News

PSDKP membiarkan kapal pukat harimau beroperasi di Aceh Timur

Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) membiarkan kapal pukat harimau (Trawl) beroperasi di perairan Aceh Timur, selama bulan Ramadhan.
Ilutrasi, nelayan menggunakan pukat trawl. (Net)

POPULARITAS.COM – Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) membiarkan kapal pukat harimau (Trawl) beroperasi di perairan Aceh Timur, selama bulan Ramadhan.

Kebijakan tersebut lahir dalam rapat koordinasi antara PSDKP dengan Komisi I dan Komisi II DPR Aceh, Kamis (7/4/2022).

Dalam rapat ini, PSDKP sepakat untuk melakukan cooling down atau keringanan bagi nelayan Aceh Timur yang mengoperasikan alat tangkap Trawl selama Ramadhan.

“Kita tetap melakukan peraturan yang ada, hanya saja kali ini kita lakukan cooling down selama bulan Ramadhan, mengingat nasib dari para nelayan,” kata Sub Koordinator Operasional Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pangkalan PSDKP Lampulo, Herno Adianto.

Herno menjelaskan bahwa kebijakan tersebut hanya berlaku di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 571 atau perairan Selat Malaka. Selain itu, kapal Trawl ini hanya boleh beroperasi di wilayah 20 mil ke atas.

“Pemberlakuaan cooling down ini untuk perairan Aceh Timur, berdasarkan kesepakatan bersama tadi, sedangkan untuk wilayah barat tetap kita lakukan patroli,” tutupnya.

Dalam kesempatan itu, Herno menyebutkan bahwa pihaknya beberapa waktu lalu menangkap delapan nelayan Aceh Timur karena menggunakan kapal Trawl. Dalam penangkapan itu, satu unit kapal turut diamankan.

Herno menjelaskan, penangkapan dilakukan saat pihaknya melakukan patroli di perairan Selat Malaka. Petugas lalu menemukan kapal Trawl dengan nama KM Bunga Seroja, sehingga dilakukan pemeriksaan.

“Dari hasil pemeriksaan kapal ini menggunakan alat tangkap Trawl yang sebenarnya dilarang karena berbahaya untuk ekosistem laut,” katanya.

Herno melanjutkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, kapal Trawl yang diamankan memang memiliki dokumen perizinan, namun semua perizinan tersebut sudah tidak berlaku lagi.

Delapan nelayan Aceh Timur itu, terang Herno, telah melanggar Qanun No 7 tahun 2010 serta UU No 45 tahun 2009 Pasal 9 ayat 1 tentang perikanan. Di mana di regulasi tersebut dijelaskan penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem dilarang untuk dioperasikan.

“Penangkapan yang kita lakukan terhadap nelayan Aceh Timur bukan hanya karena penggunaan Trawl saja, akan tetapi mereka tidak memiliki perizinan berusaha surat layak operasi penangkapan,” kata Herno.

Meski demikian, tambah Herno, PSDKP saat ini sedang berupaya agar nelayan yang ditangkap itu tidak masuk ke ranah pidana.

“Kita upayakan tidak sampai ke jalur hukum, akan tetapi, tetap proses sesuai ketentuan yang berlaku sesuai permintaan DPRA agar diselesaikan tanpa hukum,” katanya.

Shares: