NewsPolitik

Pengamat : Pemerintah Aceh Wajib Tanggung Biaya Verifikasi Parlok

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) masih menahan mata anggaran verifikasi partai lokal (Parlok) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA). Pengamat menilai, seharusnya ini tidak terjadi karena pemerintah Aceh berkewajiban menyediakan anggaran untuk verifikasi Parlok.

POPULARITAS.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) masih menahan mata anggaran verifikasi partai lokal (Parlok) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA). Pengamat menilai, seharusnya ini tidak terjadi karena pemerintah Aceh berkewajiban menyediakan anggaran untuk verifikasi Parlok.

Pengamatn Politik dan Kemanan Aceh, Aryos Nivada menilai penahanan anggaran untuk biaya verifikasi Parlok di Aceh tidak memiliki dasar hukum, hanya karena dalih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Pasalnya, di dalam ketentuan Pasal 32 Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2008 tentang Partai Politik Lokal, ditegaskan bahwa pembiayaan verifikasi partai lokal disediakan melalui APBA atau APBK sepanjang pos dana tersebut (verifikasi dan penentapan partai politik lokal) tidak tersedia dalam APBN,” kata Aryos Nivada, Jumat (24/11/2017) di Banda Aceh.

Dosen FISIP Unsyiah juga tegaskan kembali, dalam ayat (2) biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersumber dari APBA diatur dengan Peraturan Gubernur dan yang bersumber dari APBK diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.

Menurut Aryos, KIP Aceh saat ini dapat berkordinasi dengan KIP Kabupaten Kota, agar masing-masing KIP Kab/Kota berkordinasi dengan Pemerintah Kab/kota dalam rangka penyediaan dana verifikasi parlok

“Jadi andai pihak DPRA masih menahan anggaran, KIP Kab/Kota masih dapat pembiayaan melalui pemerintah kab/Kota setempat,” ujarnya

Kata Aryos, dalih masih ditahannya anggaran karena menunggu keputusan MK adalah tidak sesuai dengan paradigma hukum yang dibangun oleh UUPA. “Dalih DPRA menunggu putusuan MK, agar dapat kepastian apakah KIP Aceh Ikut UU Pemilu atau UUPA. Jadi maksudnya kalau diputuskan KIP Aceh ikut UUPA maka dana verifikasi cair kalau diputuskan ikut UU Pemilu maka tidak dicairkan. Logika DPRA kalau ikut UUPA berarti KIP mandiri terlepas dari KPU,” tanyanya.

Sedangkan kalau ikut UU Pemilu, sebutnya, berarti KIP tunduk dibawah KPU. Tentu saja ini tidak sesuai dengan paradigma hukum yang dibangun oleh UUPA.

Bahwa UUPA sendiri melalui Pasal 1 Ayat 12 Juncto Pasal 1 Ayat 12 Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Parlok, menyatakan dengan tegas KIP Aceh merupakan bagian dari KPU yang diberi wewenang oleh UU menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada.

“Jadi terlepas dari putusan MK, KIP sendiri memang merupakan lembaga yang tidak terpisahkan dari KPU pusat. Sehingga secara hirarki tunduk pada KPU. Jadi argumen menunggu putusan MK adalah mengada ngada,“ tutupnya.[acl]

Shares: