KesehatanNews

Sudah Divaksin Bukan Berarti Bisa Kumpul-kumpul, Ini 4 Alasannya

Gubernur Aceh Dua Kali Vaksin Namun Masih Kena Covid, mengapa bisa?
Petugas kesehatan menyuntik vaksin Sinovac kepada Gubernur Aceh, Nova Iriansyah di RSUD dr Zainoel Abidin, Banda Aceh, Jumat (15/1/2021). (Muhammad Fadhil/pupularitas.com)

POPULARITAS.COM – Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia telah dimulai. Beberapa figur, termasuk Presiden Joko Widodo dan petinggi lembaga serta aktor Raffi Ahmad sebagai perwakilan milenial, telah mendapatkan suntikan vaksin pertama tersebut.

Sayangnya, sebagian masyarakat menganggap situasi akan menjadi lebih aman karena kehadiran vaksinasi, termasuk menganggap protokol kesehatan dapat perlahan dilonggarkan.

Lalu, muncul pertanyaan, apakah kumpul-kumpul setelah divaksin diperbolehkan? Para pakar melalui The New York Times, misalnya, mengingatkan bahwa ketika sebagian orang divaksin dan banyak orang lainnya belum mendapatkan vaksinasi, keadaan belum banyak berubah.

Artinya, kita tentu tidak dianjurkan untuk kumpul-kumpul meski sudah divaksin atau pun melonggarkan protokol kesehatan lainnya, seperti memakai masker dan mencuci tangan.

Hal itu penting untuk kesehatan dirinya sendiri dan orang lain. Para ilmuwan kini masih meneliti apakah orang yang sudah divaksinasi masih dapat menyebarkan virus kepada orang lain atau tidak. Meski data awalnya menjanjikan, namun vaksin juga tidak bisa sepenuhnya mencegah penularan.

Jika Anda masih bertanya-tanya mengapa seseorang yang divaksinasi tidak diperbolehkan kumpul-kumpul, berikut penjelasannya:

  1. Vaksin tidak memberikan kekebalan instan

Menurut ABCNews, vaksinasi tidak memberikan kekebalan instan. Vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna, misalnya, membutuhkan dua dosis yang diberikan dalam jangka waktu dua pekan.

Begitu pula dengan Sinovac, vaksin yang telah didistribusikan di Indonesia sekaligus disuntikan untuk Presiden Jokowi, juga diberikan dalam dua dosis. Bergantung pada vaksinnya, diperlukan waktu 4-6 minggu dari pemberian dosis awal untuk mencapai tingkat kekebalan dan perlindungan yang sebanding dengan yang ada dalam uji klinis. Selama periode tersebut, seseorang yang divaksin masih mungkin tertular infeksi dan jatuh sakit.

Sementara itu, ahli virus yang mengembangkan terapi antibodi monoklonal untuk Covid-19 di Universitas Columbia, Dr. David Ho juga mengatakan bahwa efektivitas perlindungan vaksin tidak terbentuk secara instan.

“Efek perlindungan vaksin mungkin memakan waktu setidaknya satu bulan, jika tidak sedikit lebih lama,” katanya, seperti dilansir CNBC.

  1. Sudah divaksin bukan berarti tidak menularkan

Sayangnya, para ilmuwan belum menemukan jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini dan masih mengumpulkan data. Menurut NPR, para ilmuwan masih lebih banyak berfokus pada efektivitas vaksin.

Namun menurut para ahli kesehatan masyarakat, kurangnya pengetahuan tentang hal ini seharusnya membuat masyarakat bertindak seolah kondisinya adalah “bisa menular”.

Dalam kata-kata Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), “para ahli perlu lebih memahami tentang perlindungan yang dapat diberikan vaksin Covid-19 sebelum memutuskan untuk mengubah rekomendasi tentang langkah-langkah yang harus diambil setiap orang untuk memperlambat penyebaran virus yang menyebabkan Covic-19.”

Katakanlah kita telah divaksinasi dan kemudian terinfeksi. Kecil kemungkinannya akan mengembangkan gejala ketika kita sudah divaksinasi.

Meski begitu, sistem kekebalan tubuh kita mungkin tidak mampu sepenuhnya melawan virus tersebut sehingga memungkinkan beberapa virus masih bertahan hidup dan berkembang biak di dalam tubuh.

Sehingga, virus bisa keluar ketika kita bersin, batuk atau bernapas. Namun, belum ada yang bisa memastikan apakah jika itu terjadi cukup sering, kita dapat membuat orang lain sakit akibat virus yang kita keluarkan.

  1. Batas herd immunity masih belum jelas

Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, Anthony Fauci, juga merekomendasikan orang-orang agar tidak mengabaikan protokol kesehatan meskipun sudah divaksinasi.

Protokol kesehatan yang dimaksud termasuk memakai masker, menjaga jarak, menghindari kumpul-kumpul, melakukan aktivitas di luar rumah, hingga rutin mencuci tangan.

Sebab, menurut dia, meskipun angka herd immunity (kekebalan komunitas) nantinya sudah tercapai, kita masih belum tahu pasti seberapa efektif vaksin Covid-19 ini.

Meskipun, jika sudah sekitar 90 persen populasi divaksinasi, kita mungkin tentunya bisa sedikit lebih percaya diri.

“Meski begitu, kita tidak tahu apakah vaksin itu efektif untuk diri kita,” katanya.

Sebab, bahkan pada tingkat keberhasilan 90-95 persen sekalipun, masih ada sekitar 5-10 persen orang yang divaksinasi masih mungkin tertular virus. Hal senada diungkapkan oleh ahli epidemiologi penyakit menular dari Washington State University.

“Imunitas bukanlah sakelar yang bisa dihidupkan dan dimatikan. Jika kekebalan masih di bawah ambang batas herd immunity, virus masih bisa dengan mudah beredar di populasi dan selalu ada kemungkinan vaksin tidak berhasil untuk diri Anda,” ungkapnya.

Meski begitu, menurut CDC, ambang batas herd immunity tersebut masih belum ditetapkan.

  1. Durasi kekebalan tubuh belum diketahui

Kekebalan dari vaksin Covid-19 buatan Moderna Inc, misalnya, diyakini bisa bertahan setidaknya satu tahun. Namun, belum ada penjelasan yang pasti tentang berapa lama vaksin Covid-19 dapat memberikan kekebalan pada orang yang sudah divaksin.

Selain karena virus tersebut masih sangat baru, adanya mutasi virus membuat para peneliti seluruh dunia masih terus mengumpulkan data tentang Covid-19. “Salah satu contohnya vaksin flu diharapkan (diberikan) satu tahun sekali.”

“Mungkin saja Covid-19 diminta satu tahun sekali booster. Kita tunggu saja penelitiannya,” ungkap spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes dari Eka Hospital BSD, DR Dr Indra Wijaya, SpPD-KEMD, MKes, FINASIM.

Sumber: Kompas

Shares: