News

Pegawai Usai Dipecat Karena TWK: Tak Ada Pimpinan KPK Membela

Lima pimpinan KPK periode 2019-2023 usai membacakan sumpah dan janji di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). (CNN)

POPULARITAS.COM – Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Faisal Djabbar menilai tidak ada upaya pimpinan lembaga antirasuah ini untuk membela pegawainya dalam polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Diketahui, setidaknya 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK proses alih status menjadi ASN. Alih-alih mempertahankan, belakangan rapat pimpinan bersama petinggi sejumlah kementerian dan lembaga memutuskan 24 orang dari 75 pegawai itu dinyatakan masih bisa dibina dan 51 orang lainnya tak bisa lagi bekerja di KPK.

Faisal pun mempertanyakan keberpihakan para petinggi lembaganya terhadap keberlanjutan KPK sebagai organisasi yang bertugas memberantas korupsi.

“Penyingkiran 75 pegawai KPK ini sudah terang benderang merupakan bagian dari upaya membentuk kebobrokan di KPK sebagai organisasi. Saya juga tak melihat keberpihakan Pimpinan KPK untuk membela pegawainya sebagai aset terbesar dan terpenting organisasi,” kata Faisal melalui keterangan tertulis, Senin (31/5).

“Namun, saya masih berharap ruh pemberantasan korupsi tak hilang dari diri pegawai KPK apa pun yang terjadi,” imbuh dia.

Faisal mengungkapkan, sejak ada kewajiban mengikuti TWK, sejumlah pegawai sudah mempertanyakan mekanisme hingga ukuran atau indikator penilaian. Ihwal kelanjutan nasib jika ada pegawai yang tak lolos pun jadi pertanyaan saat itu.

“Jawaban manajemen KPK tak ada yang tegas, kabur, dan malah menambah kebingungan. Selain itu, seingat saya, seorang Pimpinan KPK mengatakan lewat email bahwa pada intinya TWK bukan untuk menyaring lulus atau tidak lulusnya pegawai KPK menjadi PNS,” ungkap Faisal.

Tapi justru belakangan yang terjadi tidak seperti pernyataan yang diterima Faisal tersebut.

Pegawai yang lebih 15 tahun bekerja di KPK ini menceritakan pengalaman mengikuti TWK. Mulanya ia mengira, asesmen TWK ini merupakan metode untuk mengetahui sejauh mana wawasan kebangsaan seorang pegawai KPK.

Lalu, hasil asesmen itu akan dipakai untuk memberikan pemahaman tambahan mengenai hal-hal yang belum dimengerti atau belum diketahui pegawai KPK.

Karena itu ketika sesi wawancara–yang memakan waktu hingga dua jam–Faisal pun memperlakukan asesor atau pewawancara sebagai rekan diskusi.

“Saya mengutarakan pemikiran saya mengenai isu-isu yang ditanyakan asesor secara terbuka dan lugas. Bagi saya, sebuah pemikiran tidak bisa dihukum sebelum pikiran tersebut menjadi aktual. Begitu pula yang saya rasakan ketika wawancara TWK,” terang dia.

Ia lantas mencontohkan, saat ditanya asesor mengenai pandangannya terhadap PKI dan komunisme. Saat itu, Faisal menjawab bahwa pendirian PKI untuk sekarang ini tak perlu lagi ditakuti. Karena menurut dia, sebagai sebuah entitas, partai tersebut sudah mempunyai citra yang relatif buruk di mata masyarakat.

Faisal juga berpendapat, jika di era sekarang PKI ikut pemilu maka akan sulit untuk mendapatkan suara pemilih, meski memang masih ada simpati masyarakat kepada korban tragedi 1965/1966.

“Yang sekarang harus dilakukan, bagi saya, adalah mengedepankan atau menampilkan paham-paham atau isme-isme alternatif untuk berkompetisi dengan Komunisme, meskipun ada pula yang mengatakan bahwa paham komunis sudah tua renta dan tak lagi mempunyai kekuatan magis,” kata dia mengulang jawaban ketika wawancara TWK.

Dalam pelaksanaan TWK sendiri, ia berpandangan mekanisme tes harus berbeda dengan ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Mengingat, kata dia, tes CPNS ditujukan ke orang yang memang sejak awal berniat menjadi PNS, sehingga soal-soal ujiannya bersifat salah-benar. Sementara tes pada proses alih status pegawai KPK menjadi ASN ini tidak demikian.

Selain itu, asesmen TWK menurutnya juga tak seharusnya menyerupai interogasi. Karena interogasi adalah pemeriksaan terhadap seorang individu lewat pertanyaan-pertanyaan lisan yang terstruktur untuk mengorek informasi.

Namun Faisal mengungkapkan, justru kedua pola itu dialaminya ketika menjalani TWK.

Sumber: CNN

Shares: