HeadlineIn-Depth

Masker Bukan Solusi Cegah Corona

BANDA ACEH (popularitas.com) – Perempuan itu bergegas pergi menuju ke apotek di Darussalam, Banda Aceh, tempat biasa menjual masker maupun alat medis lainnya. Tak berapa lama, raut wajahnya tampak berkerut. Malam itu, Selasa (3/3/2020), jarum jam menunjukkan pukul 21.30 WIB. Sebentar lagi dia harus kembali ke asrama pada pukul 22.00 WIB, tapi masker belum didapat.

Beberapa hari sebelumnya dia sudah mencari di beberapa tempat di Darussalam dan di sekitarnya. Semakin dibikin bingung, mahasiswa yang baru kuliah di Banda Aceh itu masih minim informasi tempat-tempat menjual masker lainnya.

“Jadi, gimana ni, kawan Husna juga cari belum dapat,” ujarnya.

Husna (19) mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala (FKP Unsyiah), tampak bingung. Setiap apotek maupun mini market disinggahi, masker yang dicari semua kosong.

Masker yang dicari bukan karena ketakutan mewabah virus corona yang sudah terjangkit di Indonesia. Tetapi dia membutuhkan alat penutup mulut dan hidung itu, karena ada tugas praktek di laboratorium biologi. Salah satu mata kuliah wajib diikuti setiap mahasiswa semester II di fakultas tersebut.

Meskipun akhirnya dia peroleh masker setelah memberitahukan pada saudaranya. Masker yang dicari belum diperoleh dan dia butuh segera, karena hendak masuk laboratorium biologi.

Sejak beberapa jam Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang positif virus corona, Senin (2/3/2020). Warga mulai memborong masker dan langsung menjadi barang langka hingga sekarang.

Bahkan ada apotek menulis di depan pintu bahwa masker kosong. Begitu juga hand sanitizer ikut ludes terjual. Hand sanitizer merupakan pembersih tangan berbentuk gel berguna untuk membersihkan atau menghilangkan kuman pada tangan, mengandung bahan aktif alkohol 60 persen.

Yang mendorong warga memborong masker, karena khawatir dengan terpapar virus corona. Meskipun di Aceh hingga sekarang belum ditemukan adanya pasien yang positif COVID-19 itu.

Popularitas.com tiga hari lalu mencoba mendatangi sejumlah apotek. Seperti di Darussalam, hingga beberapa apotek lainnya di Banda Aceh. Terakhir sempat berkunjung ke Kimia Farma di Peurada, Banda Aceh. Sampai depan pintu masuk, terdapat tulisan Masker dan hand sanitizer kosong.

Begitu juga Kimia Farma yang ada di Lampineung, Banda Aceh. Pelayan yang sedang bertugas di apotek itu mengaku, masker sudah dua bulan terakhir ini kosong. Pihaknya sudah memesan kembali pada distributor, namun belum juga dikirimkan.

Kelangkaan masker tidak hanya terjadi di Banda Aceh, tetapi juga melanda di beberapa daerah di Tanah Rencong. Karena ada kesalahpahaman warga yang meyakini masker dapat melindungi dari paparan virus yang berasal dari China ini.

Kalaupun ada, dapat dipastikan harganya melambung tinggi. Popularitas mendatangi beberapa apotek dan toko untuk mencari tau soal ini pada awal Maret lalu. Saat itu, satu kotak masker merek Sensi biasanya dibandrol Rp 30-40 ribu melonjak jadi Rp 250 ribu.

Bahkan ada yang menjual seharga Rp 45 ribu per tiga masker, yang ditemukan di salah satu apotek di Kabupaten Pidie Jaya. Meskipun naik, warga tetap berbondong-bondong membelinya karena menganggap menggunakan masker efektif menghalau Corona, virus yang telah menewaskan ribuan orang di seluruh dunia.

Akibat kelangkaan masker dipenjuru Aceh ini, membuat pihak kepolisian geram. Banyak yang menganggap naiknya harga masker karena adanya mark-up harga hingga tindakan melakukan penimbunan oleh pedagang.

Sehingga Kapolda Aceh langsung menginstruksikan jajarannya ditingkat Polres, untuk melakukan sidak di apotek dan toko yang menjual masker. Dalam situasi saat ini, pedagang juga tidak disarankan untuk menggunakan hukum ekonomi, yang dimana supply kurang demandnya banyak, sehingga pedagang meraup keuntungan berkali-kali lipat dari masker.

“Jangan sampai ada mark-up harga, jangan sampai ini terjadi. Kita sudah instruksikan dari tingkat Polres untuk melakukan pemantauan-pemantauan,” kata Kapolda Aceh Irjend Pol Wahyu Widada.

Wahyu juga mengingatkan dalam situasi ini, pedagang tidak menimbun masker. Menurutnya, siapa saja yang melakukan tindakan itu akan berlawanan dengan hukum, karena merugikan rakyat banyak. Jika kedapatan, pihaknya bakal menindak tegas.

Sejauh ini, belum ada ditemukan pedagang yang melakukan penimbunan masker. Tapi, kata Wahyu, pedagang yang menaikkan harga masker dalam batas wajar, banyak.

“Tapi kalau ini dimanfaatkan oleh orang ya kita hantam. Yang naik-naik sih ada (harga masker), tapi masih tahap wajar,” ucapnya.

Sementara itu, Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Trisno Riyanto langsung menanggapi instruksi Wahyu Widada. Personelnya sudah melakukan sidak dan pemantauan di sejumlah apotek di Banda Aceh. Namun, dari hasil itu, tidak ada ditemukan pedagang yang menaikkan bahkan menimbun masker.

“Kami sudah melakukan pengecekan, turun di lapangan, tentunya kita berkoordinasi dengan dinas terkait, terkait penjualan masker, selama ini di Banda Aceh khususnya yang kita lakukan pengecekan masih normal,” ucapnya.

Masker untuk Orang Sakit

Kelangkaan masker juga terdengar hingga ke telinga Pemerintah Aceh. Kepala Dinas Kesehatan Aceh, M Hanif mengaku stok penjualan dan ketersediaan masker di Aceh, terjadi kekosongan sejak sepekan terakhir.

Untuk itu, pihaknya tidak bisa membagikan masker kepada masyarakat lantaran stok yang mereka miliki juga menipis. Kemudian stok di gudang mereka sangat terbatas.

Masker yang dimiliki saat ini hanya dipersiapkan untuk fasilitas kesehatan di rumah sakit. “Jadi tidak ada kita bagi-bagi untuk masyarakat, karena stok masker itu sangat tipis. Kalau kita bagi, itu nanti kalau ada kasus kita bisa tidak dapat,” katanya.

Penggunaan masker itu, kata dia tidak dianjurkan bagi masyarakat yang sehat. Akan tetapi, tidak dilarang bagi yang ingin menggunakannya.

Namun, lebih diutamakan bagi masyarakat yang sedang dalam kondisi sakit seperti demam, flu, dan batuk. Hanif mengimbau masyarakat tidak perlu memakai masker untuk mengantisipasi penularan virus corona yang mulai merebak di Indonesia.

Menurutnya, jika kondisi daya tahan tubuh dalam keadaan sehat dan kuat, maka tidak akan terinfeksi virus. Kemudian masyarakat tidak perlu panik dan terlalu ketakutan. Ia meminta masyarakat untuk memperbanyak doa agar Allah menjauhkan penyakit tersebut kepada masyarakat Aceh.

“Untuk masyarakat jangan terlalu khawatir, menjaga daya tahan tubuh dan meningkatkan kebersihan diri menjadi salah satu solusi terbaik,” ujarnya.

 WHO dan CDC Amerika Tak Rekomendasi Pakai Masker

Senada yang disampaikan Kadinkes Aceh. lembaga kesehatan publik terkemuka dari Amerika Serikat, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan WHO tidak merekomendasikan yang sehat menggunakan masker.

Seperti diberitakan Tirto.id, CDC, lembaga kesehatan public di Amerika Serikat mengatakan lewat Twitter pada Jumat (28/2/2020) lalu kalau mereka tidak merekomendasikan penggunaan masker. Mencegah Corona, tulis mereka, dapat dilakukan dengan beristirahat di rumah ketika sakit dan mencuci tangan dengan sabun dan air sampai bersih.

Sabtu (29/02/2020) lalu, Eli Perencevich, MD, MS, Profesor Epidemiologi di Universitas Iowa, Amerika Serikat mengatakan di Forbes bahwa orang sehat pada umumnya tidak perlu memakai masker jenis apa pun, baik itu masker wajah, surgical mask, masker N95, atau masker respiratori.

“Tidak ada bukti bahwa mengenakan masker akan melindungi orang dari Corona. Malah, jika cara mengenakannya salah, mereka dapat meningkatkan risiko infeksi karena akan lebih sering menyentuh wajah,” katanya. Dr. Perencevich.

Menurut dia, orang sakit harus menggunakan masker ketika keluar rumah, agar tak menularkan ke orang lain. Begitu pula ketika di rumah untuk melindungi anggota keluarga.

Selain itu, mereka yang merawat anggota keluarga yang sakit juga perlu menggunakan masker. Cara penggunaan masker yang benar dapat dikonsultasikan dengan dokter atau petugas kesehatan. Yang perlu digaris bawahi dari pernyataan tersebut adalah “orang sakit” yang harus menggunakan masker.

Hal ini selaras dengan pernyataan Representatif World Health Organization (WHO) untuk Indonesia, Paranietharan, Senin 24 Februari lalu. “Yang penting menggunakan masker itu orang sakit, bukan yang sehat,” katanya.

Mereka yang pakai masker juga semestinya tidak asal. “Saat menggunakan masker, jangan dibuka-tutup, pakai tangan, apalagi saat belum cuci tangan,” tambahnya.

Penggunaan masker secara tidak benar dapat meningkatkan risiko penularan karena bakteri dapat menempel pada bagian luar masker. Terlebih, orang-orang cenderung menyentuh wajahnya saat memperbaiki letak masker.

Corona ditularkan melalui tetesan (droplets), bukan udara (airborne) seperti patogen pada TBC atau campak. Tetesan bisa bersifat seperti aerosol pada beberapa virus, namun belum ada bukti Corona dapat menginfeksi lewat hembusan napas.

Ketika seseorang bernapas, ia tidak akan begitu saja terkontaminasi. Penelitian Jing Yan dkk tahun 2018 berjudul “Infectious virus in exhaled breath of symptomatic seasonal influenza cases from a college community” memang menyatakan virus flu dapat menyebar lewat hembusan napas tanpa batuk atau bersin. Namun, riset ini merupakan temuan awal yang masih harus diteliti lebih lanjut.

Justru menurut WHO yang dikhawatirkan bukan tidak memakai masker. Tetapi penggunaan uang kertas dapat menular virus corona. Karena itu WHO menyarankan agar membayar dengan non-tunai.

Dikutip dari The Telegraph dan diberitakan katadata.co.id, covid-19 kemungkinan dapat menempel di permukaan uang kertas selama beberapa hari. Belum ada penelitian terkait hal itu.

Namun, Bank of England juga mengakui bahwa uang tunai dapat membawa bakteri atau virus. Karena itu, WHO mengimbau konsumen mencuci tangan setelah menyentuh uang kertas.

Pertengahan bulan lalu, bank sentral Tiongkok menghancurkan uang tunai yang berpotensi terinfeksi virus corona. Uang kertas yang dihancurkan utamanya yang berasal dari daerah berisiko tinggi terinfeksi covid-19 seperti Wuhan, rumah sakit dan pasar.

Semua bank di Tiongkok pun diminta membersihkan uang tunai dengan disinfektan, sinar ultraviolet dan ditempatkan di ruangan yang suhunya tinggi. Lalu, uang tersebut wajib disimpan selama tujuh hingga 14 hari sebelum dilepas ke konsumen.

Warga Tak Perlu Panik

Pemerintah Aceh telah meminta kepada seluruh masyarakat Aceh agar tidak panic menghadapi wabah virus corona. Meskipun diminta tetap waspada dan selalu menjaga kebugaran tubuh.

Seperti selalu memenuhi asupan gizi yang cukup, kebersihan lingkungan, perbanyak minum air putih dan juga rutin berolahraga. Karena dengan adanya ketahanan tubuh yang prima, dapat mencegah tertularnya virus yang berasal dari Huwan, China itu.

“Yang penting jaga kesehatan, jangan panic, lingkungan bersih dan perbanyak minum air putih, tapi tetap harus selalu waspada,” pinta Hanif.

Hanif dalam berbagai kesempatan selalu mengimbau masyarakat tidak perlu memakai masker untuk mengantisipasi penularan virus corona yang mulai merebak di Indonesia. Menurutnya, jika kondisi daya tahan tubuh dalam keadaan sehat dan kuat, maka tidak akan terinfeksi virus.

“Yang terpenting adalah kita harus hidup bersih dan memperbanyak makan buah, sayur dan protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh,” kata Hanif .

Sesuai arahan Plt Gubernur, kata Hanif, masyarakat tidak perlu panik dan terlalu ketakutan. Ia meminta masyarakat untuk memperbanyak doa agar Allah menjauhkan penyakit tersebut kepada masyarakat Aceh.

Kemudian, Kadis Kesehatan Aceh itu, juga mengimbau agar masyarakat Aceh tidak melakukan perjalanan ke luar negeri untuk saat ini. Sebab, penyebaran covid 19 di sejumlah negara sedang berkembang.

“Kita berupaya jangan ada masyarakat kita tertular di luar (di luar negeri), ditakutkan jika pulang akan tertular di daerah kita,” kata Hanif.

Sementara itu untuk meningkatkan kebugaran tubuh, Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi, Frans Abednego Barus mengemukakan, berbagai jenis tanaman obat keluarga lebih berkhasiat menangkal serangan virus dibandingkan masker.

“Sebenarnya banyak jenis tanaman obat keluarga (toga), di antaranya jahe merah, lengkuas, sereh, daun tembakau itu biasa kita gunakan, itu ramuan jamu silakan gunakan,” katanya di Jakarta, Sabtu (7/3/2020) dikutip antara.

Dokter praktik di Rumah Sakit UKI, OMNI Pulomas dan Hermina itu menyebutkan bahwa fenomena memborong masker di tengah wabah corona (Covid-19) hanya sebagai obat “penenang hati”

“Masker tidak ada gunanya, termasuk di kerumunan. Kalau disebut obat ‘penenang hati’, iya,” katanya.

Frans mengatakan apapun ceritanya, masker tidak mungkin memproteksi kesehatan seseorang hingga 100 persen.

Penggunaan masker, kata Frans, efektif, mencegah kontaminasi virus sekitar 50 hingga 60 persen, tergantung jenisnya.

Namun masyarakat diimbau untuk lebih sering mekonsumsi obat-obatan jenis herbal seperti toga karena sebagian di antaranya telah teruji secara klinis berfungsi sebagai obat medis.

“Gunakan yang sudah terbukti, seperti temu lawak sudah jadi obat atau di kita kenal curcuma. Tadinya bahan jamu gendong penambah nafsu makan, sekarang digunakan sebagai tablet nafsu makan,” ujarnya.

Meski jenis tanaman herbal lainnya belum teruji secara medis memiliki khasiat obat, namun asupan makanan tersebut menjadi bagian dari kearifan lokal yang bisa diperhatikan khasiatnya dalam menambah daya tahan tubuh.

Frans Abednego Barus mengaku, Imunos dan imboost itu sebenarnya herbal tapi impor. Itu bisa digunakan jauh lebih aman. Jangankan anda, dokter juga termasuk dirinya masih sering menggunakannya.[]

Reporter     : Nurzahri, M Fadhil, M Irwan

Writer         : Dani

Editor         : A.Acal

Shares: