HeadlineNews

Mottainai cara perkenalkan Mon Singet Gampong Wisata di Aceh Besar

Inisiator acara, Hesti Meilina yang juga pemilik Pondok Cemara menerangkan, Mottainai diambil dari bahasa Jepang yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah sesuatu yang tidak mubazir dan dapat dimanfaatkan kembali.
Mottainai cara perkenalkan Mon Singet Gampong Wisata di Aceh Besar
Kegaitan Mottainai atau bazaar di Pondok Cemara, Dusun Mon Singet, Kajhu, Aceh Besar

MON Singet adalah salah satu Dusun di Gampong Kajhu, Aceh Besar. Daerah ini memiliki pesona keindahan alam sebab terletak di pesisir pantai Lamcalok. Setiap pengunjung yang datang ke tempat ini, disuguhan pemandangan pasir putih dan aliran sungai, dan pepohonan cemara yang tumbuh menjulang, dan aktivitas nelayan memancing dan menjala ikan, magnet tersendiri yang akan membuat betah untuk berlama-lama.

Diantara pepohonan cypres mediterani atau nama latin dari cemara, terdapat bangunan dua lantai dominan putih dipadu coklat. Konstruksi gedung dibuat semi panggung dan menghadap barat. Pondok Cemara, begitu rumah ini diberi nama. Dapat dijadikan pilihan untuk bermalam, atau sekedar menghabiskan waktu menikmati sunset sembari menunggu waktu magrib tiba.

menikmati sunset, salah satu spot destinasi wisata di Mon Singet

Mencapai lokasi ini tidak sulit, hanya berjarak kurang lebih 30 kilometer dari pusat kota Banda Aceh, dan 12 menit perjalanan ke arah Pelabuhan Malahayati, melewati masjid besar Gampong Kajhu, terpaut 150 meter terdapat lorong masuk sebelah kiri. Jika telah memasuki jalan itu, anda tinggal bertanya kepada warga yang ditemui tentang lokasi wisata Mon Singet, dan dipastikan senyuman warga akan menunjuk arah tujuan.

Sabtu, 24 Desember 2021, puluhan warga Mon Singet dan pemilik Pondok Cemara, gelar hajatan Mottainai, yakni suatu kegiatan berupa bazaar amal barang bekas. Selain menjual pernak-pernik perhiasan, pada acara itu juga para pengunjung dapat membeli tas sekolah anak, sepatu, baju, jilbab, dan barang lainnya dengan harga sangat murah.

Inisiator acara, Hesti Meilina yang juga pemilik Pondok Cemara menerangkan, Mottainai diambil dari bahasa Jepang yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah sesuatu yang tidak mubazir dan dapat dimanfaatkan kembali.

Nah, Mottainai atau bazaar amal yang digelar oleh pihaknya bekerjasama dengan masyarakat sekitar bertujuan untuk membantu warga mendapatkan barang bekas berkualitas baik dengan harga murah. Tapi tujuan penting yang ingin dicapai dari acara ini adalah untuk memperkenalkan Gampong Wisata Mon Singet kepada khalayak luas.

“Ada dua target yang ingin kita capai, bazaar amal barang bekas, dan juga perkenalkan Mon Singet sebagai salah satu destinasi wisata di Aceh Besar,” terang perempuan yang menyelesaikan studi doktoralnya itu di negeri Sakura.

Spot pepohonan cemara, cocok untuk kumpul keluarga atau acara family gathering di Mon Singet

 

Dalam acara mottainai itu, dirinya menghubungi rekan dan koleganya untuk menyumbangkan barang bekas layak pakai, untuk kemudian dijual kembali pada acara bazaar tersebut. Dalam kegiatan ini pihaknya bekerjasama dengan para perempuan dari dusun setempat. 

“Alhamdullillah, sambutan warga dan para pengunjung yang datang merasa puas, dan sekaligus takjub suasana Gampong Wisata Mon Singet ini,” terang Hesti yang juga merupakan Dosen di FT USK itu. Untuk hasil penjualan selama bazaar, sambung Hesti lagi, pihaknya merenakan disumbangkan kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan, tambahnya.

Pondok Cemara, salah satu hunian alternatif yang terdapat di Mon Singet. Dapat disewa perjam atau perhari

Dewi, salah satu pengunjung bazaar Mottainai mengaku sangat senang dan terhibur dengan adanya bazaar di Dusun Mon Singet. Selain bisa berbelanja barang-barang murah, sekaligus bisa menikmati indahnya alam Mon Singet yang terletak di pesisir pantai Lamcalok yang tidak jauh dari kota Banda Aceh. 

Beberapa pengunjung lainnya juga mengaku baru pertama sekali mengunjungi Dusun Mon Singet dan tidak menyangka kreatifitas penduduk untuk melaksanakan bazaar yang menurutnya seperti Bazaar di luar negeri. Semoga menjadi inspirasi bagi desa-desa yang ada di Aceh.

 

Editor : Hendro Saky

Shares: