EditorialNews

Mimpi Nova Iriansyah Angka Kemiskinan di Aceh turun 1 % pertahun, mungkinkah?

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam beberapa kesempatan, kerap menyampaikan mimpinya untuk menurunkan angka kemiskinan sebesar 1 persen pertahun. Hal ini kerap Ia lontarkan dalam beberapa kesempatan rapat dan pertemuan dengan beberapa pihak.
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam beberapa kesempatan, kerap menyampaikan mimpinya untuk menurunkan angka kemiskinan sebesar 1 persen pertahun. Hal ini kerap Ia lontarkan dalam beberapa kesempatan rapat dan pertemuan dengan beberapa pihak.

Hal terakhir, perihal penurunan 1 persen angka kemiskinan di Aceh ini, disampaikannnya, pada rapat Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TKP2K), yang berlangsung bulan lalu di Banda Aceh.

Tentu niat politisi partai Demokrat itu, merupakan hal yang sangat baik, tapi yang pasti, niat baik harus tercermin dari apa yang telah dan akan dilakukan agar target tersebut dapat dicapai, hal ini lebih menarik untuk diketahui banyak pihak, seperti apa gebrakan dan gagasan beliau.

Sebagai Pelaksana tugas kepala daerah, Nova memiliki anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA), sebagai salah satu instrumen dan alat intervensi yang dapat digunakan untuk mengurai persoalan kemiskinan di provinsi ujung pulau sumatera ini.

Bertolak dari APBA 2019, yang telah disahkan oleh eksekutif dan legislatif beberapa hari lalu, senilai Rp17 triliun, kita bisa melihat seperti apa cerminan keberpihakan Pemerintah Aceh yang dipimpin Nova saat ini, dengan janji dan komitmennya dalam penurunan angka kemiskinan 1 persen pertahun.

Secara global kita dapat melihat bahwa, struktur APBA 2019, sama sekali tidak mencerminkan arah atau target yang ingin di intervensi oleh daerah untuk sektor tertentu yang secara signifikan mengurai akar persoalan kemiskinan.

APBA 2019 yang gemuk, secara struktural tidak menggambarkan program monumental yang secara linier berdampak simultan terhadap penurunan angka kemiskinan 1 persen pertahun. Dan bahkan, sebut saja misalnya, pemerintah Aceh kembali menyedot perhatian masyarakat dengan menggelontorkan biaya perjalanan dinas senilai lebih dari 500 miliar.

Prof Samsul Rizal, Rektor Universitas Syiah Kuala, mengatakan, terdapat dua sektor di Aceh, yang berkontribusi besar menyumbang angka kemiskinan, yakni pertanian dan pesisir pantai.

Sementara itu, terang Rektor kembali, sektor Pariwisata, berkontoribusi sangat besar mendorong pertumbuhan ekonomi, sebab, pada bidang ini, terdapat aliran dan perputaran uang yang ril dan langsung menyasar kepada masyarakat.

Dari apa yang disampaikan Rektor tersebut, tentu kita dapat menilik, keberpihakan Plt Nova Iriansyah untuk mencapai hasrat dan keinginannya dalam penurunan angka kemiskinan, adalah seberapa besar anggaran di sektor pertanian, dan perikanan, yang dialokasikan, agar sasaran masyarakat yang banyak terdapat kantong kemiskinan di dua sektor tersebut, dapat dicapai.

Dari data yang dikutip dari laman, Bappeda Aceh, anggaran yang terdapat pada Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun), senilai Rp443 miliar, atau 3,86 persen dari total APBA 17 triliun, sementara, anggaran di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, sebesar Rp356 miliar, atau setara 3,11 persen. Rerata, kedua dinas ini, yang diharapkan berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan terbesar di kedua sektor tersebut, jumlah anggarannya tidak Rp799 miliar, atau hanya mendapatkan alokasi 6,97 persen dari total anggaran yang ada.

Mirisnya, sektor pariwisata, yang diharapkan memiliki peran penting dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi, jumlah anggaranya hanya Rp237 miliar. Dan kita lihat, dari struktur APBA 2019, Pemerinth Aceh, sama sekali tidak serius menangani sektor ini, sebab, ini dapat tergambar dari seluruh even calender pariwisata 2019, hanya terdapat porsi kegiatan penunjang pariwisata nilainya tidak sampai Rp60 miliar.

Tentu, dari penggambaran tersebut, kita sama sekali tidak dapat melihat, sebenarnya langkah konkrit dari Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, untuk menurunkan angka kemiskinan sebesar 1 persen dari apa yang dicanangkan.

Secara teoritis, Kemiskinan tidak hanya berkorelasi dengan pertumbuhan output agregat atau produk domestik regional bruto (PDRB), tetapi juga dengan pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi secara individu.

Peningkatan 1% output di sektor pertanian mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan sedikit di atas 1%, persentase pertumbuhan yang sama dari output di sektor industri dan di sektor jasa hanya mengakibatkan pengurangan kemiskinan antara 1/4% hingga 1/3%.

Nah, dari landasan teoritis tersebut, sebenarnya kita dapat menilai bahwa, tidak ada program yang secara nyata terlihat dengan terang benderang pada APBA 2019, yang memiliki signifikansi terhadap penurunan angka kemiskinan sebesar 1 persen.

Memang, kita sadari bersama bahwa, ada banyak komponen, yang dapat dijadikan sandaran dalam mendorong angka pertumbuhan ekonomi, yang diharapkan, dengan naiknya pertumbuhan atau yield, maka tingkat kemiskinan akan menurun.

Selain ekspor, tingkat konsumsi, goverment ekspenditure atau belanja pemerintah, adalah variable yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Aceh. Nah masalahnya, Aceh ini ekspor minim, konsumsi tinggi, produktivitas rendah, sehingga, belanja pemerintah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan.

Kita tentu berharap bahwa, goverment expenditure pemerintah Aceh, dengan dana Rp17 triliun tersebut, dapat menjadi faktor trigger, atau mampu mengakselerasi sektor lainnya untuk tumbuh dan bergerak, sehingga target pencapaian penurunan angka kemiskinan dapat dipenuhi. Namun sekali lagi, sangat kita sayangkan, kita sama sekali tidak mampu melihat dan mengukur, hal tersebut dapat dicapai dengan uang yang terdapat pada APBA 2019. (**)

Shares: