HukumNews

PDIP Aceh dorong DPRA lahirkan Qanun inisiatif soal MAA

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aceh, mendorong agar lembaga legislatif di provinsi ujung pulau Sumatera ini, untuk segera menginisiasi lahirnya Qanun soal Majelis Adat Aceh atau MAA.
Mantan Dewan Pertimbangan Kadin Karimun Usman

BANDA ACEH (popularitas.com): Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aceh, mendorong agar lembaga legislatif di provinsi ujung pulau Sumatera ini, untuk segera menginisiasi lahirnya Qanun soal Majelis Adat Aceh atau MAA.

Hal ini disampaikan oleh Ketua PDIP Aceh, Karimun Usman, kepada media ini, Sabtu (2/3), menanggapi polemik yang berkembang perihal penunjukan pelaksana tugas (Plt) ketua MAA oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.

Menurut politisi gaek ini, kisruh MAA mesti disikapi dengan bijak dan santun, baik itu oleh Pemerintah Aceh, maupun lembaga legislatif. Sebab, katanya, jika hal tersebut dibiarkan berlarut, dikhawatirkan dapat mengganggu Pranata sosial dan masyarakat adat yang ada.

Karimun memahami, penunjukan Plt Ketua MAA oleh Nova Iriansyah, dikarenakan adanya kekosongan hukum, sebab, paparnya, Qanun nomor 3 tahun 2004, yang mengatur proses pemilihan ketua lembaga adat tersebut, masih menggunakan UU nomor 18 tahun 2001 tentang daerah otonomi khusus bagi Aceh.

Sementara sejak lahirnya UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, secara otomatis Qanun tersebut sudah tidak punya lagi cantolan hukum, terangnya.

“Saat inikan terjadi kekosongan hukum dalam proses pembentukan kelembagaan MAA di Aceh,” tukasnya.

Keberadaan Tuha Nanggroe dalam Qanun tersebut, secara otomatis juga sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi kekinian, sejak telah adanya Qanun tentang Lembaga Adat Wali Nanggroe.

“Nah, tentu penunjukan Plt MAA ada pertimbangan tertentu, dan semua pihak harus melihat secara jernih persoalan yang ada,” jelasnya.

Karena itu, Karimun mengusulkan agar DPRA harus segera melahirkan Qanun inisiatif untuk mengisi kekosongan tersebut, dan Plt Gubernur juga harus membatalkan penunjukan Plt Ketua MAA yang merupakan unsur PNS, dengan menunjuk pengurus adat lainnya yang dapat memiminalisir potensi konflik yang meluas.

Secara aturan, kata Karimun, penunjukan unsur PNS sebagai Plt Ketua MAA, masih belum memuaskan banyak kalangan, dan tidak dapat diterima oleh pihak adat, karena itu, kedua alternatif yang saya tawarkan tersebut, dapat menjadi solusi sampai adanya regulasi yang jelas perihal kelembagaan MAA, sambungnya.

Karimun juga menyesalkan sikap ketua MAA, Badruzzaman, yang sepertinya sangat ngotot, dan merasa bahwa tidak perlu campur tangan pemerintah dalam kisruh yang ada, sebab, untuk pembiayaan dan gaji itukan ada peran negara hadir.

Nah, fungsi negara itukan pada hakikatnya sebagai pengayom dan membina keberadaan adat dan budaya yang ada, sehingga menafikan peran Plt Gubernur Aceh dalam masalah ini juga tidak tepat.

Lagi pula, tambahnya, Pak Badruzzaman Ismail ini kan sudah tua seperti saya, mestinya harus lebih arif dalam memandang masalah. “Biarlah ada proses regenerasi di tubuh MAA, apalagi beliau kan sudah sangat lama menjabat  di lembaga tersebut,” ujarnya.

Terkait dengan rencana demonstrasi yang akan dilakukan oleh unsur mukim dan adat, Karimun menilai hal tersebut jangan sampai terjadi, sebab, katanya, semua hal masih dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah. “Jangan demo demo lah, mari kita duduk, selesaikan persoalan yang ada,” tandasnya.

Sembar kita duduk tersebut, pungkas Karimun, segenap masyarakat adat terus mendorong pihak eksekutif ataupun legislatif untuk melahirkan Qanun insiatif tentang kelembagaan MAA yang sesuai dengan UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, demikian jelasnya. (SAKY)

Shares: