NewsPolitik

Nasir Jamil: Pilkada di Aceh Harus Merujuk Undang-Udang Berlaku

Nasir Jamil: Pilkada di Aceh Harus Merujuk Undang-Udang Berlaku
Anggota DPR RI M Nasir Djamil. Antara Aceh/M Haris SA

BANDA ACEH (popularitas.com) –Legislator yang juga anggota DPR RI M Nasir Djamil mengatakan pemilihan kepala daerah di Provinsi Aceh harus merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

“Pelaksanaan pilkada merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang ada. Kalau undang-undang mengatur lima tahun sekali, maka pemerintah harus mengikutinya,” kata M Nasir Djamil di Banda Aceh, Selasa (21/7/2020) dilansir Antara.

Ada dua aturan perundang-undangan mengatur soal pilkada. Pertama pilkada yang diserentakkan dengan pemilihan presiden pemilihan legislatif pada 2024.

Kemudian Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Undang-undang kekhususan ini mengamanahkan pilkada di Provinsi Aceh digelar lima tahun sekali.

Menurut M Nasir Djamil, pilkada sarat muatan politis, sehingga ada pihak-pihak berkepentingan dengan pemilihan kepala daerah. Termasuk kepentingan pemerintah.

Memang, sebut M Nasir Djamil, secara nasional ada undang-undan mengatur pelaksanaan pilkada digelar serentak dengan pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif pada 2024.

Akan tetapi di sisi lain, Aceh memiliki undang-undang khusus yakni UU RI Nomor 11 Tahun 2006. Kalau masyarakat Aceh menginginkan pilkada mengacu pada undang-undang tersebut, maka pilkada dilaksanakan lima tahun sekali.

Pilkada terakhir di Aceh digelar serentak antara pemilihan gubernur dan wakil gubernur dengan pemilihan bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota di 20 kabupaten kota pada 2017.

“Jadi, jika merujuk pada undang-undang, maka Pilkada Aceh berikut pada 2022. Kalau Pilkada Aceh digelar pada 2024, maka akan akan ada pelaksana tugas kepala daerah,” kata M Nasir Djamil.

Menurut anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan Aceh tersebut, kepala daerah dengan status pelaksana tugas atau pelaksana tugas tentu tidak akan menguntungkan masyarakat. Sebab, kepala daerah Plt tidak memiliki kewenangan luas dan tidak punya keleluasaan yang besar.

“Karena itu, kami berharap pilkada di Aceh sesuai dengan undang-undang yang ada, sehingga menghasilkan kepala daerah definitif yang memiliki mandatori dan legitimasi kuat memimpin masyarakat Aceh,” kata M Nasir Djamil.[acl]

Shares: