EdukasiNews

Sosok Malahayati, Panglima Perang Armada Selat Malaka

Perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari sosok para pejuang. Geliat mereka di medan pertempuran mengantarkan kita untuk mengenal jati diri negeri sendiri.

BANDA ACEH – Perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari sosok para pejuang. Geliat mereka di medan pertempuran mengantarkan kita untuk mengenal jati diri negeri sendiri.

Para pejuang itu lahir dari seluruh penjuru, salah satunya di ujung Sumatra Indonesia.   Laksamana Malahayati, sosok perempuan pertama di dunia yang diberi gelar sebagai panglima perang angkatan laut Armada Selat Malaka.

Di atas bukit Gampong Lamreh, Krueng Raya, Kecamatan masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Makam Laksamana Malahayati berdiri kokoh. Panorama bukit barisan menghiasi perkarangan makam bagaikan taman bagi alhmarhumah.  Kondisi makam tampak ditutupi pepohonan rindang. Kicauan suara burung akan menyambut Anda saat berkunjung ke sana.

Makam Laksamana Malahayati, terletak di Gampong Lamreh, tepatnya di  kawasan pelabuhan Malahayati dan pabrik Semen Padang. Untuk menuju ke sana menempuh jarak sekitar satu  jam perjalanan dari pusat ibu kota Banda Aceh.

Setiba di sana dari pemukiman warga, para pengunjung harus menaiki seratusan anak tangga untuk menuju ke makam.  Arsitekur bangunan makam berbentuk segi empat, pinggirannya terpasang keramik hingga ke tiang bangunan. Makam Keumalahayati terdapat enam batu nisan berwarna putih, tiga berada di sisi kepala dan tiga di kaki.

Dikisahkan dalam buku “Perempuan Keumala” karya Endang Moerdepo. Laksamana Keumalahayati yang biasa dipanggil Malahayati menempuh pendidikan di Akademi Militer Mahad Baitul Makdis. Malahayati mengambil jurusan Bahari (Angkatan Laut) sesuai dengan jiwa bahari yang mengalir dalam darahnya yang diturunkan dari ayah dan kakeknya.

Sebelum menjadi panglima angkatan laut, ia menjabat sebagai Komandan Protokoler Istana di Kesultanan Aceh Darussalam. Ketika suaminya Laksamana Mahmuddin bin Said Al Latief gugur dalam pertempuran di  Teluk Haru.

Keumalahayati diangkat oleh Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Mukammil untuk mengantikan posisinya sebagai panglima Armada Selat Malaka. Atas persetujuan Sultan Al Mukammil, ia kemudian memimpin perjuangan dan pergerakan dibantu pasukan Inong Balee (Janda).

Armada Inong Balee berkekuatan 1000 orang membangun kekuatan militernya di Bukit Krung Rayeuk sebaigai benteng pertahanan.  Kepemimpinan Keumalahayati saat itu sukses menjatuhkan dua kapal Belanda yang dipimpin dua bersaudara Coernelis de Houtman dan Federick de Houtman.

Cornelis de Houtman dan beberapa anak buahnya terbunuh. Sedangkan Federick de Houtman ditahan dan dijebloskan ke tahanan Kerajaan Aceh. Peristiwa itu menjadi saksi bagaimana kekuatan sosok panglima laut yang dipimpin oleh seorang wanita.

Salah seorang sejarawan Aceh, Husainai Ibrahim mengatakan, sangat tepat sosok Keumalahayati jika diangkat sebagai tokoh Pahlawan Nasional. Ia menilai sosok perempuan Aceh itu tidak hanya memikirkan nasipnya sendiri tapi juga nasip para Inong Balee yang suaminya telah gugur di dalam pertempuran.

“Sangat besar sosok beliau bukan hanya berjuang pada tataran paling rendah tapi juga ada perjuangan yang sangat besar tidak sama dengan kondisi sekarang yang aman dan damai tapi pada waktu itu justru beliau menghadapi perlawanan-perlawanan yang sangat berat seperti tantangan Portugis dan Belanda,” jelasnya.

Husaini Ibrahim berharap, dalam rangka peringatan hari Pahlawan Nasional ini semoga masyarakat Indonesia khususnya Aceh mampu mengambil pelajaran bagaimana ketangguhan sosok seorang Keumalahati pahlawan yang sangat tegar dalam menghadapi tantangan.

“Beliau adalah seorang wanita tangguh yang tidak memikir kepentingan sendiri tetapi juga orang lain,” jelasnya.

Sementara itu, hal senada juga dituturkan oleh salah seorang aktivis perempuan di kota Banda Aceh, Zubaidah Anwar, ia mengaku saat mendapatkan kabar bahwa Laksamana Keumalahayati akan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, menjadi sesuatu yang menggembirakan bagi perempuan Aceh khususnya.

“Ini memang sudah lama kita tunggu dan nantikan,” jelasnya.

Baginya, sosok yang sangat dikagumi dari seorang Keumalahayati adalah soal keberanian. Zubaidah menilai keberanian Keumalahayati dalam menghadapi medan peperangan adalah hal sangat luar biasa bagi seorang perempuan. Ia punya keberanian untuk menghadang bahkan keberanian untuk mati melawan penjajahan.

Dari sosok itu, Zubaidah menyatakan, implementasi yang harus dipetik oleh perempuan saat ini iala bagaimana keberanian dalam menolak semua penindasan yang dilakukan terhadap wanita.

“Seperti berani menolak kezaliman, ketidak adilah hal-hal yang bisa merusak marwah seorang wanita,” ceritanya.[acl]

Penulis : Zuhri Noviandi

Shares: