HeadlineIn-Depth

Tidak ada Korupsi di Jembatan Kilangan Singkil, benarkah??

Tidak ada Korupsi di Jembatan Kilangan Singkil, benarkah??
Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Kejaksaan Tinggi Aceh (Kejati), Banda Aceh, Rabu (9/3/2022). (Riska Zulfira/popularitas.com)

JEMBATAN Kilangan di Aceh Singkil, bisa disebut jembatan terpanjang di provinsi ujung barat Sumatra. Ya, panjangnya mencapai 400 meter, belum termasuk oprit atau segmen jalan yang menjadi penghubung jembatan dengan jalan raya. Oprit di bangun pada kedua ujung sepanjang 60 meter dan 80 meter.

Proses pembangunan jembatan ini terbilang cukup lama, awal kontruksi dimulai sejak 2014 dan ditargetkan rampung pada 2022 mendatang, artinya tuntas di bangun selama delapan tahun.

Sejak awal di canangkan pada 2014, pemerintah kucurkan anggaran senilai Rp8,9 miliar, dan selanjutnya pada 2015 Rp3,6 miliar. Namun pada 2016 proyek macet akibat perusahaan pelaksana di putus kontrak.

Pada era pemerintah selanjutnya, pembangunan jembatan dimulai kembali pada 2017, dan dialokasi anggaran sebesar Rp9,09 miliar, dan 2018, Rp11,92 miliar, dan pada 2019 kembali dianggarakan sebesar Rp48 miliar.

Pelaksana proyek pada tahun 2019, dimenangkan oleh PT Sumber Cipta Yoenanda, dengan anggaran senilai Rp42,8 miliar. Dan dalam pelaksanaannya, BPK menemukan aroma kolusi dan bau tidak sedap dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Dari Laporan Hasi Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Aceh atas laporan keuangan pemerintah Aceh tahun anggaran 2019, proyek Pembangunan Jembatan Kilangan diduga terjadi pelanggaran, dan melanggaran ketentuan yang berlaku.

Indikasi itu, tertuang dalam LHP BPK RI yang dituangkan pada tanggal 29 Juni 2020. Menurut lembagan itu, tender proyek jembatan kilangan tahun anggaran 2019 terjadi proses post bidding. 

Post bidding sendiri merupakan tindakan mengubah, menambah, mengganti dan ataupun mengurangi dokumen pengadaan dan ataupun dokumen penawaran setelah batas waktu pemasukan penawaran berakhir. 

Melakukan post bidding secara sengaja sama artinya dengan melanggar pasal 7 ayat 1 huruf g Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dalam aturan itu dinyatakan, semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa mematuhi etika antara lain menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau pun kolusi.

Masih menurut BPK RI, pelaksanaan evaluasi pengadaan paket pekerjaan jembatan Kilangan yang berlokasi di Aceh Singkil yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan IV Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Aceh, dan dari hasil pemeriksaan, Pokja tidak melaksanakan evaluasi kualifikasi sesuai dengan dokumen pemilihan.

PT Sumber Cipta Yoenanda (PT SYC) sendiri, sebagai pemenang tender, melakukan perikatan kontrak dengan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) PUPR, dengan nomor perjanjian 31-AC/BANG/PUPR/APBA/2019 tanggal 2 Juli 2019 dengan nilai kontrak sebesar Rp42,95 miliar.

Selanjutnya dalam laporannya, BPK RI menyebut laporan auditor independen atas laporan keuangan PT SYC yang di upload dan di revisi sebagai dokumen palsu.

Temuan BPK lainnya, pekerjaan yang dilakukan oleh PT SYC memiliki jangka waktu 169 hari kalender, dimulai pada 5 Juli 2019 dan dilaporkan selesai dilaksanakan, dengan bukti serah terima berita acara pekerjaan nomor 620/BID-PBJ/2275/2019 tanggal 16 Desember 2019, dan pekerjaan tersebut telah dibayar lunas.

Faktanya, hasil temuan BPK RI, hingga Januari 2020, pekerjaan tersebut belum tuntas dilaksanakan sesuai dengan jadwal kontrak.

Rabu (9/3/2022), puluhan mahasiswa yang menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa Rakyat Aceh (AMARAH) gelar demo di depan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. Tuntutan mereka agar institusi Adhyaksa itu mengusut kembali kasus dugaan adanya korupsi dan kolusi dalam pembangunan jembatan kilangan.

Kordinator Aksi dari AMARAH, Muhammad Nafis, dalam demontrasi itu meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh yang baru, Bambang Bachtiar untuk menuntaskan kasus adanya aroma korupsi dalam proyek pembangunan Jembatan Kilangan.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh sendiri, telah menerbitkan surat perintah penyelidikan (Sprindik) bernomor Print-02/L.1/Fd.1/01/2021 tanggal 19 Januari 2021 untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan jembatan kilangan.

Namun, kurun waktu sejak Sprindik itu diterbitkan, publik dikagetkan dengan pernyataan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Aceh, Rahardjo Yusuf Wibisono yang menerangkan bahwa, pihaknya telan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus Jembatan Kilangan.

Penegasan Aspidsus Kejati Aceh itu dikatakannya menanggapi aksi demo mahasiswa dari AMARAH.

“Dari hasil penyelidikan, tidak ditemukan unsur kerugian negara, sebab itu kasus ini dihentikan,” katanya kepada popularitas.com, Kamis (9/3/2022).

Dia menerangkan, pihaknya telah melaukan pengecekan ke lokasi, meminta pendapat ahli, dan juga ekspose kasus tersebut di depan Pimpinan. Sehingga dalam proses itu tidak ditemukan bukti yang cukup untuk meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan. Karena itu, kasus ini telah dihentikan, dan untuk kemudian diterbitkan SP3, terang Aspidsus Yusuf Rahardjo.

Namun begitu, Aspidsus tidak menutup ruang untuk membuka kasus ini kembali Jika nantinya ditemukan bukti baru terkait dengan adanya penyelewengan. Dirinya juga memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membawa data, bukti atau hal lainnya, demikian Yusuf Rahardjo Wibisono.

 

Editor : Hendro Saky

Shares: