HeadlineNews

Ridwan Nyak Baik : Pejabat BPMA perlu di ganti

Pengamat Migas Ridwan Nyak Baik berpendapat pejabat Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) perlu diganti, guna efektivitas lembaga dapat berkontribusi pada perekonomian Aceh dari sektor minyak dan gas bumi.
BPMA setor pendapatan negara Rp2,74 juta dolar
Kantor Badan Pengalola Migas Aceh. FOTO : bpma.go.id

POPULARITAS.COM – Pengamat Migas Ridwan Nyak Baik berpendapat pejabat Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) perlu diganti, guna efektivitas lembaga dapat berkontribusi pada perekonomian Aceh dari sektor minyak dan gas bumi.

Hal tersebut disampaikan Ridwan Nyak Baik, dalam keterangan tertulisnya kepada popularitas.com, Kamis (16/12/2021).

Tamsilannya seperti ini, sambung pria yang pernah bekerja di Pertamina itu, jika keberadaan BPMA tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan Aceh dari bagi hasil Migas, itu bermakna ‘bautnya kendor’. Mau gak mau yah harus diganti. tukasnya.

Kenapa penting harus ada pergantian pejabat di BPMA, sebab Ia menilai secara regulasi BPMA memiliki peran yang luas, dan strategis bagi Aceh. Namun dikelola olah orang-orang yang tidak memiliki kompetensi yang baik. “Jika BPMA ingin ingin berperan bagi Aceh, ya pejabat yang sekarang harus di evaluasi, jika perlu di ganti semua,” terangnya.

Ia kembali melanjutkan, BPMA telah berkiprah di Aceh dalam kurun waktu enam tahun terakhih sejak proses terbentuknya. Namun dikarenakan di isi oleh para pejabat yang tidak paham Mengelola sebuah badan yang mempunyai otoritas yang besar, sehingga lembaga itu terkesan lamban, dan tidak berpengaruh terhadap perekonomian Aceh, paparnya.

Merujuk kepada aturan, keberadaan BPMA itu dilahirkan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2015, yang merupakan amanat dan perintah UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Pemerintah Aceh.

Jadi, sangat tidak tepat jika BPMA bekerja masih berpatron pada SKK Migas, dan kultur dan budaya kerjanya masih sama dengan lembaga itu.

Dirinya melihat, pejabat BPMA saat ini masih bearoma SKK Migas dalam kerja-kerjanya, karenanya ragu atas kewenangan yang dimilikinya. Seharusnya dengan regulasi yang mendasari BPMA berupa Peraturan Pemerintah, lembaga itu harus lebih banyak melahirkan terobosan-terobosan penting bagi industri minyak dan gas bumi di Aceh.

Sebagai contoh, dalam pengelolaan sumur tua, Ia melihat BPMA masih terpaku pada Peraturan Menteri ESDM nomor 1 tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.

Semestinya, BPMA dapat melepaskan diri dari pola-pola kerja birokrasi ala SKK Migas, sebab sangat berbeda antara BPMA dan SKK Migas, baik aturan yang menangunginya, maupun dalam prinsip-prinsip kerjanya.

SKK Migas itu merupakan Badan Pengelola Kegiatan Usaha Hulu Migas yang di Dina dengan wilayah kordinasi dan pengawasan Menteri ESDM. Nah sementara BPMA itu, merupakan Badan Pengelolaan Bersama Hulu Migas yang dibentuk oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.

“Prinsip-prinsip ini yang tidak dipahami oleh pejabat BPMA saat ini,” tukasnya.

Dia melanjutkan, SKK Migas itu dibentuk oleh Peraturan Menteri ESDM, dan sementara BPMA lahir dari Peraturan Pemeritah dan perintah UU. Jadi, terangnya kemudiah, sangat keliru jika BPMA bekerja hanya meniru dan berpatron pola kerja SKK Migas.

Ketika memahami konteks tersebut, maka pejabat BPMA harus menyadari strategisnya keberadaan lembaga itu. Karena memiliki otonomi, dan kemandirian kelembagaan yang Kuat. Pemahaman ini penting di pupuk dan menjadi perspektif para pejabat BPMA dalam melahirkan terobosan penting bagi tumbuh dan lahirnya industri Migas di provinsi ujung barat Sumatara ini.

Seharusnya, BPMA harus memiliki prakasa, dalam upaya promosi daerah-daerah potensial yang masih sangat terbuka. Pengelolaan bersama juga belum dielaborasikan lebih jauh oleh organisasi tersebut.

“Sehingga keterlibatan BPMA terkesan menunggu laporan atau bertidak setelah kejadian. Keraguan dalam bertindak, biasanya disebabkan oleh regulasi yang ambigu (mendua) atau sebab kekurangan kompetensi SDM,” ungkapnya.

Sambung Nyak Baik, hal tersebut hanya dapat dilihat dari Curriculum Vitae (CV) pejabat tersebut dengan jabatan yang diduduki apakah pada posisi The right man in the right place, atau malah the right man in the wrong place.

Masih kata Dia, untuk kontek Aceh, harusnya BPMA bisa menggunakan perannya untuk memprakarsai aturan tersendiri, untuk seterus diusulkan agar dapat ditetapkan oleh Gubernur Aceh dan Pemerintah Pusat.

Namun, kita sangat menyesalkan para pejabat BPMA saat ini tidak memahami konteks itu, sehingga kinerjanya ala-ala birokrasi, dan dampaknya hari ini sama-sama terlihat, peran lembaga itu sama sekali tidak berkontribusi bagi pendapatan Aceh dari sektor Migas.

Agar hal serupa tidak lagi terulang, penting untuk segera dilakukan perombakan total terhadap para pejabat BPMA yang ada sekarang. Sebab, personil BPMA seharusnya adalah orang-orang yang paham tentang prinsip-prinsip keberadaan BPMA, otonomi yang dimiliki, Dasar kelahirannya, sehingga mampu bekerja dan melahirkan banyak inisiatif dan terobosan, demikian Ridwan Nyak Baik menerangkan.

 

Editor : Hendro Saky

Shares: