News

Walhi Aceh Bantah Pernyataan Plt Gubernur Soal Sawit Tak Merusak Lingkungan

Petugas memadamkan api di lahan kelapa sawit, Babahrot, Abdya sejak kemarin, Senin, 1 Juli 2019 | Foto: Ist

BANDA ACEH (popularitas.com) – Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah menegaskan tidak ada perkebunan kelapa sawit di Provinsi Aceh yang merusak lingkungan. Selama ini dirinya menyesalkan adanya informasi negatif yang beredar di negara luar, terkait kondisi perkebunan sawit di Aceh.

Nova menuturkan, isu sawit yang merusak lingkungan membuat harga sawit milik petani di Aceh anjlok saat dijual ke Eropa.

“Tidak mungkin masyarakat Aceh merusak lingkungan, kalau perusakan lingkungan dilakukan, maka minyak kelapa sawit petani Aceh tidak akan dibeli oleh negara luar,” kata Nova Iriansyah, Senin 15 Juli 2019.

Menurut Nova, isu kerusakan lingkungan akibat sawit hanya fitnah belaka. Dampak yang dilancarkan pihak tertentu terhadap komoditas kelapa sawit di Aceh, juga telah berimbas pada turunnya harga jual minyak kelapa sawit (CPO) milik petani yang ada di daerah ini.

Menanggapi pernyataan Plt gubernur Aceh, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, mengatakan hal tersebut berbanding terbalik dengan fakta di lapangan yang ditemukan WALHI Aceh.

Muhammad Nur menyebut, sebagian besar perkebunan kelapa sawit dikuasai oleh perusahaan, hanya sebagian kecil milik masyarakat. Selama ini masyarakat lebih banyak menjadi buruh di perkebunan-perkebunan kelapa sawit milik perusahaan.

Dia menjelaskan, kehadiran perkebunan kelapa sawit di Aceh menjadi ancaman bagi masyarakat yang berada di sekitar Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan.

“Kasus yang kerap kali terjadi adalah konflik lahan masyarakat dengan perusahaan. Selain itu juga terganggunya keseimbangan ekosistem yang berdampak buruk bagi kestabilan lingkungan sekitar,” kata Muhammad Nur, Selasa 16 Juli 2019.

Pembukaan lahan dengan cara membakar masih sering dilakukan sehingga menimbulkan dampak yang serius bagi pencemaran lingkungan. Tidak hanya itu, terganggunya koridor satwa memicu terjadinya peningkatan konflik satwa di tengah masyarakat.

Dalam rentan waktu lima tahun terakhir, Walhi Aceh mendapatkan sejumlah permasalahan terkait perkebunan kelapa sawit di Aceh, seperti sengketa lahan masyarakat dengan HGU perkebunan kelapa sawit yang sampai hari ini belum kunjung selesai dan telah berdampak serius terhadap hilangnya wilayah kelola rakyat di Aceh, sebagaimana yang terjadi antara masyarakat Trumon Timur dengan PT. Asdal Prima Lestari di Aceh Selatan, dan beberapa kasus lainnya di Abdya, Bireuen, Aceh Tamiang, Nagan Raya, dan Aceh Barat.

Dampak yang dirasakan masyarakat tidak hanya hilang wilayah kelola, juga terjadi ancaman dan intimidasi terhadap warga yang mencoba memperjuangkan haknya, bahkan berujung pada tuntutan hukum.

Begitu pula halnya dengan pengelolaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Aceh yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat. WALHI Aceh mendapatkan sejumlah laporan dari masyarakat terhadap keluhan tersebut, seperti dugaan pencemaran limbah PKS yang ada di Birem Banyeum Aceh Timur, Nagan Raya, Subulussalam, dan Aceh Singkil.

“Di mana dampak dari pencemaran tersebut telah mencemari sumber air masyarakat, mengganggu kehidupan masyarakat akibat bau tidak sedap, serta gagal panen,” pungkasnya. (ASM)

Shares: