EditorialNews

Menggagas Pertamina Ala Aceh

Untuk menggagas dan membidani kelahiran perusahaan Petro Migas ini, tentu dibutuhkan sumbangsih pikiran dari kalangan terpelajar di Aceh, yakni dari kalangan kampus, dan juga para praktisi yang selama ini berkecimpung dalam dunia hidro karbon. Dan dukungan mutlak adalah, langkah politik yang harus segera diambil Pemerintah Aceh, dan lembaga legislatif.
Ilustrasi (Antara)

PT PERTAMINA (Persero), adalah perusahaan negara, dan kelahirannya dibentuk melalui UU. Dan sejak berdiri pada 1957, perusahaan ini telah menjelma menjadi badan hukum provit kelas dunia, dan menyumbang devisa bagi RI.

UU Pemerintah Aceh, yang lahir dari sebuah janji damai saat provinsi ujung sumatera ini bergejolak, ternyata memiliki visi besar dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. Dan kondisi inilah yang memaksa pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2015, tentang pengelolaan bersama minyak bumi dan gas alam dinegeri berjuluk serambi mekkah ini.

Terbitnya PP tersebut, menandai babak baru pengelolaan migas di Aceh, dan sekaligus payung hukum lahirnya Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), yakni suatu badan otorita, yang memiliki kewenangan dalam mengatur tatakelola migas di provinsi ini pada batas 12 hingga 200 mil laut.

Kita akui, sebagai provinsi yang baru sembuh dari luka, pemerintah Aceh belum memiliki pengalaman dalam mengelola migas, namun, penting juga disadari, hari ini, terdapat ribuan putra terbaik negeri ini yang bekerja di berbagai perusahaan migas multi-nasional.

Sebagaimana kelahiran PT Pertamina (Persero), sudah sepantasnya, dengan aturan hukum yang ada, dan juga dengan otoritas penuh BPMA dalam tata-kelola migas, provinsi ini memiliki satu perusahaan sekelas Pertamina yang berorientasi provit sebagai motor dalam pelaksanaan operasional proses eksplorasi dan eksploitasi cadangan migas Aceh, untuk digunakan sebesarnya bagi kemakmuran rakyat.

Plt Kepala BPMA, Azhari Idris, mengakui bahwa, kehadiran perusahaan seperti Pertamina yang nantinya merupakan milik Aceh, adalah cita-cita dan keinginannya dirinya sejak awal berkecimpung dalam pembentukan BPMA. “Sejak awal, saya bermimpi Aceh punya perusahaan seperti Pertamina,” katanya.

Untuk menggagas hal tersebut, tentu dibutuhkan konsensus dan kesepakatan politik antara Pemerintah Aceh dan DPRA. Yakni dengan cara melahirkan payung hukum berupa qanun migas, sebagai dasar regulasi dapat dibentuknya perusahaan tersebut.

Kehadiran perusahaan Petro migas di Aceh, adalah kemendesakan, dan ini sangat penting bagi upaya provinsi ini mendapatkan manfaat yang lebih dari adanya cadangan minyak bumi dan gas alam.

Dengan hadirnya perusahaan Petro Migas, yang merupakan milik pemerintah Aceh tersebut, akan mendatangkan banyak kemanfaatan bagi masyarakat, seperti kemandirian dalam pengelolaan migas, pengusaan akan tekonologi canggih dibidang perminyakan dan gas, serta dapat menjadi sarana pendidikan putra dan putri Aceh dalam bidang migas. Dan tentu saja yang terpenting adalah manfaat langsung yang diterima masyarakat, berupa lapangan kerja.

Untuk menggagas dan membidani kelahiran perusahaan Petro Migas ini, tentu dibutuhkan sumbangsih pikiran dari kalangan terpelajar di Aceh, yakni dari kalangan kampus, dan juga para praktisi yang selama ini berkecimpung dalam dunia hidro karbon. Dan dukungan mutlak adalah, langkah politik yang harus segera diambil Pemerintah Aceh, dan lembaga legislatif.

Jadi, mari kita tunggu, aksi nyata dari semua elemen daerah, untuk sesegara mungkin melahirkan perusahaan Petro migas sekelas Pertamina ala Aceh. (red)

Shares: