News

Pemko Banda Aceh Diminta Relokasi TPA di Situs Sejarah

Pemko Banda Aceh Diminta Relokasi TPA di Situs Sejarah
Arsip Foto - Nelayan menjala udang saat air surut di lahan tambak, kawasan pesisir Desa Kampung Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Rabu (16/4). (ANTARA/Ampelsa)

POPULARITAS.COM – Yayasan Darud Donya yang bergerak dalam pelestarian sejarah, pendidikan, sosial, budaya, dakwah dan agama di Aceh meminta Pemkot Banda Aceh memindahkan tempat pembuangan akhir sampah dan instalasi pengolah tinja di kawasan situs sejarah Islam Gampong Pande.

Ketua Darud Donya Cut Putri di Banda Aceh mengatakan, pihaknya secara resmi telah menyurati wali kota untuk mengurungkan rencana melanjutkan pembangunan proyek IPAL atau pembuangan limbah tinja di kawasan situs sejarah Gampong Pande.

“Gampong Pande merupakan tempat yang sangat bersejarah bagi Aceh, khususnya Banda Aceh, kini keadaannya sangat memprihatinkan,” kata Cut Putri, dalam keterangannya, Minggu (6/9/2020) dilansir Antara.

Katanya, dengan kondisi situs-situs sejarah yang rusak terbengkalai, dan sebagian situsnya telah musnah dengan adanya proyek-proyek pembangunan baru yang terus berlangsung hingga sekarang.

Dia menyebutkan, fungsi dan arti pentingnya Gampong Pande bagi perjalanan sejarah, antropologi, sosial budaya, peradaban dan perkembangan Islam di Asia Tenggara telah dibuktikan berdasarkan berbagai penelitian dan pengakuan.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk menyelamatkan bukti-bukti sejarah itu, seperti hasil seminar hari jadi Kota Banda Aceh tahun 1988, hasil penelitian tim Balai Arkeologi Sumatera Utara, ditemukan ribuan koin emas pada 2013, penelitian tim Georadar ITB Bandung 2018 dan bukti lainnya.

Sebab itu, Darud Donya meminta Pemko Banda Aceh untuk menghentikan dan memindahkan segala proyek berbasis tinja dan sampah kawasan Gampong Pande, seperti proyek Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), Instalasi Pengolahan Air Limbah/Tinja (IPAL), dan menjadi kawasan tersebut menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Membersihkan dan memindahkan semua tinja manusia dan gunung Sampah Gampong Pande dari lokasi proyek-proyek tersebut tempat yang lain,” katanya, melanjutkan.

Kemudian, Darud Donya juga meminta untuk menghentikan segala proses jual beli tanah dan pemindahan hak atas tanah di lokasi situs sejarah setempat, ujarnya, lagi.

Menurut Cut Putri, situs sejarah Islam di Gampong Pande merupakan kawasan bersejarah yang menyimpan ratusan makam kuno para ulama, raja-raja serta para pembesar Kerajaan Islam Aceh Darussalam.

Kata dia, seyogyanya Pemko Banda Aceh menyelamatkan semua situs sejarah makam ulama, raja-raja dan umara, bekas bangunan, tapak situs sejarah, termasuk semua benda-benda bersejarah di seluruh kawasan Gampong Pande dan sekitarnya.

Bahkan, lanjut dia, perhatian dunia juga tertuju ke Gampong Pande. Negara-negara bangsa Melayu dan Islam yang tergabung dalam The Malay and Islamic World Organisation atau Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) sepakat mengeluarkan resolusi dunia tentang Gampong Pande.

“Bahkan dalam dua kali Konvensi Dunia pada tahun 2017 di Medan Sumatera Utara dan tahun 2018 di Singapura, DMDI secara khusus meminta Pemerintah Aceh untuk menyelamatkan situs makam para ulama dan umara Aceh di Kawasan Situs Sejarah Islam Gampong Pande,” katanya.

Maka, Pemkot Banda Aceh harus melindungi dan melestarikan kawasan tersebut, sekaligus mengelolanya menjadi Pusat Pendidikan dan Wisata Sejarah Peradaban Islam Dunia, yang dapat menjadi destinasi pariwisata berskala dunia, sebagai aset perekonomian besar bagi Banda Aceh.

“Sangat ironis dan tragis, tempat bersejarah berisi ratusan situs makam ulama yang terkenal di seantero dunia sebagai kawasan Pusat Penyebaran Islam di nusantara, malah dijadikan pusat pembuangan kotoran tinja manusia dan sampah oleh pemerintah kota,” ujarnya.[acl]

Shares: