FeatureHeadline

Tol Sibanceh Mulai Menyerpih Api

Tol Sibanceh Mulai Menyerpih Api
Jalan masuk tol si Banceh di Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar. Doc Humas Pemerintah Aceh

POPULARITAS.COM – Bangun Rumah Toko (Ruko) tampak berdiri kokoh terletak di pinggir jalan nasional Medan-Banda Aceh, Gampong Teungoh Drien Gogo, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie.

Bangunan berwarna coklat dipadu kuning dan orange itu tak lama lagi akan rata dengan tanah. Begitu juga sejumlah bangunan yang ada di di sekitar gedung itu juga bakal dibongkar.

Bangunan Ruko dua muka berlantai dua itu dibangun sejak 2016 lalu, selesai pada 2018 lalu. Hingga sekarang Ruko milik Bukhari (55) belum dipelgunakan. Bangunan itu tampak di halaman ada rerumputan, kendati tak ada sampah yang berserakan.

Bukhari tampak berdiri terpaku, menatap bangunan Ruko yang dibangun dengan pundi-pundi rupiah yang dikumpulkan sendiri. Sambil berhela nafas, lalu Bukhari menunjukkan lahan tanah seluar 200 meter serta bangunan ruko dua muka dua lantai miliknya.

Bangunan itu tak lama lagi akan rata dengan tanah, karena terdampak pembangunan jalan masuk jalan tol Sibanceh di Padang Tiji. Melalui toko dan sebidang tanah miliknya, akan dijadikan jalur masuk tol pertama di Aceh yang menghubungkan ke Sumatera Utara.

Bukhari bukan menolak keberadaan tol tersebut. Secara prinsip ia mengaku sangat mendukung adanya tol di Tanah Rencong. Tetapi yang ia tak terima, bangunan yang baru dibangun itu dibongkar, namun nilai ganti rugi tak sepadan.

Dia mengaku harga pasaran toko itu sekarang kisaran Rp 500 juta hingga Rp 600 juta per unit. Tetapi yang membuat dia tak terima, harga ganti rugi pembongkaran Roku itu hanya Rp 171 juta per unit. Tentunya cukup jauh timpang nilai dengan harga pasaran saat ini.

Menurutnya, harga yang dibandrol untuk ganti rugi pembongkaran Ruko miliknya oleh pihak Panitia Pengadaan Tanah Tol Sibanceh tidak wajar. Ia pun mengaku tidak bisa menerima bila hanya dibayar dengan nilai seperti itu.

“Kami keberatan dengan harga yang ditetapkan itu,” kata Bukhari beberapa waktu lalu kepada popularitas.com.

Selain Ruko, Bukhari juga terdampak pemangunan Tol Sibanceh sebidang tanah seluas 200 meter. Kendati nilai ganti rugi per meter kisaran Rp 414 ribu. Meskipun harga pasaran harga tanah per meter saat ini mencapai Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu.

Yang tidak terima nilai harga ganti rugi terdampak pambangunan jalan tol Sibanceh bukan hanya Bukhari. Ada tiga rekannya lagi juga bernasib yang sama.

Usai melihat Rukonya yang tak lama lagi akan rata dengan tanah, Bukhari kemudian mengajak popularitas.com mengobrol di sebuah warung kopi, sore Minggu (6/9/2020) sekira pukul 17.00 WIB. Di sana ada tiga warga lainnya bernasib sama dengan Bukhari.

Mereka itu Sayuti, Tarmizi, Hurriman yang diketahui sebagai pemilik lahan maupun bangunan yang terkenak dalam Proyek Srategis Nasional (PSN) pembangunan jalan tol Sibanceh.

Di pinggir jalan nasional tepatnya di Gampong Teungoh Drien Gogo, Padang Tiji, Kabupaten Pidie itu sendiri dikabar akan dijadikan sebagai pintu masuk Tol Sibanceh  hingga tembus ke Banda Aceh.

Dalam rencana garapan proyek srategis nasional itu, tentunya terdapat lahan-lahan masyarakat yang tersebar di 15 desa di Kecamatan Padang Tiji, yang terlebih dahulu harus dilakukan pembebasan oleh panitia pelaksana pengadaan tanah untuk jalan tol Sibanceh itu.

Terdapat sekira 20 persil atau petak tanah milik masyarakat yang terletak di Gampong Teugeh Drien Gogo, Padang Tiji yang hingga kini belum rampung dilakukan pembebasan oleh pihak panitia.

Selain itu, harga lahan kebun masyarakat yang terkenak dampak proyek srategis nasional itu juga dibadrol dengan harga yang murah, permeter Rp 108.000.

Sedangkan untuk lahan di pingir jalan nasional Banda Aceh-Medan, desa setempat dibandrol harga sekira Rp 414.000 permeternya. Nominal harga yang ditentukan oleh pihak panitia pengadaan tanah untuk Jalan tol itu dianggap oleh pemilik lahan tersebut sangat tidak wajar.

Sejatinya mereka semua sangat mendukung pembangunan jalan tol itu, namun apalacur, biaya ganti rugi atas kekayaan mereka yang terkenak dampak proyek srategis nasional itu dinilai sangat tidak wajar.

Yang berakibat dia dan 15 pemilik lahan dan bangunan lainnya menolak menjual tanah dan bangunanya tersebut, jika harga belum sesuai. Tentu ini riak-riak dari pembangunan tol Sibanceh bakal menyerpih api, bila tidak segera diselesaikan.

“Kalau pembangunan jalan tol kita sangat mendukung, tapi kita tidak sepakat dengan nominal harga tanah milik kita yang diberikan itu,” jelasnya.

Kata dia, dalam penentuan biaya ganti rugi tersebut lahan dan bangunan yang terkenak dampak proyek tol tersebut. Pihaknya panitia tidak pernah melakukan musyawarah dengan pemilik lahan. Tiba-tiba saja pada Januari tahun 2020, pihak pelaksana pengadaan tanah untuk jalan tol langsung menyodorkan resume harga yang sudah ditentukan yang tidak wajar itu.

Setali tiga uang, Tarmizi (58) yang lahan kebun miliknya seluas 1.336 meter yang juga terkenak dampak dari proyek pembangunan jalan tol tersebut juga mengeluhkan hal yang senada. Murahnya biaya ganti rugi membuat dia juga menolak menjual tanah warisannya itu, karena hanya dihargai Rp 108.000 permeter.

Sambil membenarin latak kacamata berwana putih bergagang hitam yang dikenakanya. Tarmizi mengenang saat pertemuan perdana tentang sosialisasi rencana pembangunan jalan tol tersebut di Padang Tiji. Saat itu jelasnya pihak panitia memberikan anggan-angan yang sangat menggiurkan.

Bahkan jika ada tempat usaha masyarakat yang terkenak dampak jalan tol tesebut, katanya, pihak panitia bukan hanya menganti biaya bangunan dan lahan, namun juga menjanjikan akan menganti biaya sewa tempat usaha lain.

“Dulu mereka janji, kita punya tempat usaha, tempat usaha kan sudah diambil, untuk sewa tempat lain, selama ada yang lain juga akan dihitung juga dijanjikan dulu. Sampai ke situ dijanjikan,” jelasnya.

Namun ucap manis saat pertemuan perdana itu tak sesuai dengan fakta yang terjadi saat rencana realisasi ganti rugi pembebasan lahan untuk proyek tol tersebut.

“Dulu malah ganti untung plus-plus-plus disebut-sebut, tiga kali plus malah. Namun saat ini bukan lagi ganti untung mereka bilang, malah menjadi ganti sewajarnya,” sindirinya.

Penilaian Tarmizi biaya ganti rugi pembebasan jalan tol tersebut tidak wajar bukan tanpa alasan. Dia yang sadar tanah warisannya itu akan dijadikan sebagai lokasi jalan tol, sehingga diapun harus mencari tanah lain sebagai pengganti untuk anak-anaknya.

Sambil menarif nafas panjang, Tarmizi menyebutkan harga tanah yang rencana dia beli itu Rp 200 ribu permeter atau dua kali lebih mahal dari biaya ganti rugi lahan milik yang terkenak dampak proyek srategis nasional itu.

“Jika harganya segitu, saya tetap menolak, karena tidak wajar, kita minta harga sesuai yang sesuai,” ujarnya.

Sayuti yang duduk di paling ujung sebelah kanan di barisan tiga orang lelaki yang menolak biaya ganti rugi yang tidak wajar itu, dia tampak irit bicara. Namun sesekali mulutnya tampak  bergerak-gerak, dengan nada suara yang rendah namun tegas dia mengatakan, sangat tidak setuju dan menolak 4 persil lahan miliknya dengan luas antara 7000 hingga 8000 meter itu diharga dengan sangat murah.

Lahan kebun miliknya itu berjarak sekitar 1,5 meter dengan kabupaten, serta 500 meter berjarak dengan jalan nasional hanya dihargai Rp 108.000 permeter itu, menurutnya sangatlah tidak wajar, dan dia hanya menuntut biaya ganti rugi Rp 200.000 permeter.

Dia tak menampik, sudah ada beberapa orang pemilik lahan yang sudah menerima nominal ganti rugi dari pantia pengadaan tanah pembangunan jalan tol Sibanceh.

“Ada yang terima karena mereka tidak mau berurusan, karena dibilang di bawa ke pengadilan,” ungkapnya.

Senada dengan tiga orang pemilik lahan tersebut, Hurriman yang memiliki lahan 128 meter dan satu bangunan satu lantai juga terdampak pembangunan jalan tol tersebut juga menolak biaya ganti rugi tersebut.

Tangan kiri Hurriman kemudian mengambil sebuah amplob berwarna kuning yang di dalamnya berisi resume harga biaya ganti rugi pembebasan lahan untuk jalan tol. Lalu dia membuka amplop tersebut yang dipegang sejak tadi.

Pria berperawakan kumis tipis, kulit sau matang itu menyebutkan, bangunan toko miliknya hanya dibadrol Rp 50.400.000, atau permeternya hanya Rp 1,2 juta. Sedangkan tanahnya yang juga berada di pinggir jalan nasional hanya dihargai Rp 414 ribu permeter.

Hurriman dan 15 orang lainnya yang menolak harga ganti rugi yang tidak wajar itu sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh.

Penolak nominal biaya ganti rugi bukan hanya dilakukan sebatas dengan ucapan, namun mereka semua sudah membuat pernyataan permohonan peninjauan ulang nilai ganti rugi yang ditujukan ke “Kepala Pelaksana Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol” Kakanwil BPN Aceh.

“Pernah kami komplain langsung ke Kanwil BPN Aceh agar dapat meninjau ulang penetapan harga yang akan diganti rugi. Karena saya tidak layak dan tidak sesuai,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Kabupaten Pidie, Farizal saat dikonfirmasi popularitas.com, pada Minggu malam (6\9\2020) tentang pasaran nominal harga tanah di pinggir jalan nasional tepatnya di Padang Tiji, akan melihat terlebih dahulu.

“Kalau itu mesti kita cek list ke camatnya dulu itu. Besok lah,” katanya.

Camat Padang Tiji, Irwan saat dikonfirmasi popularitas.com Senin (7/9/2020) membenarkan, dari total 15 desa di wilayah setempat yang lahan masyarakat terkenak dampak proyek jalan tol, sekira 16 orang yang lahan di Gampong Teungoh Drien Gogo belum rampung dilakukan pembebasan. Akibat terkendala nominal ganti rugi.

“Seperti di Gampong Drien Gogo, banyak yang belum bebas. Ya mungkin tidak ada kesesuain harga masyarakat dengan BPN,” ujarnya.

Jelasnya, pasaran harga tanah di pinggir jalan nasional di Padang Tiji, berkisar Rp 400 ribu permeter.

“Mungkin untuk bayar ganti rugi jalan tol begini, kan mereka mengambil harga wajar, bukan mengambil harga pasaran. Walau harga pasaran pun mungkin orang, karena ada jalan tol makanya orang ada yang mau dengan harga tinggi,” ungkapnya.

Jalan tol Sibanceh sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo seksi 4 Blang Bintang – Indrapuri sepanjang 13,5 kilometer, pada Selasa (25/08/2020).

Jokowi saat itu bahkan memuji pemerintah Aceh pembahasan lahan untuk pembangunan jalan tol pertama di Aceh ini begitu cepat. Dari 74 kilometer yang akan dibangun, lahan yang sudah bebas mencapai 80 persen.

“Pembebasan lahan di Aceh paling cepat sepanjang yang saya tau, sudah 80 persen, ini cepat sekali,” kata Jokowi.

Dengan cara seperti itu, pembangunan jalan tol di Aceh bisa lebih cepat untuk beroperasi penuh. Ia juga meminta daerah lain untuk mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh Aceh untuk membebaskan lahan.

“Cara seperti di Aceh ini, agar bisa diterapkan ditempat lain, agar bisa beroperasi penuh. Bila beroperasi, waktu tempuh akan semakin cepat,” ujarnya.

Ia meminta Gubernur Aceh untuk menyambungkan jalan tol tersebut dengan sentra pariwisata, industry, dan lokasi UMKM untuk mendongkrak perekonomian di Aceh secara luas.

“Saya titip ini kepada Gubernur, saya minta disambungkan ke sentra pariwisata, industri agar bermanfaat untuk warga Aceh. Kita harap Aceh bisa jadi epicentrum ekonomi di Pulau Sumatera,” ucapnya.

Tol Sigli – Banda Aceh terdiri dari 6 (enam) seksi yaitu Tol Sigli-Banda Aceh seksi 4 (Indrapuri – Blang Bintang) merupakan jalan bebas hambatan pertama yang hadir bagi masyarakat Aceh.

Seksi 1 Padang Tiji – Seulimum (24,3 km), seksi 2 Seulimum – Jantho (7,6 km), seksi 3 Jantho – Indrapuri (16 km), seksi 4 Indrapuri – Blang Bintang (13,5 km), seksi 5 Blang Bintang – Kuta Baro (7,7 km) dan seksi 6 Kuto Baro – Baitussalam (5 km).

Meskipun Jokowi memuji kecepatan pembebasan lahan pembangunan tol Sibanceh. Ternyata masih ada riak-riak kecil yang terjadi di akar rumput. Kondisi ini tentu bila terus dibiarkan tanpa ada penyelesaian, dikhawatirkan semakin menyerpih api konflik lahan.[]

Reporter: Nurzahri

Editor: Acal

Shares: