FeatureHeadline

Setelah Vonis Mati Dibacakan…

Terdakwa kasus sabu jaringan Aceh-Malaysia menjalani persidangan di PN Banda Aceh, Senin, 18 Maret 2019 | Foto Al Asmunda

DOYOK tampak tertunduk lesu. Pria tersebut meneteskan air mata mendengar putusan hakim. Lelaki yang bernama asli Razali ini mungkin tak menyangka, uang Rp1 juta yang diterimanya medio awal Juni 2018 lalu berbuah penjara seumur hidup untuknya.

Doyok merupakan salah satu terdakwa kasus penyelundupan 50 kilogram sabu-sabu jaringan internasional Aceh-Malaysia. Saat beraksi, dirinya tidak sendiri. Ada beberapa rekan Doyok yang ikut serta meloloskan barang haram tersebut ke Aceh. Aksinya belakangan tercium petugas. Doyok bersama empat rekannya akhirnya diciduk dan berakhir di bangku pesakitan.

Senin, 18 Maret 2019 mungkin menjadi hari penentu bagi Doyok cs. Dia diganjar hukuman seumur hidup atas keikutsertaannya sebagai penyedia moda transportasi lintas Aceh-Malaysia.

Hukuman yang diterima Doyok memang tak seberat M. Albakhir, Azhari, Abdul Hanas, dan Mahyudin. Keempat temannya tersebut justru divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Kelima terdakwa divonis bersalah karena menjadi kurir sabu yang diupah oleh Abu, yang kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Majelis Hakim yang diketuai Bakhtiar tidak membacakan vonis para terdakwa secara bersamaan. Mereka memanggil terdakwa secara terpisah, yang diawali oleh M Albakir dan Azhari.

“Menjatuhkan pidana masing-masing dengan hukuman pidana mati,” kata Ketua Majelis Hakim, Bahtiar.

Majelis Hakim kemudian memanggil Abdul Hanas dan Mahyudin. Kedua teman Doyok ini juga divonis hukuman mati.

Lima Penyelundup Sabu 50 Kg: Empat Dipidana Mati, Satu Seumur Hidup  

Hakim menyebutkan prilaku para terdakwa sangat merugikan masyarakat. Aktivitas mereka sebagai kurir sabu juga dinilai berbahaya. Para terdakwa bahkan disebut-sebut tidak mendukung kegiatan pemerintah dan merusak masyarakat, khususnya generasi muda.

Putusan Hakim ini mendapat reaksi dari Ramli Husen selaku kuasa hukum para terdakwa. Mereka lantas sepakat mengajukan banding karena keberatan atas hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim.

Sebelum tertangkap, kelima terdakwa berhasil meloloskan 12 kilogram sabu-sabu dari Malaysia ke Aceh pada Mei 2018.

Namun, langkah mereka menyelundupkan “barang haram” itu terhenti, saat menjemput sabu-sabu seberat 50 kilogram dengan kapal nelayan. Kelimanya ditangkap aparat Badan Narkotika Nasional dan Bea Cukai di perairan Selat Malaka, Aceh Timur.

Dalam menjalankan aksinya, mereka membagi peran masing-masing. Doyok berperan sebagai pengelola boat yang digunakan menjemput sabu di Malaysia. Sementara itu, Abdul Hanas sebagai penyedia transportasi yang dikelola oleh Doyok. Dia juga sebagai penghubung dengan bandar.

Albakhir dan Azhari bertugas menjemput sabu-sabu ke Malaysia. Sementara Mahyudin menjadi penghubung Abu.

Ramli Husen menyebutkan seharusnya jaksa melihat dari sisi yang berbeda sebelum menuntut.

Dia pun menilai vonis yang dijatuhkan kepada kliennya terlalu berat. Seharusnya, menurut Ramli, kliennya hanya mendapat vonis seumur hidup.

Di sisi lain, Ramli mengatakan alasan perbedaan hukuman yang diterima para kliennya dengan Doyok. Menurutnya Doyok sama sekali belum pernah bertemu dengan empat rekannya tersebut sebelum menjalankan aksi mereka. Doyok sendiri ditangkap petugas saat sedang berada di dermaga di Aceh Timur.

Lebih lanjut Ramli mengungkapkan kelima alasan para kliennya yang mau menjadi kurir sabu karena himpitan ekonomi.

“Seharusnya, Majelis Hakim bisa memutuskan sesuai kondisi mereka. Apalagi, kelimanya sudah mengakui perbuatannya,” katanya.

Atas putusan itu pihaknya akan mengajukan banding. “Harusnya seumur hidup lah. Semua (terdakwa) akan banding, segera akan kita ajukan,” ucapnya.* (ASM)

Shares: