HukumNews

YLBHA: JPU memaksa kehendak, menyatakan P21 pada kasus pemerkosaan

Direktur Eksekutif YLBHA, Tarmizi Yakub (kanan). Foto: Rusman/popularitas.com

POPULARITAS.COM – Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Aceh (YLBHA), Tarmizi Yakub menyambut baik putusan Mahkamah Syari’yah (MS) Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), yang memvonis bebas anak berusia 14 tahun di MS setempat.

Dia sebelumnya didakwa melanggar pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum Jinayat Jo UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Kami sebagai tim kuasa hukum dari terdakwa, menghormati dan mengapresiasi putusan majelis hakim MS Blangpidie dengan Register Perkara Nomor: 1/JN. Anak/2022/MS-Bpd pada 25 Juli 2022,” ujar Tarmizi, Rabu (27/7/2022).

Menurutnya, dengan segala keterbatasan baik aturan hukum di qanun serta minim pengalaman hakim dalam mengadili perkara jinayat, namun majelis hakim dapat menegakkan kebenaran dan mewujudkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan.

Meskipun begitu, Tarmizi Yakub juga menyoroti sikap JPU yang dinilai serampangan dalam menerima berkas perkara dan menyatakan berkas lengkap atau P 21. Padahal menurutnya, terhadap perkara anak terdakwa tidak terpenuhi minimal dua alat bukti.

“Perkara ini terkesan dipaksakan, mestinya JPU sesuai hukum, sesuai fakta persidangan anak terdakwa harus dituntut bebas dari segala tuntutan hukum. Karena perbuatan yang dituduhkan dalam surat dakwaan JPU terhadap diri terdakwa sama sekali tidak terbukti di persidangan,” terangnya.

Tarmizi Yakub menilai, JPU semestinya tidak bisa menyatakan perkara tersebut lengkap, tidak bisa pula melimpahkan ke persidangan.

Karena selain terdakwa dan saksi fakta, kakak dan nenek terdakwa membantah tuduhan tersebut, sementara saksi fakta yang lain yang bersama terdakwa yaitu teman-teman terdakwa juga tidak diperiksa sebagai saksi fakta atau saksi yang meringankan untuk terdakwa.

“Karena mengingat perbuatan, locus dan tempus yang dituduhkan kepada diri terdakwa adalah tidak benar, serta teman-teman bersama terdakwa dari pagi sampai dengan sore bersama dan tidak ada perbuatan tersebut,” pleset Tarmizi Yakub.

Ketua Peradi-SAI Banda Aceh tersebut juga menilai jika dakwaan JPU sangat dipaksakan, hal tersebut tergambar dengan jelas sesuai fakta persidangan, di mana peristiwa yang dituduhkan tanggal 17 Desember 2021 namun BAP anak korban dan ibunya tanggal 11 Januari 2022, atau setelah 25 hari peristiwa yang dituduhkan kepada terdakwa serta hasil visum yang telah dilakuan tanggal 17 Desember 2021 oleh dokter dan kembali divisum yang kedua kalinya tanggal 4 Januari 2022 oleh dokter berbeda.

“Bahkan hasil pemeriksaan psikolog yang dilakukan oleh seorang ahli psikologi, dinilai juga tidak berkompeten di bidangnya, baik dengan waktu yang hanya satu jam lamanya dengan metode gambar saja,” tuding Tarmizi Yakub.

Reporter: Rusman

Shares: