News

Peran Politikus PDIP di Suap Bansos Diungkap

Politikus PDIP, Herman Hary. (Antara)

POPULARITAS.COM – Nama Ketua Komisi III DPR, Herman Hery, kembali mencuat dalam sidang mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara, terdakwa kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat terdampak Covid-19. Peran politisi PDI Perjuangan itu diungkap oleh mantan kepala Biro Umum Kementerian Sosial Adi Wahyono dalam persidangan di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (31/5).

Juliari didakwa menerima suap Rp 32 miliar melalui Adi dan pejabat pembuat komitmen bansos Kemensos, Matheus Joko Santoso. Berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) Adi Wahyono, pembagian kuota paket bansos Covid-19 Jabodetabek di antaranya untuk Herman Hery, bekas wakil Ketua Komisi VIII Ihsan Yunus, dan para pejabat di Kementerian Sosial.

Dari arahan Juliari, kuota satu juta paket untuk kelompok Herman Hery, Ivo Wonkareng, Stevano, dkk. Kemudian, 400 ribu paket untuk Iman Ikram, Ihsan Yunus, Yogas dkk, 300 ribu paket untuk Adi dan pejabat pembuat komitmen (PPK) bansos Covid-19 Matheus Joko Santoso untuk dikelola bagi kepentingan Bina Lingkungan dan 200 ribu untuk teman dan kerabat Juliari.

Menurut Adi, pembagian per kelompok tersebut untuk bansos tahap 7-12. “Ada perubahan pola vendor, pertama, Bodetabek sebesar 550 ribu dikerjakan Anomali, itu mulai tahap 7, lalu sebesar satu juta paket dikerjakan kelompok-kelompok perusahan itu kolega beliau (Juliari), kemudian ada yang 400 ribu dan 200 ribu (paket),” kata Adi.

Adi mengaku, perubahan paket itu setelah dipanggil Juliari ke ruangannya bersama dengan Matheus dan tim teknis mensos Kukuh Ary Wibowo.

“Lalu, saya terima kuota dari PIC (person in charge) dan cek profilnya. Akan tetapi, saya tidak ada kewenangan lagi untuk menentukan kuota dan kuota itu dilaksanakan oleh perusahaan mereka, ada empat kelompok itu,” kata Adi.

Terkait jatah Herman, Adi mengaku, pernah ditelepon anggota dewan itu karena mengurangi jatah kuota PT Anomali Lumbung Artha pada pengadaan bansos tahap 5. Pada saat itu, Ivo Wongkaren komplain karena pengurangan kuota. Adi mengaku terkejut beberapa hari setelahnya ditelepon Herman.

“Awalnya saat saya terima telepon, saya tidak tahu siapa yang menelepon karena di handphone saya tidak ada namanya,” kata dia.

Jatah kuota PT Anomali dikurangi dari 550 ribu paket menjadi 500 ribu paket karena banyaknya pengusaha lain yang membutuhkan.

“Saya kurangi 50 ribu, tapi karena saya dikomplain Pak Ivo Wongkaren jadi saya kembalikan lagi jadi 550 ribu paket,” ungkap Adi. Dalam permintaan pemungutan fee Rp 10 ribu per paket bansos kepada para vendor, PT Anomali juga ternyata mendapat pengecualian.

Adi belakangan tahu bahwa Herman Hery terkait dengan PT Anomali Lumbung Artha. “Ternyata PT Anomali belanja di PT Dwibukti dan satu grup dengan PT Yunatama karena gudangnya sama di BGR, pusat pergudangan di Kelapa Gading,” kata Adi. Orang yang bertanggung jawab atas Anomali dan Yunatama adalah Ivo Wongkaren.

Pembicaraan kedua Adi dan Herman terjadi saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kasus itu pada Desember 2020. Adi mengaku diminta oleh Juliari menghubungi kolega satu partainya itu. “Saat OTT, saya diminta beliau (Juliari) menghubungi koleganya beliau, waktu itu saya telepon Stevano, anaknya Pak Herman Hery,” kata Adi.

Saat itu, Adi berada di Malang, Jawa Timur, bersama Juliari dan sejumlah pejabat Kemensos lainnya.

“Apakah saudara bicara langsung dengan Herman Hery?” tanya jaksa KPK M Nur Azis.

“Iya. Karena sudah terjadi, ya siap-siap saja, siap-siap menanggung risiko,” ungkap Adi.

“Tapi saudara kenal dengan Herman Hery?”  “Tidak,” jawab Adi.

Herman Hery pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus bansos pada Jumat (30/4). Saat itu, Herman mengaku, menghormati proses hukum sehingga harus datang untuk melakukan klarifikasi. Ia mengaku, mendapat tiga pertanyaan dari penyelidik.

“Ya seputar saya sebagai Komisi III dan peran saya di perusahaan,” kata Herman usai diperiksa.

Adi yang merupakan saksi kunci kasus itu juga menjelaskan terkait kuota Ihsan Yunus yang kala itu masih wakil ketua Komisi VIII dari Fraksi PDI Perjuangan. “Kuota 400 ribu Ihsan Yunus, operatornya siapa?” tanya jaksa. Dia menyebut nama Harry Van Sidabukke dan Agustri Yogasmara (Yogas).

Arahan Juliari Usai OTT

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek bantuan sosial (bansos) Kementerian Sosial, Adi Wahyono sempat bertanya-tanya ketika pintu kamarnya diketok pada Ahad, 6 Desember 2020.

Saat itu, ia tengah menginap di sebuah hotel setelah menemani Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menyerahkan bantuan ke pondok pesantren dan pengarahan pendamping program keluarga harapan (PKH) di Malang, Jawa Timur.

“Pagi jam 7 saya dibangungkan, diketok. Saya di Malang satu hotel dengan Pak Menteri,” kata Adi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (31/5). Adi menjadi saksi untuk terdakwa Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos Covid-19.

“Untuk apa (dibangunkan)?” tanya Jaksa KPK M Nur Azis. “Karena ada berita itu (OTT KPK),” jawab Adi.

Juliari, kata dia, langsung mengumpulkan sejumlah pejabat Kemensos di kamar hotelnya, tak lama usai mencuat berita operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso, 5 Desember 2020. Adi mengungkapkan, beberapa pejabat yang dikumpulkan adalah Dirjen Linjamsos Pepen Nazarudin, Karo Perencanaan Kemensos Adi Karyono, dan Staf Ahli Mensos Kukuh Ariwibowo, dan lainnya.

Arahan pertama Juliari adalah meminta para pejabat itu mencari semua informasi yang berkaitan dengan OTT KPK tersebut. Ia bahkan diminta menelepon Ketua Komisi III DPR Herman Hery.

Mulanya, Adi mengaku, pemanggilan itu hanya sebatas mencari informasi tersebut. Dari arahan Juliari, ia akhirnya sadar kasus itu terkait pengadaan bansos. Adi pun mengaku pasrah.

“Ya arahannya, ya semua harus kalau bahasa saya ini sudah kesalahan. Kalau saya sangat menyadari ini menyangkut saya, saya menjalankan perintah yang seharusnya tidak saya lakukan. Jadi saya pasti ditahan, saya menyadari,” kata Adi.

Tidak hanya itu, Juliari juga meminta penyelamatan dirinya. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Adi, disebutkan adanya arahan dari Juliari untuk tidak menyeret namanya dalam kasus dugaan korupsi bansos. Dalam kamar hotel tersebut, Juliari meminta mereka mengatakan tidak ada arahan dari menteri.

Adi mengatakan, Juliari juga meminta hal yang sama saat bertemu dirinya ketika perpanjangan penahanan di KPK. “Saat itu, saya diminta agar menyampaikan tidak ada perintah dari yang bersangkutan,” kata Adi.

Padahal, Adi mengaku, telah menerima arahan Juliari untuk pemotongan Rp 10 ribu per paket bansos. Juliari juga melakukan evaluasi berkala terkait jumlah penerimaan fee tersebut.

“Setiap saat saya bisa dipanggil, beliau (Juliari Batubara) minta laporan atau perintah penerimaan, pengeluaran untuk uang yang dikumpulkan PPK (pejabat pembuat komitmen),” kata Adi. Laporan itu berbentuk metrik yang isinya daftar perusahaan penyedia, jumlah kuota, jumlah fee yang sudah dikumpulkan.

Juliari disebut selalu mempertanyakan mengapa ada perusahaan yang tidak memberikan. “Beliau (Juliari) sangat serius evaluasi kenapa yang ini tidak memberikan,” ungkap Adi. Menurut dia, Juliari meminta semuanya berkontribusi operasional dirinya.

“Akan tetapi, saya tidak bisa memaksa juga karena itu (penyerahan fee) melanggar undang-undang,” kata Adi. Dalam dakwaan disebutkan uang fee yang sudah diterima Juliari sebesar Rp 14,7 miliar.

Sumber: Republika

Shares: