EkonomiNews

Nilai Ekonomi RI Hilang Rp1.356 Triliun Akibat COVID-19

Syafriadi Dilantik Menjadi Kepala Kawil DJPb Aceh
Sri Mulyani. (foto: Harianhaluan)

POPULARITAS.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kerugian ekonomi yang harus ditanggung Indonesia akibat pandemi COVID-19 mencapai ribuan triliun. Virus corona asal Wuhan, China tersebut telah mengikis nilai ekonomi RI.

Sri mengatakan sepanjang 2020, nilai ekonomi yang hilang akibat Pandemi COVID-19 mencapai Rp1.356 triliun. Angka ini ditegaskannya sebesar 8,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada tahun lalu yang tercatat minus 2,07 persen.

“Sebelum COVID ditargetkan tumbuh 5,3 persen dan kita kemudian berakhir di minus 2,07 persen maka nilai ekonomi yang hilang akibat COVID-19 diestimasi sekitar Rp1.356 triliun atau 8,8 persen dari PDB 2020,” tutur Menkeu, Kamis (29/4/2021).

Dia menekankan, pada dasarnya angka ekonomi yang hilang ini telah ditahan dari pemburukan lebih lanjut melalui kebijakan fiskal yang ekspansif. Ditunjukkan dengan terus meroketnya defisit APBN sepanjang 2020 dan berlanjut hingga 2021.

“APBN sebagai instrumen utama yang melakukan countercyclical atau menahan ini sebabkan defisit kita mengalami peningkatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020,” papar Sri.

Defisit APBN pada 2020 tercatat sebesar 6,1 persen dari PDB. Kondisi ini ditekankan kebijakan ekspansif pemerintah yang menyebabkan belanja negara tumbuh hingga sebesar 12.3 persen atau mencapai Rp284,2 triliun.

Sementara itu, dari sisi pendapatan negara malah terkontraksi hingga minus 16 persen secara tahunan atau minus hingga Rp312,8 triliun. Penerimaan perpajakan pada saat itu minus hingga Rp261 triliun atau minus 16,9 persen dari tahun lalu.

Kondisi ini menyebabkan perlunya pembiayaan anggaran yang lebih tinggi. Tergambar dari utang pemerintah yang melonjak 7,8 persen dari PDB 2020 atau mencapai Rp1.226,8 triliun dengan beban bunga utang yang naik 2 persen atau Rp38,6 triliun.

“Dan ini masih merupakan perjalanan yang cukup panjang. Kalau kita lihat belanja negara meningkat, pendapatan negara menurun maka kita melihat defisit meningkat di atas 3 persen yang selama ini selalu menjadi policy, kebijakan keuangan negara,” ucap Sri.

Kebijakan APBN yang ekspansif ini dikatakannya masih akan berlanjut pada 2021. Ditandai dengan belanja negara yang dipatok akan tumbuh 6 persen atau sebesar Rp156,5 triliun dan penguatan Program PEN Rp699,43 triliun.

Sementara itu, utang secara neto dikatakannya akan bertambah hingga Rp1.177,4 triliun atau naik 7,1 persen dari PDB 2021 dan beban bunga utang yang masih bertambah sebesar Rp59,2 triliun atau sebesar 2,3 persen dari PDB 2021.

Sumber: VIVA

Shares: