EkonomiHeadline

Produsen Tahu dan Tempe Minta Pemerintah Segera Kendalikan Harga Kedelai

Produsen Tahu dan Tempe Minta Pemerintah Segera Kendalikan Harga Kedelai
Ilustrasi tahu (Pixabay.com)

POPULARITAS.COM – Produsen tahu dan tempe meminta pemerintah untuk segera mengendalikan harga kedelai – sebagai bahan baku tempe dan tahu di Indonesia.

Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gapoktindo) Aip Syarifudi meyakini, pemerintah mampu mengendalikan bila cepat mengambil langkah strategis.
Bila pemerintah segera mengambil sejumlah langkah penyesuaian dengan situasi yang terjadi. Ia memprediksi harga kedelai di pasaran akan kembali normal pada Februari – Maret 2021.

“Pemerintah diharapkan dapat segera melakukan penanaman kedelai lokal yang diperkirakan panen sekitar 2-3 bulan ke depan,” kata dia kepada Bisnis.com, Minggu 3 Januari 2021. Dengan demikian, ketersediaan stok kedelai selama 3 bulan ke depan bisa ditimpali dengan hasil panen kedelai lokal.

Berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) di mana ketersediaan stok kedelai di gudang importir selalu stabil di angka 450.000 ton, dengan kebutuhan untuk para anggota Gakoptindo sebesar 150.000 -160.000 ton per bulan.

Menurut Aip, kedelai lokal secara kualitas lebih baik dari kedelai impor dan memiliki harga jual yang kompetitif, yakni di kisaran Rp8.500 per kilogram.

“Harga kedelai selama ini lebih kurang Rp7.000 per kilogram. Kalau harga kedelai Rp7.000, terus dibikin tempe, harga tempe satu kilogram akan berkisar antara Rp11.000-Rp12.000 ribu. Dengan harga kedelai menjadi Rp9.200, cost produksinya menjadi Rp14.000-an, sehingga dengan dijual Rp12.000 pun kita masih rugi,” ujar Aip.

Diberitakan oleh Bisnis.com sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia adalah lonjakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia.

Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik dua kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.[acl]

Sumber: Tempo.co

Shares: