EdukasiHeadline

Momentum Hardiknas dan Kisah Firli Bahuri 

SETIAP tanggal 2 Mei, Indonesia periangati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Penetapan hari tersebut, untuk mengenang hari kelahiran tokoh bangsa Ki Hajar Dewantara.
Momentum Hardiknas dan Kisah Firli Bahuri 
Firli Bahuri bersama Bu Syurfah mantan guru agama semasa SMA di Palembang. Firli bersilatuhrami dengan gurunya dalam momentum peringatan Hari Ibu 22 Desember 2021. FOTO : koransn.com

POPULARITAS.COM – SETIAP tanggal 2 Mei, Indonesia periangati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Penetapan hari tersebut, untuk mengenang hari kelahiran tokoh bangsa Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara, sosok yang dianggap punya peran penting dalam mempelopori kemajuan pendidikan di Indonesia, dan salah satu ungkapannya, tidak ada hukuman yang paling menyedihkan dari terpenjara kebodohan.

Perayaan Hardiknas, semestinya tidak kita pahami hanya untuk mengenang tokoh bangsa yang berjasa dalam pendidikan ditanah air, jauh lebih dari itu, seyogianya adalah mengambil makna dan esensi dari pengorbanan yang telah mereka lakukan untuk Indonesia.

Menarik kemudian, untuk mencermati kisah Firli Bahuri mengenyam pendidikan, hingga kemudian membuatnya menjadi tokoh penting saat ini, yakni Ketua KPK RI.

Dalam sebuah kesempatan, Firli mengisahkan tentang perjalanan hidupnya menyelesaikan jenjang pendidikan dasar, hingga menengah atas, yang Ia lalui dengan penuh perjuangan heroik, dan kesemua itu telah menempah dirinya menjadi sosok yang punya komitmen untuk membenahi sistem pendidikan di tanah air.

Firli berkisah, Ia lahir dari keluarga miskin nun jauh di pelosok dusun di Sumatera Selatan, sepeninggal ayahnya, sosok ibu telah menjadi inspirasi bagi dirinya. Perjuangan ibu membesarkan enam orang anak, membulatkan tekad baginya untuk mengubah ekonomi keluarga yang sangat sulit saat itu. Pesan penting dari sang Ibu, teruslah bersekolah setinggi-tingginya agar nasih kita berubah.

Pesan sang ibu itulah yang menancapkan semangat Firli Bahuri. Ia harus berjalan kaki sejauh 16 kilometer tanpa sepatu Selama enam tahun untuk bisa menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar.

Dan bahkan untuk biaya sekolah, Firli tidak punya uang, Ia kerap membayar uang sekolah dengan kelapa atau buah durian, dan bahkan ikan hasil tangkapannya. “Alhamdulillah, kepala sekolah saat itu memahami kondisi saya,” kata Firli kala itu.

Semasa SMA, Firli melakukan banyak hal untuk membiaya pendidikannya sendiri, dari jualan pepes ketan dari warung ke warung, dan bahkan Ia mengaku pernah menjadi pembantu rumah tangga.

Saat jadi pembantu rumah tangga, pria lulusan AKPOL 1990 itu bertugas mencuci pakaian, cuci mobil, mengepel, bersihkan WC, dan bahkan setrika baju tuan rumah tempat Ia bekerja.

Ia mengisahkan, tuan rumah tempat dirinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga memiliki tujuh anak, dan Ia harus bekerja dari jam 4 pagi hingga jam 11 malam. Hal itu Ia lakoni agar pendidikannya tidak berhenti, sebab dirinya tidak ingin mengecewakan pesan sang ibu.

Usai Tamat SMA, Firli tiga kali ikut tes AKABRI, namun selalu gagal. Hendak melanjutkan pendidikan ke Universitas Ia tidak punya uang, karenanya dirinya memutuskan ikut sekilah Bintara Polisi, dan diterima dan lulus dengan pangkat Sersan.

Saat jadi Bintara Polisi, Firli selalu teringat pesan pentingnya ibunya, karna itu, Ia putuskan kembali ikut tes AKABRI, untuk yang keempat, kelima, dan akhirnya pada tes keenam, Ia dinyatakan lulus sebagai calon prajurit taruna (Capratar) pada 1987.

Semua kisah yang dialami Firli untuk menyelesaikan pendidikan, telah mematri semangatnya dan cita-citanya untuk membangun Indonesia lewat Pendidikan. Sebab Ia percaya, pendidikan adalah satu upaya untuk mencerdakan kehidupan bangsa, dan membawa seluruh rakyat Indonesia mencapai kesejahteraan umum.

Shares: