News

Trauma Sumarsih Dengar PAM Swakarsa Bakal Hidup Lagi

Trauma Sumarsih Dengar PAM Swakarsa Bakal Hidup Lagi
Ilustrasi. Kelompok masyarakat sipil. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)

POPULARITAS.COM – Ingatan Maria Katarina Sumarsih sejurus terlempar ke memori pahit 22 tahun silam, usai mendengar wacana Pasukan Pengamanan Masyarakat atau PAM Swakarsa bakal kembali dihidupkan.

Setidaknya tiga kata kunci lintas di benak Ibu mendiang Bernadinus Realino Norma Irmawan alias Wawan saat mendengar rencana pengaktifan PAM Swakarsa oleh calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo.

“Wiranto, Kivlan Zen, dan Tragedi Semanggi Satu,” ucap Sumarsih saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Menurut Sumarsih, pembentukan PAM Swakarsa pada 1998 diprakarsai oleh Wiranto yang kala itu menjabat Panglima ABRI. Wiranto, lanjut dia, lantas menugaskan Kivlan Zen yang saat itu menjabat Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal (Purn).

Sumarsih pun melanjutkan, PAM Swakarsa dibentuk untuk menghalau kelompok yang dianggap berseberangan atau menentang kebijakan pemerintah. Salah satu yang dibidik adalah para aktivis yang menolak Sidang Istimewa (SI) MPR pada 1998.

Selain itu menurut dia, pembentukan PAM Swakarsa kala itu juga jadi upaya untuk melindungi nama TNI.

“Jadi memang saat itu, ada pernyataan tuh dari Wiranto supaya tentara tidak disalahkan lagi seperti peristiwa Trisakti. Maka dengan pengerahan PAM Swakarsa itu, nama TNI tidak disalahkan. Jadi, nantinya akan menciptakan konflik horizontal,” lanjut dia lagi.

Wawan, anak Sumarsih, merupakan salah satu mahasiswa korban penembakan Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998 silam. Sampai kini perempuan konsisten mencari keadilan untuk putranya. Salah satunya, menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana Negara.

Sumarsih khawatir, dengan dihidupkannya kembali PAM Swakarsa, mahasiswa ataupun kelompok sipil yang memprotes dan mempertanyakan kebijakan pemerintah bukan saja akan dihadapkan pada aparat melainkan juga sesama sipil. Sebab itulah yang terjadi pada 1998 silam.

Keberadaan PAM Swakarsa pada 1998 silam kata Sumarsih, menciptakan konflik horizontal sesama masyarakat, antara yang tergabung dalam PAM Swakarsa dengan yang di luar itu.

“Nanti mahasiswa tidak hanya berhadapan dengan tentara dan polisi tapi juga masyarakat sipil yang dipersenjatai dengan bambu runcing,” kata Sumarsih mengingat.

Ingatan serupa diungkap aktivis HAM yang juga Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid. Saat itu, ia mengungkapkan, pengerahan Pam Swakarsa yang berbasis kelompok sipil digunakan untuk membendung kelompok mahasiswa yang menentang

“Saat itu mobilisasi pengamanan sipil itu dilakukan untuk membela kepentingan pemerintah yang berkuasa dan meredam gerakan mahasiswa dengan cara-cara penuh intimidasi. Usaha untuk menghidupkan pengamanan sipil ini sangat kuat,” terang Usman dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV.

Ingatan serupa diungkap aktivis HAM yang juga Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid. Saat itu, ia mengungkapkan, pengerahan Pam Swakarsa yang berbasis kelompok sipil digunakan untuk membendung kelompok mahasiswa yang menentang

“Saat itu mobilisasi pengamanan sipil itu dilakukan untuk membela kepentingan pemerintah yang berkuasa dan meredam gerakan mahasiswa dengan cara-cara penuh intimidasi. Usaha untuk menghidupkan pengamanan sipil ini sangat kuat,” terang Usman dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV.

Rencana pembentukan kembali PAM Swakarsa mengemuka ketika uji kepatutan dan kelayakan Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo. Di hadapan anggota Komisi III DPR RI pada Rabu (20/1) lalu, dia menyampaikan bakal menghidupkan kembali PAM Swakarsa demi mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sebelum Listyo mengutarakan rencana menghidupkan lagi PAM Swakarsa, Kapolri Jenderal Idham Azis terlebih dulu meneken peraturan mengenai PAM Swakarsa melalui Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020.

Dalam aturan itu masyarakat sipil akan dilibatkan dalam PAM Swakarsa yang tergabung dalam Satuan Pengamanan (Satpam) dan Satuan Keamanan Lingkungan (Satkamling).

Selain diprotes keluarga korban Tragedi Semanggi I dan Amnesty Internasional Indonesia, kritik lain datang dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Peneliti KontraS Rivanlee Anandar mendesak Kapolri mencabut peraturan mengenai PAM Swakarsa. Sebab menurut dia, sejumlah pasal dalam aturan tersebut berpotensi menimbulkan masalah hingga rentan akan penyalahgunaan wewenang.

“Beberapa bunyi pasal dalam perpol memiliki celah hukum yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal, tindakan represif, serta pengerahan massa secara tidak akuntabel,” rinci Revanlee kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/9).

Sementara itu terpisah Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti meyakinkan kemunculan PAM Swakarsa kali ini akan berbeda dengan 1998 silam. Menurut dia, organisasi ini bakal menjadi bagian dari reformasi di tubuh Polri.

Ia pun menjamin lembaganya bakal mengawasi jalannya PAM Swakarsa bentukan baru Polri tersebut.

“Nah, kalau kaitannya para militer, saya juga kan aktivis 90-an dan saya tahu tindakan-tindakan represif dari pemerintah orba saat itu,” kata dia dalam wawancara dengan CNN INdonesia TV.

“Kami tidak akan diam kalau misalnya, kalau tindakan-tindakan seperti itu terulang itu. jadi teman-teman jangan khawatir, kalau misalnya ada keragu-raguan, saya sampaikan konkret saja. Nanti kalau Pak Listyo sudah dilantik, bisa berkomunikasi duduk bersama dengan kawan-kawan [aktivis] apa yang dimaksud dengan PAM Swakarsa,” lanjut dia.

Menurut Poengky, PAM Swakarsa bukan hal baru. Mengacu pada Pasal 3 Peraturan Polri tentang PAM Swakarsa, kelompok ini terdiri atas Satpam, Satkamling, dan pranata sosial/kearifan lokal.

Dalam praktiknya nanti lanjut dia, PAM Swakarsa terintegrasi dengan Polri.

Poengky mencontohkan, “misalnya, di lingkungan pertokoan, ada satpam yang jaga, terus di situ ada pencurian. Nah satpam bisa membantu polisi untuk langkah awal. Kemudian diserahkan pada polisi.”

Kendati penjelasan Poengky tak disertai dengan urgensi pembentukan kembali PAM Swakarsa. Karena itu Usman Hamid dalam diskusi serupa pun melontarkan kritik dan menganggap pernyataan Poengky kontradiktif.

Bagaimanapun, lanjut Usman, rencana PAM Swakarsa perlu diperjelas. “Karena pernyataan Kapolri itu bahaya: menghidupkan kembali PAM Swakarsa,” ungkap dia dalam diskusi yang sama.

Sebab jika disebut bawah PAM Swakarsa bukan hal yang baru, maka menurut Usman, menjadi wajar ketakutan akan keberadaan kelompok ini kembali membayangi. Mengingat, bentrok yang terjadi pada 1998 antara PAM Swakarsa dengan masyarakat sipil.

“Kalau bahasanya begitu, artinya, [PAM Swakarsa] itu sesuatu yang memang sudah mati lalu dihidupkan kembali. Dalam artian itulah kemudian banyak penolakan melihat kilasan historis PAM Swakarsa 1998,” tutur Usman lagi.

“Itu memunculkan pertanyaan, karena ini bukan sesuatu yang baru, karena satpam dan siskamling sudah ada,” ucap Usman.

Usman menegaskan, yang perlu digarisbawahi adalah urgensi pembentukan atau pengaktifan kembali PAM Swakarsa harus berdasar keinginan masyarakat, bukan semata kemauan Polri.

“Jadi kata kuncinya yaitu terletak pada kemauan, kepentingan dan, kesadaran masyarakat,” pungkas dia.[]

Sumber: CNNIndonesia

Shares: