News

Penjelasan Pakar Falakiyah Aceh terkait perbedaan waktu Iduladha

Tim Falakiyah Kemenag Aceh beri penjelasan terkait nisfu syakban
Ketua Tim Falakiyah Kanwil Kemenag Aceh, Dr. Alfirdaus Putra, MH. Foto: Kemenag

POPULARITAS.COM – Perayaan Iduladha 1443 jatuh pada Minggu (10/7/2022) setelah pemerintah secara resmi menetapkan 1 Zulhijah 1443 Hijriah/2022 Masehi pada Jumat (1/7/2022), melalui keputusan sidang isbat pada Rabu (29/6/2022).

Keputusan pemerintah ini berbeda dengan Muhammadiyah yang menetapkan Iduladha 1443 Hijriah jatuh pada 9 Juli 2002. Perbedaan juga terjadi dengan Arab Saudi yang menetapkan 10 Zulhijah 1443 H jatuh pada 9 Juli 2022 waktu setempat.

Pakar Falakiyah Aceh, Alfirdaus Putra pun menjelaskan terkait perbedaan antara kedua negara itu. Menurutnya, penentuan 9 atau 10 Zulhijah oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenag dilakukan dengan rukyatulhilal awal Zulhijah pada 29 Zulkaidah lalu.

Dalam rukyatulhilal tersebut, kata Alfirdaus, hasilnya ternyata dengan ketinggian hilal antara 1 s.d 3 derajat tidak ada satu pun perukyat baik dari Kemenag, BMKG, ataupun perukyat lainnya di seluruh Indonesia termasuk Aceh yang melaporkan keterlihatan hilal.

“Sehingga bulan Zulkaidah disempurnakan 30 hari,” sebut Alfirdaus dalam keterangannya, Rabu (6/7/2022).

Sedangkan di Arab Saudi, terang Alfirdaus, ternyata ketika dirukyat pada waktu Magrib di sana, hilal dapat terlihat dan Saudi tidak perlu lagi menyempurnakan Zulkaidah 30 hari melainkan langsung menjadi 1 Zulhijah keesokan harinya.

“Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa di Saudi terlihat hilal padahal Saudi 4 jam lebih lambat dari Indonesia atau Aceh, atau dengan bahasa lain Aceh kan lebih dahulu merasakan siang dari pada Saudi?” katanya.

Terkait hal tersebut, Alfirdaus menerangkan bahwa yang menjadi catatan penting pergantian hari dalam Islam adalah waktu Magrib, bukan terbit matahari. Dan pergantian bulan hijriah adalah dengan hilal, bukan dengan posisi matahari.

Maka, tambah Alfirdaus, secara penanggalan hijriah bisa saja Indonesia tidak sama dengan Saudi pada kasus kali ini, karena ketika pergantian hari terjadi setelah Magrib, tidak ada laporan hilal terlihat di Indonesia, terutama Aceh.

“Ketinggian hilal 1 s.d 3 derajat dengan elongasi maksimal 4 derajat di seluruh Indonesia menyebabkan hilal belum terlihat dan belum imkan rukyat dan di Saudi hilal sudah pada posisi sekirar 5 derajat dengan elongasi di atas 6 derajat dan sudah memungkinkan untuk dirukyat,” ujar Alfirdaus.

Tim Falakiyah Kanwil Kemenag Aceh ini juga menjelaskan, berkaitan dengan puasa Arafah yang disunahkan bagi yang tidak berhaji pada 9 Zulhijah, pada tanggal ini jemaah haji sedang berwukuf di Arafah mulai tergelincir matahari dari zawal sampai terbit fajar keesokan harinya.

Namun, ujar Alfirdaus, pada pelaksanaan rata-rata hanya sampai setelah Magrib, kemudian jemaah berangkat ke Muzdhalifah.

“Nah, secara sains, betapa universalnya penyebutan “Yaumul Arafah” pada hadis ini, yang bisa berlaku untuk seluruh penduduk bumi di setiap kawasan karena yaumil arafah adalah di tanggal 9 bulan 12 hijriah, dan tentunya di tanggal 9 setiap wilayah masing masing,” kata Alfirdaus.

Alfirdaus menjelaskan, jika puasa berpatokan pada wukuf saja, maka tidaklah semua wilayah di muka bumi ini yang ketika mereka berpuasa masih terjadi wukuf di Arafah.

Misalnya, terang dia, ketika wukuf di Saudi, di sebagian wilayah benua Amerika hingga ke Selandia Baru masih menuju tengah malam.  Maka, kalaulah puasa Arafah hanya karena alasan wukuf, maka wilayah yang merasakan siang yang sama dengan Makkah (Saudi) saja yang bisa tepat waktu berpuasa (berbarengan wukuf).

“Tetapi karena hadisnya puasa “Yaumul Arafah” yaitu tanggal 9 Zulhijah, maka di belahan dunia mana pun umat Islam berada bisa berpuasa, baik di Eropa, Amerika, Afrika dan lainnya yaitu pada tanggal 9 Zulhijah yang ditetapkan oleh pemerintah negaranya (wilayatul-hukmi) sesuai mathla’nya,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Alfirdaus juga menyebutkan bahwa perayaan Iduladha pada 10 Juli bukan hanya dilakukan oleh Indonesia. Negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam juga menetapkan 10 Dzulhijjah pada 10 Juli.

“Dan banyak wilayah yang di sebelah barat Saudi ber-adha di tanggal 9 Juli seperti Mesir, Sudan, Maroko, dan lain-lain,” Alfirdaus merincikan.

Ia menambahkan, jikalau ada yang berijtihad Iduladha harus sama dengan Saudi baik alasan wukuf di Arafah atau karena hilal di tanggal 29 Zulkaidah sudah “wujud” di atas ufuk dengan ketinggian sekitar 1 s.d 3 derjat, maka ini adalah ranah khilafiyah yang tidak perlu diperdebatkan.

“Melainkan mari tingkatkan toleransi untuk saling menghargai dan insyaallah kita semua akan beriduladha sama di tanggal 10 Zulhijjah 1443 H walau harinya berbeda,” demikian Alfirdaus.

Shares: