FeatureHeadline

Mengintip Makam Raja Aceh dan Keluarganya Dalam Satu Kompleks

Makam-makam di kompleks Makam Sultan Iskandar Muda di Kecamatan Baiturrahaman, Kota Banda Aceh, Rabu (30/9/2020). (Fadhil/popularitas.com)

POPULARITAS.COM – Di Jalan Sultan Mahmud Syah Kota Banda Aceh, tepatnya di sebelah kiri, sebuah gapura berdiri megah. Di sisi paling atas bertuliskan “Kompleks Makam Sultan Iskandar Muda”.

Di bawahnya, sebuah jembatan besi yang membelah Krueng Daroy menghubungkan jalan protokol ke kompleks makam tersebut.

Di dalam kompleks ini terdapat sejumlah bangunan, pepohonan rindang, dan puluhan makam yang terbagi ke dalam beberapa bagian. Ukuran makam cukup bervariasi, mulai dari kecil hingga besar.

Begitu juga dengan lokasi makam, ada yang terpisah, ada pula yang berada bersebelahan dalam satu bagian. Di paling sudut kompleks tersebut, terdapat sebuah makam yang dibangun dalam pondasi khusus, lengkap dengan atap.

Makam tersebut adalah milik Sultan Iskandar Muda. Ia merupakan sultan yang paling besar dalam masa Kesultanan Aceh. Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Aceh Darussalam mencapai puncak kejayaan.

Sultan Iskandar Muda berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636. Kejayaannya saat itu dibuktikan dengan daerah kekuasaannya semakin besar dan berhasil menjadikan Aceh bersaing di pusat perdagangan internasional dan pembelajaran tentang Islam.

Makam-makam di kompleks Makam Sultan Iskandar Muda di Kecamatan Baiturrahaman, Kota Banda Aceh, Rabu (30/9/2020). (Fadhil/popularitas.com)

Bukan hanya itu, kemajuan Aceh juga meliputi segala bidang kehidupan, termasuk pendidikan. Saat itu, Aceh menjadi tempat rujukan para ulama di Nusantara

Pada masa itu pula, Aceh dikenal sebagai daerah yang sangat kaya dan makmur. Bahkan, kekuasaan Sultan Iskandar Muda disebut-sebut bisa mencapai pesisir barat Minangkabau dan Perak.

Pada masa Sultan Iskandar Muda, Aceh juga dapat mengendalikan semua pelabuhan penting di pantai barat Sumatra dan di pantai timur, bahkan hingga ke Asahan di selatan.

Sultan Iskandar Muda meninggal pada tahun 1636 Masehi, setelah itu Aceh secara perlahan-lahan mengalami kemerosotan. Sultan Iskandar Muda dimakamkan persis di samping istananya atau sekarang Meuligoe Gubernur Aceh.

Makam Sultan Iskandar Muda kini lengkap pondasi atau monumen,serta dibubuhi dengan papan nama di depannya, yang bertuliskan “Makam Pahlawan Nasional Sultan Iskandar Muda Banda Aceh”.

Di kompleks tersebut, selain Makam Sultan Iskandar Muda, juga terdapat makam-makam lainnya. Makam-makam tersebut tersebut merupakan milik keluarga kerajaan Aceh Darussalam yang berkuasa pada abad ke 18.

Di antaranya adalah Putri Raja Anak Raja Bangka Hulu, Raja Perempuan Darussalam, Tuanku Zainal Abidin, Sultan Alaidin Mahmudsyah  dan keluarga sultan yang lain.

Sultan Alauddin Mahmud Syah adalah sultan ke-25 dalam Kerajaan Aceh Darussalam. Ia berkuasa dari tahun 1760-1781, dalam rentang waktu ini pemerintahannya sebanyak dua kali terganggu oleh perampasan kekuasaan yakni pada tahun 1764 dan 1773.

Sebagian dari makam tersebut sudah dipugar, sementara selebihnya masih di tempat terbuka dan belum memiliki atap. Karena itu, anggota DPR Aceh Teuku Irwan Djohan melalui dana pokok pikirannya menganggarkan untuk merevitalisasi kompleks tersebut.

Irwan menyebut, selain menambah atap makam, dana pokir tersebut juga akan digunakan untuk merehap beberapa gedung tua yang ada dalam kompleks tersebut. Bagian-bagian yang direhap juga di luar yang dilakukan oleh Disbudpar Aceh.

“Saya memasukkan usulan anggaran yang kira mungkin di luar rutinitas (Disbudpar).  Ada beberapa yang direvitalisasi, di sana kita pasang atap supaya lebih teduh, kemudian pengunjung agar lebih nyaman dan makam serta nisan terjaga, batu-batu bersejarah lama kelamanann akan berpengaruh jug dengan faktor alam,” ujar Irwan,  Rabu (30/9/2020).

Menurutnya, revitalisasi dilakukan untuk memperindah kembali kompleks tersebut. Sehingga, upaya ini akan memikat daya tarik para wisatawan baik lokal maupun mancanegara di masa yang akan datang.

“Kita perindah kembali, kita rapikan kembali, karena ini sejarah yang sangat luar biasa. Semua orang tau, sosok Iskandar Muda, ini sultan yang paling populer, sultan paling terkenal yang membangun Aceh masa lalu, ini kompleks makam Sultan Iskandar Muda, ya harus kita rawat baik-baik,” tutur Irwan.

Masuk dalam Kawasan Darud Donya

Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) akan memasukkan Kompleks Makam Sultan Iskandar Muda sebagai kawasan situs cagar budaya yang diberi nama Darud Donya.

Kepala Bidang Sejarah dan Nilai Budaya Disbudpar Aceh, Irmayani mengatakan bahwa pihaknya sudah membuat Detail Engineering Design (DED) terkait pemugaran kawasan Darud Donya tersebut.

Kawasan Darut Donya dimulai dari Simpang Kodim 0101/BS hingga ke Taman Putro Phang. Sepanjang jalan tersebut, wisatawan nantinya akan disuguhkan pemandangan yang berbeda dari jalan protokol lainnya di Kota Banda Aceh.

“Disbudpar sudah buat DED tentang lokasi ini menjadi Daurud Donya, di mana ketika wisatakan atau siapa pun yang datang masuk lokasi ini punya asmosfer yang berbeda, memiliki jalan dan suasana berbeda dengan daerah-daerah lain,” jelas Irmayani.

“Ini sudah ada DED, Insya Allah kalau anggaran memungkinkan kita buat sebagai lokasi suasana yang berbeda dengan lokasi jalan lain di Aceh,” tambah Irmayani.

Menurut Irmayani, Disbudpar Aceh, khususnya bidang sejarah akan selalu melakukan pemeliharaan, perlindungan, dan pemanfaatan terhadap situs sejarah di Tanah Rencong.  Pemeliharaan juga dilakukan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).

“Untuk perlindungan salah satu kegiatan yang kita lakukan adalah merupakan perlindungan cagar budaya, batu nisan kita ini bernilai cukup tinggi dan ada yang melakukan penelitian, juga ada dari Malaysia,” papar Irmayani.

Godok Qanun Cagar Budaya

Badan Legislasi (Banleg) DPRK Banda Aceh saat ini sedang merancang rancangan qanun (Raqan) Pelestarian Situs Sejarah dan Cagar Budaya. Qanun ini nantinya diharapkan dapat menjadi payung hukum dan menjaga sejumlah situs bersejarah di Kota Banda Aceh.

Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) sebelumnya menyebutkan, sejumlah situs bersejarah di Kota Banda Aceh luput dari perhatian pemerintah. Bahkan, terdapat sejumlah oknum yang mencoba merusak situs tersebut, dan kemudian mendirikan bangunan.

“Dengan ada Qanun Cagar Budaya, maka situs sejarah di Banda Aceh akan memiliki payung hukum, maka sudah ada yang melindunginya, istilahnya sudah ada pagar,” ucap Ketua Banleg DPRK Banda Aceh, Heri Julius saat dihubungi, Kamis (1/10/2020).

Ia menjelaskan, Banleg DPRK bersama Pemko Banda Aceh menyepakati Raqan Cagar Budaya diselesaikan dalam tahun ini. Menurut Heri, pelestarian cagar budaya sangat dibutuhkan apalagi untuk Kota Banda Aceh.

“Cagar budaya juga akan menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Banda Aceh akan lebih banyak memikat wisatawan mancanegara untuk datang ke Banda Aceh,” ungkapnya.

Reporter: Muhammad Fadhil

Shares: