EditorialHeadline

Menggantung Asa Pada Dana Otsus Aceh

NOVA Iriansyah, Pelaksana tugas Gubernur Aceh, dalam satu acara pertemuan dengan unsur DPR RI dan DPRA, yang dilangsungkan di Jakarta, menyebutkan bahwa, telah ada sinyal positif dari Presiden RI Joko Widodo, terkait dengan perpanjangan dana otonomi khusus (Otsus) Aceh.
ILustrasi. FOTO : Serambinews.com

NOVA Iriansyah, Pelaksana tugas Gubernur Aceh, dalam satu acara pertemuan dengan unsur DPR RI dan DPRA, yang dilangsungkan di Jakarta, menyebutkan bahwa, telah ada sinyal positif dari Presiden RI Joko Widodo, terkait dengan perpanjangan dana otonomi khusus (Otsus) Aceh.

Penegasan yang disampaikan politisi Partai Demokrat tersebut, Senin, 11 November 2019, disalah satu hotel di Jakarta, telah membuka ruang narasi baru, tentang pentingnya kerangka kerja semua pihak, baik dari unsur legislatif, eksekutif, dan seluruh elemen rakyat, untuk secara bersama memperjuangkan perpanjangan dana Otsus Aceh.

Dalam kesempatan itu juga, Nova memberikan isyarat bahwa, perpanjangan dana otsus bagi Aceh, merupakan suatu produk legislasi, yang telah diatur dalam UU Pemerintahan Aceh atau UUPA, dan untuk itu, perlu dilakukan revisi terhadap klausul pasal-pasal dalam regulasi itu, yang secara khusus mengaturnya.

Dalam UUPA, secara jelas disebutkan bahwa, dana otsus bagi Aceh berlaku secara efektif selama 20 tahun. Dengan rincian pada tahun 1-15 nilainya setara 2 persen dari DAU nasional, dan pada tahun ke-16 sampai tahun ke-20 ditentukan setara 1 persen dari pagu DAU nasional.

Provinsi Aceh, pertama kali mendapatkan kucuran dana Otsus pada tahun 2008, dengan jumlah Rp3,8 T, dan sejak tahun tersebut, hingga 2018, total yang sudah diterima provinsi ini telah mencapai Rp64,9 T.

Nova Iriansyah juga mengungkapkan, keberadaan dana otsus, memiliki peran penting dalam kebijakan fiskal bagi Aceh, dengan fokus belanja pada sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan ekonomi.

Dana Otsus tersebut juga, secara gradual menurunkan angka kemiskinan di provinsi ini. Jika 2008, penduduk miskin di Aceh sebesar 23,8 persen, dan pada 2018 dapat ditekan menjadi 15,7 persen. atau terjadi penurunan sebesar 8 persen pada kurun waktu 2008-2018.

Harus kita akui, dana otsus bagi Aceh, masih merupakan komponen terbesar sebagai sumber pendapatan pembiayaan daerah. Namun, dalam kurun satu dekade terakhir, optimalisasi dan efektivitas pemanfaatan belum sepenuhnya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

ketergantungan provinsi Aceh terhadap dana otsus masih sangat tinggi, sebagai sumber belanja daerah. Dan dipastikan, jika daerah ini tidak lagi mendapatkan kucuran otsus, kebijakan fiskal daerah akan jatuh pada titik rendah.

Kementrian Keuangan RI, memasukkan Aceh sebagai daerah dengan kategori low income low growth, atau rendah pendapatan dan juga rendah pertumbuhan. Nah, menilik data Bank Indonesia, rerata PRDB Aceh, pada kisaran 3.71 persen. Dan kontribusi terbesarnya masih pada goverment expenditure, atau belanja pemerintah.

Dengan akan menurunnya dana otsus Aceh pada 2023 nanti, yakni hanya menyisakan 1 persen dari DAU nasional, maka, selain fokus pada perjuangan perpanjangan, maka langkah exit strategi juga harus dipikirkan oleh pemerintah Aceh, dengan asumsi jika pemerintah pusat belum menyetujui opsi perpanjangan.

Selain itu juga, dengan waktu yang tersisa, perlu dilakukan kajian yang menyeluruh dan komprehensif, terkait dengan efektivitas pengelolaan dana otsus di provinsi ini, dengan penekanan pada opsi rangsangan atau stimulus pada kerangka sumber ekonomi baru.

Jika hal tersebut dilakukan, setidaknya, Aceh memiliki opsi atau exit strategi jika pemerintah pusat belum memberikan pilihan perpanjangan dana otsus bagi provinsi ujung paling barat pulau sumatera ini. (RED)

Shares: