HukumNews

MaTA Menilai Forum Geuchik Tak Berwenang Terima Uang dari PT Kirana

Polisi selidiki dugaan pemotongaan dana desa di Nagan Raya
Ilustrasi. Foto: Internet

POPULARITAS.COM – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mempertanyakan dana koordinasi yang diterima oleh Forum Geuchik Dewantara, hasil penjualan limbah scrap eks PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) senilai Rp 600 juta.

Apa lagi dana tersebut diberikan khusus untuk Forum Geuchik ke 15 desa yang ada di Dewantara dari perusahaan PT Kirana Saiyo Perkasa.

Koordinator MaTA Alfian mengatakan, kepala desa itu tidak punya kewenangan untuk menerima dana Rp 600 juta tersebut, hal itu diluar haknya. Kepala desa itu salah satu pejabat negara dan mereka tidak punya kewenangan untuk menerima uang di luar haknya.

“Kewenangan Geuchik untuk menerima uang itu apa, itu yang perlu dipertanyakan, jika warga merasa dirugikan menerima uang tersebut mereka bisa melaporkan dan polisi harus mengusut tuntas,” ujar Koordinator MaTA Alfian, Selasa (1/9/2020).

Alfian menyebutkan ada dua poin penting yang harus ditangani terkait hal tersebut, poin pertama adalah, harus ada pihak yang bisa memediasi permasalahan itu, sehingga tidak menimbulkan konflik diantara warga dan Forum Geuchik.

“Apalagi ini menyangkut uang, hal itu sangat sensitif, poin kedua adalah polisi harus terlibat aktif dalam memediasi hal ini, selain itu polisi juga harus mengusut tuntas terkait keberadaan dana tersebut Rp 600 juta itu,” sebut Alfian.

Kendati dana koordinasi Rp 600 juta adalah uang klaim sepihak, kata Alfian, karena proses mekanismenya dilalui diatasnamakan namakan desa, artinya dana itu harus dinikmakti oleh masyarakat maka tidak ada istilah yang menikmati uang itu diberikan khusus untuk pribadi.

“Jika mekanisme itu dilewati seperti itu, warga bisa laporin itu, itu kasus pidana. Kepala desa kan sudah digaji perbulannya, dana itu kan atas dasar warga lingkungan, jika itu dianggap hak khusus untuk Geuchik, harus dipertanyakan atas dasar apa, secara pribadi pihak forum geuchik tidak ada ke wenangan mengklaim dana itu,” katanya.

Alfian juga menyarankan, masyarakat bisa melakukan pengecekan kembali bahwa awal pemberian uang tersebut dan bagaimana perjanjian itu, karena setiap perjanjian pasti tertulis, dan bisa dilihat kembali bagaimana mekanisme penyerahan dana itu. Jika terjadi penyimpangan terkait dana itu, pihak terkait harus mengusut tuntas hal itu.

“Ini dana publik, yang bersumber dari aset negara, yang harus dihibahkan ke desa bukan untuk pribadi, ketika dana itu disalah gunakan maka itu sudah termasuk korupsi. logikanya adalah kenapa setelah meneriama uang malah dikatan untuk pribadi sebaliknya proses permohonan malah mengatas namakan desa, tidak ada aturan yang membenarkan itu,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Forum Geuchik Dewantara, Yusuf Buransyah, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima dana senilai Rp 600 juta dari perusahaan PT Kirana Saiyo Perkasa, dan diberikan khusus untuk Forum Geuchik ke 15 desa yang ada di Dewantara.

“Uang itu memang ada tapi belum diberikan sepenuhnya oleh PT Kirana, baru sebagian yang diberikan, hal itu merupakan hasil dari penjualan limbah scrap eks PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) hanya 1 persen, diprediksikan uangnya senilai Rp 600 juta, sebenarnya itu biaya koordinasi, mereka berjanji akan memberikan sepenuhnya apabila hasil pekerjaan sudah selesai nanti,” sebut Yusuf Buransyah kepada Popularitas.com, Jumat (28/8/2020).

Lanjutnya, 1 persen itu hanya diberikan ke Geuchik bukan untuk masyarakat, karena masyarakat lingkungan telah diberikan oleh PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebanyak 2,5 persen.

PT Kirana Saiyo Perkasa selaku pemenang tender mulai melakukan pembongkaran limbah besi scrap atau besi tua eks PT Asean Aceh Fertilizer (AAF), yang sebelumnya dibawah pengelolaan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).

Humas PT PIM, Nasrul membenarkan bahwa PT Kirana mulai melakukan pembongkaran limbah besi tua tersebut. Sementara, untuk tenaga kerja yang digunakan yaitu pekerja lokal.

“Ya, sudah mulai dikerjakan sejak dua pekan terakhir ini, untuk tenaga kerja masih dipekerjakan oleh pekerja lokal, sesuai perjanjian bahwa tenaga kerja 70 persen pekerja dari warga lingkungan dan 30 persen tenaga ahli,” ujar Nasrul kepada Popularitas.com Rabu (26/8/2020).

Reporter: Rizkita
Editor: Acal

Shares: