News

MaTA: Penetapan tersangka korupsi beasiswa belum menyentuh “pemilik modal”

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai penetapan tersangka kasus dugaan korupsi beasiswa belum menyentuh pada aktor “pemilik modal” yang terlibat sejak awal, mulai perencanaan, penganggaran, dan mengusul nama-nama penerima beasiswa.
MaTA: Ada indikasi mafia dalam penyelidikan korupsi beasiswa Aceh
Koordinator MaTA, Alfian. (Ist)

POPULARITAS.COM – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai penetapan tersangka kasus dugaan korupsi beasiswa belum menyentuh pada aktor “pemilik modal” yang terlibat sejak awal, mulai perencanaan, penganggaran, dan mengusul nama-nama penerima beasiswa.

Penetapan tujuh tersangka korupsi beasiswa Pemerintah Aceh tahun 2017 yang melibatkan anggota DPRA itu dinilai hanya terfokus pada pelaku di level kebijakan administrasi saja.

Koordinator MaTA, Alfian menyebutkan bahwa ada 23 orang yang disebut sebagai koordinator atau perwakilan dari anggota DPRA yang memiliki kewenangan dalam kasus beasiswa kepada mahasiswa.

“Secara hemat kami, lahirnya istilah koordinator atau perwakilan anggota DPRA, berdasarkan perintah atau desain aktor, karena di tingkatan tersebut pemotongan atau korupsi beasiswa terjadi,” ujar Alfian kepada popularitas.com, Rabu (2/3/2022).

Di sisi lain, kata Alfian, kalimat koordinator atau perwakilan tersebut tidak dikenal dalam administrasi negara atau daerah. Sehingga, Polda Aceh penting dan patut mengembangkan penyidikan berlanjut terhadap keberadaan 23 orang tersebut.

“Perlu penyidikan lebih lanjut siapa yang memberikan kewenangan bagi mereka (koordinator) dan atas perintah siapa,” ujar Alfian.

Alfian menjelaskan, dalam penetapan tersangka yang telah diumumkan atas inisial RK, ia disangkakan bukan atas sebagai koordinator atau perwakilan dari anggota DPRA.

Akan tetapi, terang Alfian, inisial tersebut sebelumnya juga menerima beasiswa pendidikan dan kembali mendapatkan beasiswa di tahun 2017.

“Karena menerima dua kali beasiswa dan ini bertentangan dengan Pergub 58 Tahun 2017 dan kemudian pertayaannya adalah atas inisial tersebut, siapa anggota DPRA yang telah memerintahkan RK,” ujarnya.

Alfian menambahkan, kasus korupsi beasiswa Aceh secara kontruksi kasus tidak akan selesai kalau ada upaya menyelamatkan aktor.

Seharusnya, tambah Alfian, Polda Aceh memiliki kemauan yang kuat untuk mengusut secara utuh aktornya, sehingga tidak meninggalkan pesan pada publik bahwa politisi atau orang berpengaruh tidak dapat tersentuh hukum.

“Dan ini sangat berimplikasi pada kepercayaan publik, padahal modus pemotongan dalam kasus kejahatan luar biasa dengan sangat mudah untuk mengusutnya,” tutur Alfian.

Selain itu, MaTA juga mempertanyakan Polda Aceh terkait urgensi sehingga kasus korupsi beasiswa tersebut tidak diusut secara utuh, dan bahkan ada upaya “mengamankan” aktor.

“Upaya “mengamankan aktor” sejak awal sangat kelihatan, sudah 3 kepemimpinan Polda, kasus ini belum selesai, padahal publik sudah sangat sabar menunggu atas kinerja penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut dan ini menjadi tanda tanya publik sejak dulu,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Alfian juga menilai perlu adanya political will dari Kapolda Aceh dalam menyelesaikan kasus korupsi beasiswa secara utuh. MaTA percaya Kapolda Aceh mampu melakukannya.

“Kami percaya kasus korupsi tersebut tidak berdiri pada orang orang di level kebijakan administrasi saja, akan tetapi sebagai “pemilik modal” aktor patut ditetapkan tersangka sehingga rasa keadilan tidak selalu tercederai dan pelaku juga tidak tersendera oleh kasus tersebut,” ujarnya.

Shares: