HukumNews

P2TP2A: Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita di Aceh Makin Mengkhawatirkan

merdeka,com

POPULARITAS.COM – Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Rumoh Putroe Aceh mencatat angka kekerasan terhadap perempuan di Aceh mengalami penurunan. Meski menurun, namun bentuk kekerasan yang menimpa perempuan Aceh semakin mengkhawatirkan.

Makin menyedihkan karena tak semua kekerasan yang dialami telah dilaporkan ke penegak hukum. Salah satu sebabnya, karena faktor patriarki yang masih kental dan beranggapan kekerasan terhadap perempuan merupakan aib keluarga yang tidak boleh diketahui oleh orang banyak.

Menyikapi temuan itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPP dan PA) Aceh, Nevi Ariyani, mengatakan kekerasan terhadap perempuan di Aceh ibarat fenomena gunung es. Di mana kemungkinan fakta di lapangan yang belum terungkap jauh lebih banyak dari yang sudah terdata.

“Ini ibarat fenomena gunung es, sangat memungkin angkanya jauh lebih banyak dan belum ditemukan,” kata Nevi Ariayani di Pendopo Gubernur Aceh, Selasa (13/3).

Pada tahun 2016 total kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 711 kasus, kemudian di tahun 2017 hanya 687 kasus. Dari jumlah itu, mayoritas korban kekerasan terhadap perempuan hanya mengalami kekerasan fisik, namun pada tahun 2017 satu orang perempuan yang menjadi korban kekerasan menimpa banyak bentuk kekerasan.

Nevi mencontohkan, bila ada satu perempuan yang mengalami kekerasan, tidak hanya kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga mengalami kekerasan psikis, penelantaran dan sejumlah kekerasan lainnya. Berbeda pada tahun 2016 lalu, bentuk kekerasan yang menimpa perempuan tidak terlalu banyak seperti yang terjadi pada tahun 2017.

“Bentuk kekerasan yang terjadi tahun 2016 itu 793 bentuk kekerasan, naik drastis pada tahun 2017 mencapai 1153 bentuk kekerasan menimpa perempuan,” jelasnya.

Lanjutnya, bentuk kekerasan yang paling dominan menimpa perempuan di Aceh adalah kekerasan psikis 666 kasus, lalu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 519 kasus, kekerasan fisik 382 kasus dan penelantaran 196 penelantaran.

Adapun bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang sering menimpa perempuan di Aceh, selain yang telah disebutkan di atas, adalah pemerkosaan, kekerasan seksual, eksploitasi seksual dan juga traffiking.

“Kondisi ini menggambarkan bentuk kekerasan terhadap perempuan mengalami perubahan dengan fampak yang lebih berat,” jelasnya.

Sementara itu istri Gubernur Aceh, Darwati A Gani, menyebutkan kekerasan yang menimpa perempuan di Aceh salah satunya karena faktor ekonomi. Masih banyak masyarakat miskin di pedalaman hingga terjadilah kekerasan.

“Kebanyakan masyarakat masih minim kesadaran dan untuk menyelesaikan kasus itu, mereka lebih suka menyelesaikan secara kekeluargaan agar aib mereka tidak tersebar ke masyarakat luas. Padahal kasus tersebut harus diberikan hukum yang seberat-beratnya,” jelas Darwati A Gani.

Darwati A Gani yang juga pembina P2TP2A Rumoh Putroe Aceh mengatakan, kondisi ini semakin membuat korban kekerasan samkin menderita. Bahkan kejahatan itu berulang kali terjadi, apa yang melakukan orang terdekat hingga menambah beban psikologis pada korban.

Ditambah lagi penegakan hukum yang masih lemah, sebutnya, banyak pelaku kekerasan terhadap perempuan dihukum minimal. Bahkan ada yang bisa keluar masuk penjara, pelaku yang masuk sel. Sehingga beban psikologis korban semakin buruk.

“Ditambah lagi kita belum memiliki rumah aman untuk korban kekerasan. Kalau ada rumah aman, korban bisa bercerita dan merasa aman di rumah aman tersebut,” tegasnya.

Oleh karena itu, ia mengajak seluruh komponen masyarakat, lintas stakeholder untuk bersama-sama mencegah kekerasan menimpa perempuan di Aceh.

“Keluarga korban juga jangan malu melaporkan kejadian kekerasan, ini penting agar bisa dicegah, karena mencegah itu lebih baik dari pada mengobati,” jelas dia. [acl/merdeka.com]

Shares: