HukumNews

Kasus Abdullah Puteh Masih Berlanjut di PN Jakarta Selatan

BANDA ACEH (popularitas.com) – Kasus penipuan yang mengganjal mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 1140/Pid.B/2018/PN JKT.SEL. Pada Selasa, 27 Agustus 2019 kemarin, Abdullah Puteh selaku terdakwa bahkan dijadwalkan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi terkait dakwaan penipuan yang dilaporkan PT Woyla Raya Abadi.

Berdasarkan penelusuran popularitas.com di situs resmi PN Jakarta Selatan, diketahui kasus ini dilimpahkan penyidik pada Selasa 2 Oktober 2018 dengan nomor surat pelimpahan B- /APB/SEL/Epp.2/09/2018. Sementara Diana Rezki, SH., LL.M ditunjuk menjadi Jaksa Penuntut Umum.

Dalam dakwaannya, JPU menyebutkan bahwa Terdakwa Abdullah Puteh telah melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.

Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa pada pertengahan tahun 2011, dimana Abdullah Puteh selaku Komisaris PT. Woyla Raya Abadi bertemu dengan saksi Herry Laksmono di pusat perbelanjaan Senayan City di Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut kemudian berlanjut beberapa waktu kemudian di Hotel Borobudur Jakarta Pusat.

Dalam pertemuan tersebut, bunyi dakwaan itu menyebutkan, Terdakwa menyampaikan kepada saksi Herry Laksmono bahwa dirinya memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dari Menteri Kehutanan atas lahan seluas 6.521 Ha, yang terletak di Desa Barunang Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Namun, Terdakwa tidak memiliki modal untuk menjalankan usaha tersebut, terutama untuk pengurusan izin-izin lainnya yang diperlukan agar usaha tersebut dapat dijalankan.

“Untuk itu Terdakwa meminta bantuan saksi Herry Laksmono untuk memodali usaha tersebut dengan menawarkan kerjasama, dimana saksi Herry Laksmono diberikan hak memanfaatkan kayu yang ada dalam areal izin IUPHHK-HTI yang dimiliki Terdakwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 297/Menhut-II/2009 tanggal 18 Mei 2009,” bunyi dakwaan.

Dalam perjanjian, PT Woyla akan mengurus izin pemanfaatan kayu. Herry yang sudah menyetor uang Rp 7 miliar akan mendapat keuntungan dari pemanfaatan kayu yang disimpan di Desa Barunang, Kapuas Tengah.

Puteh kemudian meminta dana Rp750 juta untuk mengurus Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Namun pengurusan Amdal hanya menelan biaya Rp 400 juta. Uang Rp 350 juta yang tak terpakai, tidak dikembalikan ke Herry.

Setelah izin terbit, Puteh tidak menyerahkannya kepada Herry. Sehingga Herry tidak bisa memanfaatkan kayu hasil penebangan sebanyak 32 ribu kubik yang tersimpan di penampungan.

Herry pun melaporkan Puteh ke polisi atas tuduhan melakukan penggelapan. Puteh ditetapkan sebagai tersangka. Kasusnya bergulir hingga pengadilan.

Teranyar, JPU menuntut Abdullah Puteh dengan hukuman 3 tahun 10 bulan penjara atas perbuatannya.

Masih merujuk pada jadwal sidang dengan perkara penipuan yang melibatkan Terdakwa Abdullah Puteh tersebut, diketahui agenda sidang selanjutnya adalah penyampaian Replik yang dijadwalkan berlangsung pada 3 September 2019 mendatang.

Hingga berita ini dipublish, wartawan popularitas.com masih menunggu jawaban dari Abdullah Puteh terkait kasus yang menyeretnya ke PN Jakarta Selatan tersebut. Namun, calon DPD terpilih tersebut belum menjawab pesan yang dikirimkan wartawan melalui aplikasi WhatsApp di nomor +628211083xxxx hingga Kamis, 29 Agustus 2019 pukul 14.40 WIB.* (BNA)

Shares: