News

MaTA Sebut Perubahan APBA Hanya untuk Kepentingan Elit

Rabu, Rapat Paripurna Penentuan Keberlanjutan Proyek Multiyears
DPRA

POPULARITAS.COM – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai rencana Pemerintah Aceh melakukan perubahan APBA 2021 merupakan nafsu para elit di mana insentif tenaga kesehatan (nakes) dan rumah dhuafa dijadikan objek.

Koordinator MaTA, Alfian menyebutkan, pola dan kelakuan para elit tersebut sangat mudah terbaca secara publik. Menurutnya, sudah sepatutnya rencana itu dapat dihentikan sehingga uang Aceh tidak jadi lagi bancakan para elit di Aceh.

“Dalam analisa kami, ada beberapa catatan yang penting perlu dipahami terhadap rencana adanya perubahan terhadap APBA 2021 oleh semua pihak,” katanya dalam keterangan, Kamis (16/9/2021).

Catatan pertama, kata Alfian, secara aturan yang berlaku saat ini, perubahan APBA tidak mungkin terjadi karena secara waktu atau jadwal sudah tidak memungkinkan. Seharusnya di bulan Agustus, pemerintah Aceh sudah  menyiapkan KUA-PPAS untuk perubahan.

“Jadi kalau saat ini jelas sudah lewat waktunya,” kata Alfian.

Oleh karena itu, Alfian meminta Pemerintah Aceh dan DPRA untuk membaca dan memahami kembali aturan, PP Nomor 12 Tahun 2020, Pemendagri Nomor, 77 Tahun 2024 dan Surat Edaran KPK Nomor 8 Tahun 2020.

“Dapat disebutkan, tahapan-tahapan pengajuan perubahan dalam sebuah anggaran, sehingga tidak ada khilafiah karena secara aturannya sudah jelas,” kata Alfian.

Menurut dia, Kemendagri jelas tidak patut untuk mengangkangi terhadap aturan yang telah dikeluarkannya dan begitu juga KPK dapat mengambil langkah hukum apabila pengajuan perubahan menyalahi aturan yang ada.

“Sehingga kesannya terlalu dipaksakan oleh para elit,” jelasnya.

Adapun cacatan kedua, lanjut Alfian, menjadikan objek insentif nakes dan rumah dhuafa untuk perubahan APBA jelas alasan yang tidak relevan dengan fakta yang terjadi selama ini.

Di mana, katanya, insentif nakes yang seharunya dapat menggunakan anggaran refucusing tetapi tidak dilakukan sebelumnya.

“Aceh masuk dalam 5 besar provinsi yang mengalokasikan anggaran refucusing tersbesar untuk penanganan masa pandemi termasuk kebutuhan bagi nakes,” ujarnya.

“Pertanyaannya kemudian kenapa kebijakan tersebut tidak dilakukan pada APBA tahun berjalan (murni)? kemudian pembangunan rumah dhuafa, secara RPJMA, pemerintah Aceh tiap tahun wajib membangun sebanyak 6 ribu unit rumah dhuafa.”

Faktanya, tambah Alfian, dalam APBA murni 2021, rumah dhuafa hanya dibangun 750 unit dan penelusuran MaTA di lapangan kondisinya juga belum siap, padahal ini sudah masuk September.

“Terus pertanyaannya? mau dilanjukan dengan anggaran perubahan sebanyak 4000 unit, apakah dapat terbangun dengan waktu yang sangat singkat? Di mana 750 unit saja belum siap, jadi kebutuhan perubahan tersebut kebutuhan elit sehingga isue nakes dan rumah dhuafa dijadikan objek dalam memburu rente para elit saat ini,” katanya.

Sementara catata kedua, MaTA meminta secara tegas kepada legislatif dan eksekutif Aceh untuk menghentikan kepentingan ekonomi dalam perubahan APBA 2021. Sebab, publik dapat menilai, di mana rencana perubahan anggaran hanya untuk kepentingan elit.

“Kami juga pertanyakan mana di antara eksekutif maupuan legislatif yang ngotot memperjuangkan anggaran nakes dan rumah dhuafa di saat peyusunan APBA 2021 tempo dulu, mereka semua diam dan sekarang tiba-tiba muncul di saat mareka berkepentingan,” ucap MaTA.

Catatan keempat, Alfian menerangkan bahwa potensi terjadi Silpa dalam APBA 2021 sangat besar, sebagaimna terjadi sebelumnya di tahun anggaran 2020.

Oleh karenanya, kata Alfian, MaTA menilai bahwa Pemerintah Aceh sedang mencoba menutupi kelemahan tersebut dengan waktu yang sangat singkat dan sama sekali tidak rasional.

Alfian juga menegasakan, jika Pemerintah Aceh dan DPRA memiliki visi, maka mereka harus berjuang agar pada anggaran 2022 benar-benar untuk kemaslahatan rakyat.

“Seperti pembagunan rumah dhuafa dianggarkan 12 ribu unit untuk di tahun 2022 dan begitu juga untuk nakes dialokasi dengan cukup, pertanyaan kami apa mereka memiliki visi untuk ini? sehingga Aceh lebih mudah kita mengukurnya ketika bicara kesejahteraan,” pungkasnya.

Editor: dani

Shares: