Dinas Kebudayaan dan Pariwisata AcehHeadline

Menyusuri Lorong Waktu di Masjid Tuha Indrapuri

Masjid Tuha Indrapuri berada di pasar Indrapuri, Aceh Besar, Aceh. Masjid yang memiliki tiga susun atap ini sudah dimasukkan dalam benda cagar budaya oleh institusi terkait.

BANGUNAN itu beratap seng bertingkat tiga. Setiap tingkatan dibuat semakin membesar ke bawah. Atapnya berbentuk limas segi empat, dengan lima buah titik sudut yang tiang-tiangnya terpacak di atas keramik. Belasan tiang bersegi delapan tersebut berbahan baku kayu. Warnanya coklat tua.

Tiang bersegi delapan itu dirangkai sedemikian rupa menggunakan balok-balok seukuran papan. Semua bahan kayu penopang atap bangunan itu diduga berusia lawas. Berdasarkan kaligrafi yang tertera di salah satu sudut atas atap tersebut memuat tarikh pembuatan bangunan. Tarikh itu diukir menggunakan aksara Arab dengan gaya kaligrafi.

Atap limas itu tidak berdiri sendiri. Ianya terhubung dengan dinding bangunan berkontruksi beton berbentuk empat persegi, yang bersusun empat tingkatan. Setiap tingkatan beton kian menyempit hingga mengapit tiang-tiang atap yang juga bersusun tiga. Struktur beton pada dinding dasar bangunan tersebut disebut berspesi kapur dan tanah liat. Bangunan dasar ini diduga bekas benteng pertahanan pada masa Aceh masih berbentuk kerajaan.

Di dalam bangunan di bawah atap limas bersusun tiga ini masih terlihat struktur berbentuk mihrab yang juga terbuat dari beton. Namun, mihrab tersebut telah dihadang oleh mimbar berkonstruksi kayu model zaman sekarang.

Mimbar beton Masjid Tuha Indrapuri | Foto: Boy Nashruddin Agus

Inilah konstruksi Masjid Tuha Indrapuri, sebuah bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Indonesia. Masjid ini berada di Pasar Indrapuri Aceh Besar, tak jauh dari daerah aliran sungai (DAS) Krueng Aceh. Masjid ini berada di satu titik segitiga, jika dilihat melalui peta, yang terhubung dengan Indrapatra di kawasan Krueng Raya dan Indrapurwa di kawasan Peukan Bada.

Lihat Foto: Diwana Sekejap ke Masjid Tuha

Banyak yang menghubungkan masjid ini dengan kepercayaan Hindu di Aceh. Ada literatur bahkan mengatakan bahwa Masjid Tuha Indrapuri berdiri di atas tapak candi Hindu yang telah hilang. Candi tersebut disebut-sebut dibangun pada tahun 604 Masehi oleh adik perempuan dari Putra Harsha. Lebih lanjut, Yunus Djamil dalam buku Tawarich Raja-raja Kerajaan Aceh bahkan menyebut Indrapuri merupakan bagian dari kerajaan Hindu Indrapurwa.

Monumen Masjid Tuha Indrapuri

Pun demikian, pihak pemerintah menukil awal mula pembangunan Masjid Tuha Indrapuri diprakarsai oleh Sultan Iskandar Muda. Sultan Aceh ini berkuasa rentang tahun 1607 hingga 1636 Masehi. Penetapan tersebut diperkuat dalam sebuah monumen yang dibangun di sisi kanan tangga saat pengunjung memasuki perkarangan masjid.

Masih berdasarkan keterangan di monumen tersebut disebutkan masjid ini dibangun di atas bangunan pra-Islam. Sementara dari segi arsitektur diketahui Masjid Indrapuri terpengaruh dengan budaya Hindu yang terlihat dari bentuk atapnya yang bertingkat-tingkat. “Masjid Indrapuri pernah dipakai untuk menobatkan Sultan Muhammad Daudsyah pada tahun 1878 Masehi sebagai Sultan Aceh yang merupakan sultan terakhir,” bunyi tulisan di monumen itu.

Kendati disebut terpengaruh dengan budaya Hindu, tetapi penelitian teranyar menyimpulkan atap limas yang dimaksud justru dibangun belakangan. Setidaknya penelitian Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) pada 21 Januari 2017 di lokasi terdapat penanggalan tahun pembuatan bangunan yang ditulis dalam aksara Arab. Penanggalan ini diukir sedemikian rupa dalam kaligrafi dan disematkan di salah satu sudut atap.

Kaligrafi bertarich pembuatan bubung atap Masjid Tuha Indrapuri | Foto: Mizuar Mahdi/Mapesa

Hasil penelitian ini kemudian diterjemahkan oleh Masykur Syafruddin yang merupakan Direktur Pedir Museum dan kolektor manuskrip Aceh. Dalam terjemahannya, Masykur menyebutkan, “Angka yang terpahat pada sudut mesjid adalah 127[..] Hijriyah. Angka terakhir yang terpahat setelah 127[..] bagi mata saya sedikit kabur untuk dibaca, bisa saja dibaca angka 2, bisa pula dibaca angka 4. Dengan demikian, tahun yang terpahat pada konstruksi mesjid yaitu tahun 1272 Hijriyah = 1856 M, dan jika dibaca tahun 1274 Hijriyah maka = tahun 1858 Masehi.”

Tak hanya di atap bangunan Masjid Tuha Indrapuri, aktivis Mapesa juga menemukan ukiran penanggalan di kolam bangunan tersebut. Penanggalan ini juga ditulis dalam bentuk kaligrafi berbahasa Arab, yang diartikan oleh Masykur, “Pada awal Muharram yang mulia tahun seribu tiga ratus empat puluh dua Sanah 1342 H (1924 M).”

Kaligrafi di tepi kolam di Masjid Tuha Indrapuri | Dok Mizuar Mahdi/Mapesa

Kontruksi Masjid Indrapuri lazim ditemukan di bangunan-bangunan tua yang dibangun periode tahun akhir abad 18 hingga abad 19 Masehi. Masykur kemudian mencontohkan bangunan yang berkonstruksi serupa yaitu Masjid Tuha Indrapurwa, Masjid Krueng Raba, Masjid Tuha Bung Sidom, Masjid Tuha Lamno Daya, dan Masjid Panglima Polem.

Selain itu, arsitektur atap limas bertingkat juga dapat dilihat pada gaya masjid kesultanan Islam Demak di Pulau Jawa. Pada masanya, trend bangunan berbentuk limas juga sudah dikenal luas sejak zaman Fir’aun berkuasa di Mesir, seperti halnya gaya pembangunan Piramida.

Meskipun demikian, kontruksi masjid dengan atap limas ini bisa saja telah mengalami beberapa perubahan. Apalagi bangunan masjid ini berada di daerah tropis yang rawan gempa. Tak hanya itu, bangun berspesi kapur dan tanah liat yang diduga sebagai bekas candi atau benteng pertahanan masa lalu tersebut juga sudah pernah mengalami renovasi. Hal ini diakui oleh Januardi, salah seorang warga Indrapuri yang berprofesi sebagai tenaga pengajar mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Kuta Cot Glie, Aceh Besar.

Suasana Masjid Tuha Indrapuri periode 1880-an. Atap bangunan masih terbuat dari daun rumbia | koleksi Tropenmuseum

“Temboknya pernah direnovasi karena sudah rubuh. Coba liat ‘kan ada kontruksi bangunannya yang sudah menggunakan semen,” kata Januardi, Selasa, 14 Mei 2019.

Masjid Tuha Indrapuri memang sudah tua. Namun, aktivitas keagamaan di bangunan ini masih terus berlangsung hingga kini. Pantauan popularitas.com, Selasa siang, banyak warga setempat ikut salat zuhur berjamaah di masjid bersejarah tersebut. Tak hanya itu, masyarakat juga memanfaatkan bangunan masjid ini sebagai tempat berlindung dari sengatan matahari, yang siang Selasa kemarin suhunya diperkirakan mencapai lebih dari 30 derajat celcius.

“Bukan cuma salat lima waktu, di Masjid Tuha Indrapuri juga dilaksanakan salat Tarawih dan Witir selama Ramadan,” pungkas Januardi.*(BNA)

Shares: