News

Walhi Aceh: Publik Berkewajiban Mengawal Pembangunan PLTU 3-4

BANDA ACEH (popularitas.com) – Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh telah menerbitkan Keputusan Nomor 660/301/2019 Tentang Persetujuan kelayakan lingkungan hidup pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Nagan Raya 3 dan 4. PLTU yang memiliki kapasitas 2×200 Megawat tersebut dibangun di Dusun Gelanggang Merak, Gampong Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya untuk PT. Meulaboh Power Generation pada 25 Februari 2019.

Keputusan ini dikeluarkan atas pertimbangan telah dilakukan penilaian AMDAL pada 18 Januari 2019. Selain itu, keputusan tersebut juga bersandar pada penyampaian perbaikan AMDAL tertanggal 23 Januari 2019, sebagaimana surat Ketua Komisi Penilai Amdal Aceh perihal rekomendasi hasil penilaian dokumen AMDAL, RKL dan RPL, nomor 660/002/I/Rekom/KPA/2019 tanggal 24 Januari 2019.

“Sekalipun dokumen AMDAL ditolak Walhi Aceh, PT. Meulaboh Power Generation mendapatkan Izin Lingkungan sebagai salah satu syarat pengurusan izin lainnya dan sudah dimulai kegiatan di lapangan,” ungkap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, Jumat, 19 Juli 2019.

Berdasarkan pantauan Walhi Aceh, saat ini pembangunan PLTU 3 dan 4 Nagan Raya telah masuk pada tahap konstruksi. Artinya, kata M Nur, PT. Meulaboh Power Generation dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan wajib menjalankan AMDAL untuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Namun hasil pantauan Walhi Aceh ditemukan fakta lapangan bahwa ada kegiatan yang kurang sesuai dengan mandat pengelolaan lingkungan dalam AMDAL, seperti truk pengangkutan material tidak ditutup sehingga berdampak pada pencemaran debu, lokasi pekerjaan tidak dipagar tertutup, dan dampak penyiraman jalan membuat jalan berlumpur dan becek.

Namun begitu pihak perusahaan sudah melakukan penyiraman dan menyapu jalan yang dilalui oleh truk pengangkut material setiap selesai perkerasan.

Pekerja konstruksi membersihkan badan jalan dari sisa material | Istimewa

Meskipun sudah sampai pada tahap konstruksi, kegiatan pengadaan tanah di tahap pra konstruksi belum selesai dilakukan PT. Meulaboh Power Generation, sehingga masih ada warga yang belum terpenuhi haknya kerena masih dalam proses administrasi terkait belum selesainya ganti rugi lahan.

Selain itu WAlhi Aceh juga menemukan kegiatan yang tidak tersedia upaya pengelolaan dalam AMDAL, sehingga berdampak pada lingkungan, seperti penimbunan kolam dan pembuangan tanah gambut ke pemukiman penduduk. “Meskipun kegiatan ini atas dasar permintaan masyarakat, namun cukup berbahaya terhadap lingkungan karena pengelolaan dampak tidak ikut dikaji dalam instrumen lingkungan, terlebih tanah gambut memiliki tingkat keasaman yang tinggi,” kata M Nur lagi.

Dia menyebutkan dampak dari kegiatan pembukaan dan pematangan lahan (land clearing) telah mengakibatkan luapan air laut (air pasang) ke lokasi pembangunan PLTU 3 dan 4 Nagan Raya. Kondisi ini diakibatkan oleh pengerukan pasir di bibir pantai sehingga pengamanan pantai menjadi rusak.

Selanjutnya air pasang juga tidak hanya menggenangi lokasi pembangunan PLTU 3 dan 4, tetapi juga masuk ke pemukiman penduduk.

Seharusnya, kata M Nur, PT. Meulaboh Power Generation wajib melaporkan kepada instansi teknis jika timbul dampak lingkungan di luar perencanaan dan prakiraan yang tercantum dalam AMDAL yang telah disetujui. “Namun, hasil konfirmasi Walhi Aceh kepada bidang AMDAL dan Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Nagan Raya, mereka justru tidak mendapatkan laporan atau pemberitahuan terkait sudah dimulainya pekerjaan fisik di lapangan. Dimana DLH Nagan Raya merupakan salah satu institusi dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pembangunan proye tersebut,” ujarnya.

Walhi Aceh juga mengakses informasi izin lingkungan pembangunan PLTU 3 dan 4 Nagan Raya oleh PT. Meulaboh Power Generation kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh. Namun DLHK Aceh tidak menguasai informasinya seperti yang tercantum dalam surat balasannya nomor 555/3195-I.

Dalam penggunaan material timbunan, Walhi Aceh meminta PT. Meulaboh Power Generation untuk menggunakan material galian c yang legal dan ramah lingkungan. Hal ini sebagaimana ketentuan Pergub Aceh Nomor 24 tahun 2009. “Ini penting diperhatikan karena Walhi Aceh menduga material timbunan yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan Pergub tersebut. Tidak hanya pemerintah Nagan Raya, kondisi ini harus menjadi perhatian serius bagi lembaga penegak hukum,” ungkap M Nur lagi.

Untuk itu, kata M Nur, Walhi Aceh juga mendorong pemerintah Nagan Raya untuk serius memantau pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pembangunan PLTU 3 dan 4 Nagan Raya. Begitupula halnya kepada PT. Meulaboh Power Generation untuk melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan mandat AMDAL yang telah disetujui.

“Karena dokumen AMDAL tidak hanya sebatas kajian ilmiah, namun ada konsekuensi hukum jika pemrakarsa tidak mematuhinya,” pungkas M Nur.*(RIL)

Shares: