News

Pertemuan Soal Bendera Aceh di Kemendagri Diduga Tanpa Solusi

BANDA ACEH (popularitas.com) – Kaukus Peduli Aceh (KPA) menilai pertemuan yang dilakukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan pihak Kementerian Dalam Negeri hanya sebatas kepentingan SPPD di akhir masa jabatan. Lagipula, pihak dewan dari Aceh juga tidak menerangkan secara lugas notulensi rapat yang membahas perkara bendera tersebut.

Hal tersebut disampaikan Koordinator KPA, Muhammad Hasbar, melalui siaran pers yang diterima popularitas.com, Kamis, 19 September 2019.

Dalam siaran pers tersebut, Muhammad Hasbar juga mempersoalkan kehadiran delegasi Aceh hanya disambut pejabat sekelas Kasubdit dan Kasi di Kemendagri. “Seharusnya, minimal kan ketemu sekelas menteri, Dirjen, atau selemah-lemah iman sekelas direktur. Sehingga ada solusi kongkret persoalan bendera Aceh, bukan hanya sebatas persoalan arsip surat menyurat,” ujar Muhammad Hasbar.

Dia menduga kedatangan para anggota DPRA, yang diantara mereka terdiri dari Ketua Fraksi, Ketua Komisi, dan juga Ketua Banleg ini, tidak mendapat perhatian penuh dari Kemendagri. Sehingga pihak kementerian cukup mengutus pejabat yang selevel dengan kapasitas anggota DPRA tersebut.

“Kita khawatir memang tidak ada jadwal pembahasan itu dengan menteri, tapi karena untuk kebutuhan anggaran SPPD dan atau anggaran anggota DPRA di penghujung jabatan saja, makanya asal ketemu saja sudah, terlepas itu hanya sebatas ketemu dengan pejabat yang tidak punya kewenangan kuat untuk mengambil keputusan terkait solusi,” ungkap Muhammad Hasbar.

Dia juga menduga hasil pertemuan tersebut berbeda versi dengan apa yang disampaikan anggota DPRA di media beberapa hari terakhir. Dugaan tersebut muncul lantaran tidak dipublikasikannya hasil resmi atau notulensi pertemuan secara gamblang. “Seharusnya ditunjukkan kepada publik, ini kan tidak? Sehingga, kita melihat pertemuan itu hanyalah asal ada saja untuk menutupi kesalahan DPRA yang terlalu lama membiarkan qanun itu begitu saja,” kata Hasbar lagi.

Hasbar bahkan menyayangkan pihak DPRA tidak bertemu dengan Dirjen OTDA, yang menurutnya pada Agustus lalu membenarkan adanya pencabutan beberapa pasal dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh. Dia bahkan menyarankan seharusnya DPRA melakukan gugatan ke PTUN atau langsung menjumpai Presiden jika tujuannya ke Jakarta untuk memperjelas kedudukan Qanun Bendera Aceh.

Hal inilah yang membuat Muhammad Hasbar heran dan meragukan tujuan utama kedatangan DPRA ke Jakarta. Dia berharap pihak DPRA periode mendatang tidak melakukan kesalahan serupa. Apalagi menurut Hasbar sudah banyak energi yang terkuras terkait Qanun Bendera Aceh.

“MoU Helsinki dan UUPA itu, tidak hanya persoalan simbol dan bendera. Ada persoalan lain yang juga sangat penting, yakni bicara tentang kesejahteraan rakyat Aceh. Kalau DPRA ke depan masih sibuk dengan membangun opini tanpa solusi tentang bendera, maka rakyat akan jenuh dan muak,” pungkas Muhammad Hasbar.* (RIL)

Shares: