FeatureHeadline

Tetap Semangat di Usia Setengah Abad

Umi Norizan (jilbab merah) tak kalah semangat menimba ilmu meski usianya tak lagi muda | Foto: Al Asmunda

SORE itu, mengenakan jilbab merah dan baju kurung, Norizan Binti Razali adalah orang yang pertama datang ke kampus. Tas ransel warna hitam bertengger di punggungnya. Dia baru saja keluar dari masjid melaksanakan salat ashar dan kemudian buru-buru naik ke lantai tiga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar Raniry.

Di kalangan mahasiswa UIN Ar Raniry dan mahasiswa Malaysia yang menuntut ilmu di Aceh, Norizan akrab disapa Umi. Sapaan itu melekat karena Umi adalah memang seorang ibu-ibu dari negeri jiran Malaysia. Usianya memang tak muda lagi. Namun, semangat tinggi Umi untuk menempuh pendidikan tak kalah jauh dengan anak muda usia belasan. Kini umur Umi 55 tahun.

Sebelumnya, ibu dengan 6 orang anak ini, sudah menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah sampai jenjang D3, di salah satu kampus di Malaysia. Umi berhasil meraih ijazah D3 tahun 2015. Namun dia tak puas hanya sampai disitu.

“Kalau mau lanjut di Malaysia lama. Butuh 5 tahun lagi. Jadi Umi tanya-tanya sama kawan-kawan, ‘dimana ya yang cepat biar dapat S1?’ Kawan-kawan menyarankan Indonesia,” kata Norizan, Rabu, 20 Maret 2019.

Umi lalu berburu kampus di Indonesia. Awal mulanya, Umi menyambangi kampus UIN di Riau. Namun, dia merasa tidak kerasan tinggal di daerah tersebut.

“Dipilih Aceh ini, karena Aceh masyarakatnya itu mengamalkan syariat Islam. Umi merasa lebih tenteram dan aman, sebab itu pilih Aceh. Setelah melihat kampus-kampus lain di Indonesia, teman-teman Umi juga menyarankan di Aceh,” katanya.

Menuntut ilmu sampai ke Aceh itu didorong juga oleh kondisi anak-anaknya yang kini sudah mandiri. Hanya si bungsu, yang masih kuliah di Malaysia. Anak-anak yang lain sudah bekerja dan bekeluarga.

“Jadi Umi berfikir daripada sendirian di rumah, lebih baik nyambung belajar lagi, walaupun bukan untuk bekerja tetapi demi menambah ilmu sendiri saja,” ujarnya.

Umi lantas memilih UIN Ar Raniry dan mengambil jurusan Hukum Keluarga. Dia mengaku senang mempelajari hal yang berkaitan dengan keluarga dan kehidupan sehari-hari.

Umi bercerita, bukan tanpa alasan jurusan itu dipilihnya. Berbilang 5 tahun lalu sebelum keberangkatan ke Aceh, biduk rumah tangganya karam setelah mengarungi samudara kehidupan berpuluh tahun.

“Umi sudah pisah (cerai). Tapi tak suka juga bersedih-sedih ya. ini sudah ketentuan Allah,” katanya, seutas senyum turut mengambang di pipinya.

Norizan saat ini baru menjalani semester dua. Di kampus, Umi dikenal aktif. Dia bahkan menjadi orang tua angkat bagi mahasiswa asal Malaysia yang kuliah di UIN Ar Raniry. Pun begitu bagi mahasiswa Aceh, Umi adalah panutan dalam menempuh pendidikan.

Norizan mengaku pernah bertemu dengan seorang mahasiswa yang mengaku putus asa untuk melanjutkan kuliah. Dia pun berkisah. Pertemuan dengan mahasiswa tersebut berlangsung tanpa sengaja sesaat dirinya sedang pulang kuliah. Saat itu, Umi melintasi jalan yang biasa dilalui untuk pulang ke kost. Namun, dari dalam sebuah warung, seseorang menyapanya untuk singgah.

“Dia minta Umi untuk nak singgah. Mukanya tampak kelihatan gelisah waktu itu,” kenangnya.

Lalu orang tersebut meminta Umi duduk sejenak bersamanya. Dia ingin mendengar cerita Umi yang tak putus asa menempuh pendidikan sekalipun umur sudah berkepala lima.

Orang itu, kata Umi, sudah tak ingin lagi melanjutkan kuliah. Tapi, pada suatu malam, dia membaca kisah Umi yang dibuat oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pers Sumberpost UIN Ar Raniry. Dia jadi tersentak. Niatnya ingin berhenti kuliah terganggu oleh kisah Umi tersebut. Hingga akhirnya mahasiswa itu memutuskan ingin berjumpa dengan Umi.

“Dia bilang, dia malu sama Umi. Kenapa Umi mampu, kenapa dia tidak. Umi bercerita padanya, setiap masalah itu pasti ada jalan keluar asal kita bersungguh-sungguh selesaikan,” ceritanya, mengulang kisah pertemuan dengan mahasiswa yang tengah putus asa itu.

Umi lalu menasehati mahasiswa tersebut. Dia menerima petuah Umi dengan lapang hati.

“Dia janji untuk gagalkan niat nak berhenti kuliah,” katanya tersenyum.

Pembawaan diri sebagai seorang ibu membuat teman-teman sekelasnya merasa nyaman berteman dengan Umi. Meski usia yang terpaut jauh, nyatanya Umi bisa menyesuaikan diri bergaul dan saling belajar bersama dengan mahasiswa yang rata-rata berusia belasan.

Dia juga merupakan sosok ibu yang memiliki minat belajar cukup tinggi. Di kelas pun kerap aktif berdiskusi. Hal itu diakui oleh seorang dosen Umi, Muntazar.

Pria yang mengajar mata kuliah Hukum Pidana itu mengatakan, meski usia Umi tidak lagi sebaya dengan mahasiswa lainnya, tapi dia bukanlah tipe mahasiswa “kupu-kupu” alias yang hanya datang, duduk, dengar, pulang.

“Beliau aktif dan orangnya pun fair. Enak diajak bicara,” katanya.

Dua tahun lagi Umi memasang target untuk bisa mendapat gelar sarjana dari UIN Ar Raniry. Setelah itu, kepada saya Umi mengatakan nantinya ingin melanjutkan pendidikan S2. Dia tak menghiraukan persoalan usia selagi tubuh masih kuat untuk meraih cita-cita.

“Kalau panjang umur ingin melanjutkan S3 juga sebelum usia 65 (tahun),” ujarnya bersemangat.

Prestasi akademiknya di UIN Ar Raniry pun cukup mencengangkan. Di semester lalu, Indeks Prestasi (IP) yang diperolehnya tertinggi di antara teman kelas yang lain.

“IP-nya 3,91. Hanya satu B. Yang lain A. Sesmeter ni Umi pertahankan jangan sampai turun.”

Lalu apa yang sebenarnya ingin diperoleh Umi dari semua ini? Di usia yang seharusnya kini tengah bermain di halaman depan rumah bersama cucu, atau menyiram tanaman kesayangan sebagaimana lazimnya ibu-ibu seusia Umi, mengapa hal itu tak menjadi pilihannya untuk mengisi waktu di senjakala usia?

“Pendidikan itu meninggikan derajat seseorang. Baik di mata manusia, maupun di mata Tuhan. Cukuplah semua ini nanti jadi motivasi kepada anak cucu.”(ASM)

Shares: