HeadlineIn-Depth

Menanti Keajaiban Tuhan Lewat Tangan Hakim Agung

Juanda (kiri baju putih) ketika sidang di PN Tipikor Banda Aceh, Agustus 2017 lalu. (JAP)

“Upaya hukum kasasi merupakan langkah terakhir dalam proses hukum di Indonesia. Meski masih ada kesempatan untuk peninjauan kembali, namun, langkah ini tidak mengubah keputusaan Hakim Agung sebelumnya. Kecuali, ada keajaiban dari novum (bukti baru) yang diajukan.”

JUANDA, mantan Kepala Dinas Sosial Bener Meriah adalah salah satu dari sekian banyak terkasasi di negeri ini yang tengah menunggu kepastian hukum atas kasus yang menimpanya, setelah majelis hakim pada dua pengadilan sebelumnya, yakni pengadilan negeri dan pengadilan tinggi memutuskan Juanda telah terbukti bersalah dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.

Meskipun Juanda tidak ditahan, namun saban hari ia terus menunggu keputusan terbaik dari hakim Mahkamah Agung atas memori kasasi yang diajukannya pertengahan tahun 2018. Rasa was-was dari usahanya dalam menegakkan dan membela kebenaran selalu terngiang di tengah-tengah kesibukannya mencari nafkah.

Iya, saya masih menunggu keputusan hukum tingkat kasasi. Semoga ada keajaiban dari tuhan pada putusan hakim nantinya,” dekimian ucap Juanda di ujung telefon ketika dihubungi popularitas.com, Minggu 24 Maret 2019. “Maaf dek ya, saya lagi di kebun,” tambahnya di akhir percakapan.

Putra asli Gayo tersebut dililit kasus dana Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kabupaten Bener Meriah tahun 2013. Ditengarai, sebesar Rp257 juta dari dana Rp1,9 miliar yang diberikan provinsi untuk merehap rumah-rumah warga di Bener Meriah yang rusak pascagempa tahun itu, telah disalahgunakan oleh Juanda selaku Kadis Sosial.

Juanda (IST)

Singkat cerita, kasus ini kemudian bergulir hingga ke kursi pesakitan Pengadilan Banda Aceh. Hari Rabu 23 Agustus 2017, merupakan hari terakhir sidang di pengadilan itu. Majelis hakim memutus, Juanda bersalah dan dihukum satu tahun penjara, denda Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan badan serta membayar uang pengganti Rp41 juta.

Keputusan majelis hakim yang hanya merujuk dakwaan jaksa membuat Juanda meradang. Pasalnya, seluruh keterangannya di persidangan tidak diakomodir oleh majelis hakim dalam putusannya. Padahal, sejumlah fakta telah diungkapkan secara gamblang di ruang sidang, termasuk para pejabat yang sesungguhnya menikmati dana hibah untuk kaum duafa tersebut.

Salah satu yang dibeberkan yakni keterlibatan orang nomor dua di kabupaten penghasil kentang dan kopi itu. Juanda juga membuka tabir permintaan uang megang oleh salah seorang pejabat tertinggi di jajaran kepolisian resort Bener Meriah ketika dana itu bergulir. Juanda mengatakan sampai kiamat tidak mengakui dirinya telah korupsi atas dana ini.

Namun, kata Juanda, orang-orang yang ia maksud tidak pernah disentuh hukum. Mereka bebas bagai tak bersalah, begitu juga pihak yang sesungguhnya bertanggung jawab atas anggaran ini. Sebab, dana ini berbentuk swakelola yang ditransfer langsung ke rekening Komite bukan rekening Dinsos.

Sehingga, keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh tak diakui Juanda. Berselang dua pekan pascavonis ia langsung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Namun, hakim pengadilan tingkat banding ini berkata lain. Bukannya menurunkan hukuman Juanda, melainkan meningkat menjadi dua tahun penjara.

Kini, Juanda sedang menunggu keajaiban dari tuhan dari segenap permasalahan yang dihadapinya, setelah kembali mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI atas putusan pengadilan tinggi. Harapannya, semoga akan ada ilham untuknya lewat tangan majelis hakim MA. Semoga! (JAP)

Shares: