FeatureNews

Mutiara Songket milik Darliana eksis karena inovasi produk

Ratusan helai benang terbentang di hadapan Darliana. Sambil memegang kayu penyangga yang telah dililit benang, tangan Darliana kemudian bergerak lincah mengikuti pola membentuk sulam.
Mutiara Songket milik Darliana eksis karna inovasi produk
Ira Mutiara, owner Mutiara Songket di Gampong Krueng Kalee, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Sabtu (25/6/2022). FOTO: Muhammad Fadhil/popularitas.com

POPULARITAS.COM – Ratusan helai benang terbentang di hadapan Darliana. Sambil memegang kayu penyangga yang telah dililit benang, tangan Darliana kemudian bergerak lincah mengikuti pola membentuk sulam.

Helai per helai benang disisir oleh Darliana di atas alat tenun tradisional Aceh, tangan dan kaki yang sangat cekatan menunjukkan kekompakan dalam menenun songket motif Aceh itu.

Darliana telah menjadi perajin tenun sejak tahun 1975. Usaha tersebut awalnya dirintis bersama Nyak Mu, warga Darussalam, Kabupaten Aceh Besar.

Seiring berjalannya waktu, Darliana kemudian membangun usahanya sendiri yang berada di Jalan Tgk Glee Iniem, Gampong Krueng Kalee, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar.

“Awalnya saya bekerja di tempat Nyak Mu, kawan sekaligus saudara saya, kemudian saya beli benang dan alat sendiri, dan bekerja di rumah sendiri,” ujar Darliana saat ditemui di tempat usahanya, Sabtu (25/6/2022).

Bermodalkan satu alat tenun tradisional Aceh, Darliana mencoba bangkit perlahan. Usaha tersebut kemudian diwarisi kepada putrinya, Ira Mutiara. Nama usahanya kemudian diberi nama “Mutiara Songket”.

Darliana mengajarkan putrinya Ira Mutiara menenun sejak beberapa tahun lalu. Kini, putrinya sudah bisa diandalkan dalam menyulam berbagai produk-produk tenun dengan aneka ragam. 

Dalam satu unit kain ukuran 180×1 meter tersebut, perempuan muda itu membutuhkan waktu 10 hari menenun. Ada beragam motif yang disulam oleh Ira, salah satunya motif bungong keupula bercampur pinto Aceh, dua ornament Aceh yang sering menjadi motif pada kerajinan tenun Aceh.

“Selain motif bungong keupula, juga ada motif-motif Aceh lainnya, seperti bungong jeumpa,” terang Darliana.

Usaha Mutiara Songket tersebut berada persis di pekarangan rumahnya di Gampong Krueng Kalee, Darussalam. Sebuah bangunan berukuran 5 x 10 meter dibangun di sana. Dalam bangunan tersebut, 11 alat tradisional tenun tradisional Aceh berjejer dengan formasi tiga barisan.

Saat popularitas.com mendatangi lokasi usaha tersebut, Sabtu (25/6/2022), beberapa pekerja tampak sibuk dengan aktivitasnya. Darliana tampak sesekali berkeliling mengawasi para pekerja yang sedang menyulam tenun. 

Sebagian besar para pekerja adalah anggota keluarga Darliana, sementara selebihnya warga setempat. Proses menenun dilakukan dengan memperhatikan ketelian dan kerapian, sehingga menciptakan nilai tambah produk dari kualitas yang dihasilkan.

Sebagian besar alat tradisional tenun itu merupakan bantuan dari Bank Indonesia. Sementara bahan baku menenun diberikan oleh Dekranasda Kabupaten Aceh Besar.

“Awalnya hanya satu alat tenun, kemudian sekitar tahun 2019 ada penambahan menjadi 11 alat, setelah menjadi binaan dari Bank Indonesia dan Dekranasda Aceh Besar,” ucap Darliana.

Pekerjaan menenun di usaha Mutiara Songket tidak terikat, para pekerja dibolehkan libur jika memiliki pekerjaan lainnya yang lebih mendesak. Karena, mereka akan digaji sesuai dengan produk yang dihasilkan.

“Para pekerja dibayar sesuai produk yang dihasilkan,” kata Owner Mutiara Songket, Ira Mutiara.

Ira mengatakan, proses menenun di usahanya dilakukan dengan memperhatiakn ketelian dan kerapian, demi menciptakan nilai tambah produk dari kualitas yang dihasilkan.

Mutiara Songket, kata Ira, menyulam beragam produk songket dengan tetap menonjolkan khazanah keacehan. Mutiara songket juga terus berinovasi dan berkembang mengikut tren masa kini serta merawat tradisi Aceh agar tetap diminati masyarakat.

“Inovasi penting agar ada produk-produk baru yang dihasilkan,” ujar Ira Mutiara, Owner Mutiara Songket

Proses pembuatan yang cukup sulit dan memakan waktu yang lumayan lama, juga dengan kualitas serta beragamnya motif yang dihasilkan, membuat harga kain songket yang dibanderol tidak lah murah.

Untuk menghasilkan sebuah produk, Ira dan para pekerjanya membutuhkan waktu paling singkat satu minggu. Bahkan, ada juga pekerja yang membutuhkan waktu berbulan-bulan dalam menghasilkan sebuah songket.

Saat ini, Mutiara Songket memiliki beragam jenis produk, seperti kain sarung, selendang, dan baju. Produk-produk tersebut dijual dengan harga mulai 1 jutaan rupiah.  “Harga ada yang Rp1,5 juta, tergantung jenisnya,” sebut Ira.

Lokasi workshop Mutiara Songket, di Aceh Besar

Terpuruk Akibat Pandemi

Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga ekonomi. Pembatasan keluar masuk wisatawan ke Aceh menyebabkan daya beli kuliner di Tanah Rencong tersendat, salah satunya usaha Mutiara Songket.

Ira mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan usahanya sepi pembeli. Namun, hal tersebut sedikit teratasi dengan adanya peran Bank Indonesia, Dekranasda Aceh dan Dekranasda Kabupaten Aceh Besar.

Di beberapa kesempatan, ketiga pihak tersebut ikut membeli dan memfasilitasi penjualan produk-produk yang dihasilkan, terutama saat Aceh didatangi tamu dari luar daerah. Ira pun bersyukur usahanya bertahan di tengah pandemi.

“Pandemi memang merusak  segala hal, termasuk usaha kami, beberapa pekerja juga adanya keterlambatan pembayaran honorer karena susahnya laku produk,” kata Ira.

Layak Dipasarkan ke Mancanegara

Istri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Ny Nur Asia Uno mengungkapkan rasa kagumnya atas kerajinan songket asal Aceh, terutama milik Mutiara Songket.

Hal itu dikemukakannya saat berkunjung ke sekretariat Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) provinsi ujung barat sumatera itu, pertengahan tahun lalu.

Dalam kunjungannya, Ny Nur Asia Uno, didampingi oleh istri Gubernur Aceh, Ny Dyah Erti Idawati. Nur Asia memuji kualitas kerajinan milik Mutiara Songket.

“Kerajinan songket ini bagus sekali. Jahitannya juga rapi, dan songket ini sangat layak dipasarkan ke manca negara,” kata Nur Asia.

Dalam kunjungannya ke Aceh, selain membeli songket, Nur Asia juga memborong sejumlah produk lainnya, seperti tudung saji, bakul nasi dari anyaman bili, dan beberapa produce lainnya.

Sementara, Ketua Dekranasda Aceh, Dyah Erti Idawati mengatakan, pihaknya terus menggenjot produksi dari para perajin-perajin di Aceh. Meski produksi meningkat, hasil karya-karya mereka diharapkan tetap serapi dan seindah mungkin, karena itu sudah menjadi standar produk.

“Kita rutin memasarkan karya mereka di setiap pameran di berbagai daerah,” kata Dyah.

Tingkatkan Kompetensi

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Aceh berharap kepada para pelaku IKM di provinsi paling barat Indonesia ini untuk terus meningkatkan kompetensi melalui pelatihan-pelatihan yang digelar pemerintah maupun lembaga swasta yang kredibel.

Kepala Bidang Pengembangan Industri Menengah dan Aneka Disperindag Aceh, Nila Kanti atau Niken menyampaikan, pelatihan-pelatihan tersebut sangat penting.

Di samping mengasah kemampuan, sebut Niken, pelatihan ini juga akan menjadi ajang bagi para pelaku IKM dalam memperluas jaringan, mitra dan hal-hal baru terkait strategi penjualan produk.

“Silakan perluas wawasan bisnisnya melalui kesempatan pelatihan yang ditawarkan secara tatap muka maupun online, banyak program pelatihan-pelatihan yang ditawarkan, asalkan kita mau mencari tahu,” ujar Niken.

Shares: