidak ada yang bisa menjamin bahwa pelaku tidak akan berbuat hal serupa lagi di kemudian hari.

Baca juga : Predator Anak Di Ujung Sumatera

KPPAA sendiri, merilis, sepanjang 2019, berbagai bentuk kekerasan terhadap anak, kekerasan seksual paling banyak korbannya berjumlah 144 orang, kemudian kekerasan psikis 93 orang, serta 87 orang pemerkosaan dan diikuti bentuk lainnya.

Kasatreskrim Polresta Banda Aceh, AKP M Taufik, SIK, mengatakan, pihaknya sedang menimbang, untuk memberikan tuntutan hukuman tambahan terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak, berupa kebiri terhadap pelaku.

“Bisa saja, penyidik Polresta Banda Aceh, menimbang tuntutan hukum tambahan berupa kebiri,” katanya.

FOTO : dailymailindonesia.net

Tentu saja, tuntutan hukuman tambahan berupa kebiri itu, sebagai upaya, agar memberikan efek jera terhadap pra pelaku kekeraan seksual terhadap anak, dan juga sebagai bentuk pencegahan, agar pelaku serupa tidak lagi mengulang perbuatannya.

Untuk menimbang tuntutan tambahan hukuman dengan pemberatan berupa kebiri tersebut, lanjutnya, pihaknya tentu akan membangun komunikasi dengan pihak CJS, yakni hakim, polisi dan jaksa.

Secara aturan, peluang untuk memasukkan hukuman tambahan dengan kebiri itu terbuka, dan tentu saja, selama hal tersebut, dapat memberikan efek jera, maka semua ketentuan yang diatur oleh perundang-undangan akan ditempuh pihaknya. “Kita ingin menyelamatkan generasi, dari para predator seksual anak,” tukasnya.

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, pada 18 Juli 2018, pernah membuat keputusan dengan memvonis, Muh Aris, 20 tahun, warga Dusun Mengelo, Kecamatan Sooko, dengan vonis 12 tahun penjara, dan pidana tambahan berupa kebiri kimia, atas perbuatannya melakukan kekerasan seksual terhadap anak.

Presiden RI Joko Widodo, melalui Perpu Nomor 1 tahun 2016 tentang perlindungan anak, telah melegalkan hukuman kebiri, melalui perundang-undangan tersesebut.

Karena itu, tambah AKP M Taufik, SiK, segala dan upaya penuntutan dengan seberat-beratnya, akan terus ditempuh pihaknya, termasuk, kemungkinan tuntutan tambahan, yakni dengan kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. (DBS/SKY)

Shares: