News

Menkeu Belum Tentukan Skema Anggaran untuk Ibu Kota Baru

Menteri Keuangan Sri Mulyani masih menunggu perencanaan matang dari Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian PUPR terkait anggaran dan skema biaya untuk pemindahan ibu kota. (CNN Indonesia/Hesti Rika).

JAKARTA (popularitas.com) – Menteri Keuangan Sri Mulyani masih menunggu perencanaan matang dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait anggaran dan skema biaya untuk pemindahan ibu kota.

Skema anggaran pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke luar Jawa itu wacananya akan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.

Menurut Sri Mulyani, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sedang mempelajari pengalaman dari negara lain yang memindahkan ibu kota negara mereka. Salah satu hal yang dipelajari yakni skema pembiayaan yang berbeda-beda antara negara.

“Jadi untuk saat ini kami akan menunggu sampai perencanaan itu matang dan kalau perencanaan itu matang berarti estimasi dari anggarannya akan jauh lebih akurat,” ungkap Sri Mulyani, Selasa 30 April 2019.

Usai mengetahui pasti jumlah anggaran yang dibutuhkan, skema lain yang harus dipikirkan kedua kementerian adalah cara pembiayaan yang akan diusung pemerintah. Ini artinya, biaya yang digelontorkan untuk pemindahan ibu kota tak 100 persen dari APBN.

“Nanti baru pikirkan bagaimana teknis pembiayaannya. Jangan sampai kami membuat berbagai macam analisa, sementara perencanaannya masih belum dilakukan secara detil dan matang,” terang Sri Mulyani.

Sebelumnya, Bambang memproyeksi pemindahan ibu kota dari Jakarta ke kota lain membutuhkan dana sekitar US$23-33 miliar atau Rp323 triliun-Rp466 triliun. Angka itu lebih besar dibandingkan dengan anggaran yang dikeluarkan negara lain untuk memindahkan ibu kotanya.

Ia mengusulkan untuk membentuk badan otoritas khusus untuk mengurus pemindahan ibu kota agar prosesnya lebih lancar dan cepat. Sebab, proses pemindahan ibu kota memakan waktu cukup lama, minimal lima sampai 10 tahun.

“Kami melihat pengalaman Korea, dari Seoul ke Sejong itu bertahap sampai 2030, jadi multiyears, karena itu, perlu ditangani oleh tim khusus. Usulan kami memang semacam badan otorita,” ujar Bambang.

Nantinya, badan otoritas khusus itu memiliki tugas untuk mengoordinasikan seluruh proses pemindahan ibu kota. Mulai dari pengelolaan dana investasi dan membangun kerja sama dengan seluruh pihak, baik dengan pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, hingga swasta.

Kemudian, badan itu juga akan mengelola aset investasi dan menyalurkan aset kepada pemerintah untuk pihak ketiga. Penyaluran aset itu dilakukan secara sistem kontrak untuk tujuan pembangunan kawasan.*

Sumber: CNN Indonesia

Shares: