HeadlineNews

Terkait Pilkada Aceh 2022, Ini Kata Pengamat

Polemik Pilkada Aceh berakhir 2024
Ilustrasi

POPULARITAS.COM – Pengamat Politik dan Hukum dari Universitas Syiah Kuala (USK), Saifuddin Bantasyam mengatakan, Pilkada 2022 bisa saja digelar dan bisa juga ditunda hingga 2024. Hal ini tergantung dengan pengesahan UU Pemilu terkait pilkada serentak.

“UU adalah representasi dari keinginan parpol di perlamen. Setahu saya, kebanyakan parpol di parlemen ingin 2022, namun ada informasi bahwa PDI-P dan beberapa parpol lain menginginkan 2024,” kata Saifuddin kepada popularitas.com, Jumat (22/1/2022).

Menurut Saifuddin, persamaan dan perbedaan itu adalah hal yang wajar, karena sama-sama memikirkan momentum. Mengingat PDI-P adalah the ruling party, maka mungkin saja arahnya nanti kepada penundaan.

“Tetapi dalam pandangan saya, kita di Aceh harus tetap menganggap bahwa pilkada itu 2022. Hal ini bagus bagi semua pihak, kecuali jika kemudian UU Pemilu menentukan lain,” jelas Saifuddin.

Ia menjelaskan, dalam UUPA yang merupakan kekhusunan Aceh memang disebut pilkada di Bumi Serambi Mekkah setiap 5 tahun sekali. Namun, Saifuddin khawatir jika Pemerintah Pusat, DPR-RI, dan KPU tidak melihat ritual 5 tahunan dalam UUPA itu sebagai suatu lex specialist, bukan suatu kekhususan.

“Nah, karena itu, satunya kesapakatan antara pemprov dan DPRA serta KIP yang ditunjukkan dalam seminggu belakangan ini adalah modal penting untuk melobi Jakarta, meyakinkan Kemendagri dan DPR-RI bahwa pilkada di Aceh pada 2022 adalah suatu keniscayaan,” ujarnya.

“Bicara DPR RI berarti bicara parpol, bicara elite-elite parpol. Jadi, ya harus ada lobi kepada mereka,” tambah Saifuddin.

Menurut Saifuddin, pesan dalam lobi dengan Kemendagri dan parpol itu harus beda. Untuk Kemendagri harus disampaikan bahwa penyelenggaraan Pilkada 2022 itu bagian dari penghormatan terhadap hak orang Aceh.

Selain itu, juga bagian dari upaya menjaga kondusifitas daerah, bagian dari upaya menghilangkan kekecewaan parpol yang ada di Aceh. Sedangkan untuk elite parpol, maka kepada mereka harus disodorkan secara hitam-putih keuntungan yang didapatkan parpol jika pilkada diselenggarakan 2022.

“Bilang saja, tak ada kerugian sama sekali. Yang ada adalah untung dan untung,” papar Saifuddin.

Saifuddin juga menilai KIP Aceh tetap harus berkoordinasi dengan KPU pusat termasuk tentang penyelenggaraan Pilkada 2022.

“Saya sendiri berharap KPU memahami keinginan Aceh, dan jangan sampai diintervensi oleh kepentingan politik kelompok tertentu, intervensi mana juga sarat kepentingan politik praktis,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Saifuddin juga menjelaskan bahwa tak ada perbedaan antara pilkada yang diatur dalam UUPA dengan yang diatur dalam UU lainnya. UU tersebut tetap mengaturnya lima tahun sekali dengan proses atau tahapan yang sama seluruh Indonesia.

“Demikian juga dalam hal pencalonan dan kampanye, semuanya sama. Bedanya hanya nama penyelanggara di Aceh adalah KIP sedangkan di luar Aceh adalah KPU,” jelasnya. []

Editor: Acal

Shares: