News

Program Peremajaan Sawit di Aceh Utara Diduga Bermasalah

Peremajaan pohon sawit di Aceh Utara, yang diduga bermasalah. [Foto: Razali]

LHOKSUKON (popularitas.com) – Pemerintah telah membantu pembiayaan petani sawit dengan menyalurkan dana Rp 25 juta per hektare, melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan program peremajaan (replanting) perkebunan kelapa sawit.

Namun, proyek yang disalurkan untuk tujuh kelompok tani di kabupaten Aceh Utara diduga bermasalah. Aroma tak sedap terkait dugaan penyimpangan terendus, tujuh Poktan penerima dana hibah miliaran rupiah itu diduga penggunaannya dengan sewenang-wenang.

Mulai dari pengalihan uang dari rekening masing-masing anggota ke rekening Poktan ditengarai tidak transparan, penumbangan pohoh kelapa sawit dan pengadaan benih sawit, juga tidak dilaksanakan sesuai Peraturan Kementrian Pertanian (Permentan) RI Nomor: 18/Permentan/KB.330/5/2016 Tentang Pedoman Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit.

Dalam Permentan jelas disebutkan bahwa, ‘peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit dapat dilakukan dengan melanjutkan pola kemitraan yang telah ada maupun pola lainnya dalam hubungan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan’

Permentan tersebut juga menjelaskan tentang sistem peremajaan kelapa sawit, bahwa penumbangan dilakukan dengan cara menumbang dan mencacah (Chipping) dengan menggunakan alat berat.

Tanaman ditumbang searah dengan jalur penanaman dan disusun dalam rumpukan dengan arah utara selatan di area bekas jalan kontrol (pasar pikul). Setelah ditumbang dan dirumpuk di areal bekas jalan kontrol, maka batang kelapa sawit langsung di cacah (chipping).

Pencacahan batang/pelepah dilakukan menggunakan excavator dengan bucket khusus untuk chipping. Pencacahan batang dilakukan dengan dimensi tebal 5-20 cm dengan arah potongan membentuk sudut 45 o-60 o.

Pencacahan batang dimaksudkan untuk mempercepat proses dekomposisi. Pantauan di lapangan, peremajaan kelapa sawit mengabaikan Permentan. Dalam peremajaan sawit tidak dilakukan chipping, kemudian benih sawit yang ditanam usianya 6-8 bulan atau belum layak tanam.

Kemudian pemindahan uang dari rekening masing-masing anggota petani ke rekening kelompok tani, tanpa ada pernyataan tertulis dari petani.

Beberapa anggota petani yang ditemui popularitas.com, mengaku tidak mengetahui terkait dana dan pengelolaan peremajaan sawit itu. Kebanyakan petani hanya mengetahui pengutipan uang pendaftaran, persyaratan seperti sertifikat tanah dan pembukaan buku rekening baru.

“Kami selaku petani tidak tahu apa-apa. Yang kami tahu daftarnya dipungut biaya, kemudian disuruh buat rekening pribadi. Uang masuk ke rekening kami dan dipindahkan ke rekening kelompok sampai pengelolaannya pun kami tidak tahu,” ungkap salah seorang petani yang enggan menyebut namanya, Kmais, 14 November 2019.

Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disbunnak Keswan) Aceh Utara, Lilis Indriani mengatakan, ada tujuh kelompok tani di kabupaten Aceh Utara yang menerima dana replanting sawit dari BPDPKS sebesar 25 juta per hectare.

Totalnya seluas seluas 1.146,5 hektare yang tersebar di tujuh lokasi di daerah ini, dan dikelola oleh tujuh kelompok tani dan koperasi. Yaitu di Gampong Seureuke Kecamatan Langkahan seluas 624,2 hektare dikelola oleh Koperasi Sejahtera Mandiri, di Gampong Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon 93,8 hektare oleh Kelompok Tani Aman Jaya, Gampong Lhok Asan Kecamatan Geureudong Pase 58,1 hektare oleh Kelompok Tani Bunga Tani.

Selanjutnya di Gampong Sidomulyo Kecamatan Kutamakmur 97,1 hektare oleh Kelompok Tani Bijeh Mata, dan seluas 108,2 hektare oleh Kelompok Tani Udep Sare. Berikutnya di Gampong Alue Leuhob Kecamatan Cot Girek 96,4 hektare oleh Kopbun Bukit Makmur, serta di Gampong Cot Girek Kecamatan Cot Girek 68,5 hektare oleh Kelompok Tani Satu Rumpun.

Dana tersebut dijelaskan Lilis, langsung ditransfer ke rekening masing-masing petani. Namun, terkait pelaksanaan peremajaan perkebunan kelapa sawit, pihaknya mengaku tidak tahu menahu perihal itu. Sebab pengelolaannya ditangani langsung oleh kelompok itu sendiri, sementara pihak dinas hanya selaku pengawas.

Saat ditanyai lebih lanjut tentang pedoman peremajaan kelapa sawit, Lilis menjelaskan bahwa soal pelaksanaan di lapangan seperti penumbangan kelapa sawit dan pengadaan benih sawit tidak ada peraturan yang mengikat dari pemerintah.

“Boleh ditumbang dengan dicacah, boleh tidak. Mengenai usia benih sawit juga terserah, boleh 6-8 bulan dan yang penting bersertifikat,” ucapnya. (C-006)

Shares: